Oleh: Misno Mohd Djahri
Perkembangan dari media sosial
memang sangat luar biasa, pengaruhnya sangat terasa dalam seluruh sendi
kehidupan manusia. Tidak hanya pada usia remaja bahkan sangat terasa dalam
seluruh level usia, dari anak bawah lima tahun (balita) hingga manusia tua
renta. Bagaimana pengaruh media sosial terhadap lelaki setengah baya?
Setengah baya merupakan istilah
untuk manusia yang telah memasuki usia 50 tahun, Kamus Besar Bahasa Indonesia
mencatat bahwa makna “baya” bermakna umur, usia dan tua, sebagaimana perkataan “Usianya
sudah setengah baya” atau “Ayahku sudah setengah baya”. Sehingga setengah
baya bermakna setengah umur, yaitu usia antara 45-50 tahun. KBBI menggunakan
istilah “paruh baya” untuk istilah “separuh baya”, sehingga ini adalah istiilah
baku dalam Bahasa Indonesia.
Maka lelaki setengah baya bisa
dipahami lelaki yang telah berusia antara 40-50 tahun, sementara dalam website https://sepakat.bappenas.go.id/ menjelaskan
terkait dengan kelompok usia, bahwa paruh baya atau setengah baya adalah usia
antara 35-44 tahun, sedangkan usia 45-54 tahun adalah usia pra pensiun. Istilah
paruh baya dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah midlife yaitu
usia pertengahan, merujuk pada www.psycnet.apa.org
ketika menjelaskan tentang krisis usia paruh baya menyebutkan rentang usia
paruh baya adalah antara 45-65 tahun.
Bagaimana fenomena usia paruh baya
di media sosial? Jawabannya dapat dilihat dengan kasat mata, di mana mereka
mengekspresikan jiwa parih baya mereka sesuai dengan latar belakang agama, Pendidikan,
politik, ekonomi, lingkungan dan semua terkait dengan pribadi mereka masing-masing.
Ada yang memperlihatkan keshalehan dengan posting berbagai pesan agama dan
nasehat-nasehat yang membawa kepada kebaikan dunia dan akhirat. Ada juga yang
memperlihatkan prestasi, pencapaian, pekerjaan, makanan, kekayaan, keluarga dan
semua hal yang terkait dengan kesuksesannya. Ada juga yang menjadikan media
sosial sebagai ekspresi diri sesuai dengan apa yang dia rasa, bebas posting tanpa
memperhatikan perkataan orang lain hingga kadang membawa pada hal negatif yang
terkadang dilakukan karena kebutuhan dunia.
Berdasarkan banyaknya fenomena
lelaki paruh baya di dunia maya, kita menemukan mereka yang menjadikan media
sosial sebagai ajang untuk ekspresi diri yang selama ini terpendam, terkubur
dan tertahan oleh adab dan etika di masyarakat. Mereka memposting photo-photo
mereka dengan berbagai pose (selfi), juga hal-hal yang menunjukan kepribadian
mereka. Sebagian mereka membuat komunitas yang memiliki kesamaan dalam minat,
kesukaan dan berbagai terkait dengan kehidupan mereka. Media sosial bagi usia
paruh baya memang sangat luar biasa, kehadirannya menjadi media baru yang mampu
untuk mengekspresikan setiap apa yang ada di diri manusia, bahkan hingga
hal-hal yang selama ini tabu atau tidak layak dipertontonkan di tengah
masyarakat, di dunia maya semuanya ada dan seolah-olah tidak ada batasannya.
Berbagi media sosial berkembang,
dari yang terbuka untuk semua golongan hingga tertutup karena kekhususan dalam
minat tertentu. Manusia paruh baya terlihat di setiap media sosial yang ada,
mereka hadir sebagai bukti bahwa mereka eksis dan “bebas” melakukan apa saja. Namun
pada beberapa orang kebebasan ini justru digunakan untuk memposting Hasrat dan
minat yang selama ini terpendam dan terkungkung oleh agama dan budaya di
masyarakat.
Hal dapat kita saksikan bahwa
beberapa lelaki paruh baya menggunakan media sosial untuk menyalurkan hasrat itu,
dalam batasan agama dan budaya bangsa tentu tidak menjadi masalah namun
ternyata fenomena yang ada sering kali melanggarnya. Hampir di semua media,
dari mulai Facebook, twitter, Instagram, youtube, aplikasi gambar dan video
banyak kita dapati para lelaki paruh baya yang hadir dan mengekspresikan diri
mereka. Twitter misalnya, sebagai media sosial yang lebih bebas maka akan kita
dapati banyak sekali photo dan video lelaki paruh baya yang tidak sesuai dengan
norma agama. Tentu saja pada usia lainnya juga tidak sedikit di sana, termasuk
di media lainnya seprti FB dan yang lainnya.
Fenomena ini mestinya menjadi
perhatian kita, bisa jadi mereka menghadapi krisis paruh baya yang menjadikan
mereka “bebas” untuk melakukan apa saja karena tersedianya dana, waktu dan
kesempatan. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang terang-terangan menjual
diri atau menjual jasa orang lain untuk memenuhi Hasrat sesama mereka. Sebuah fenomena
yang sejatinya sejak dulu ada tapi dengan adanya media sosial semakin nyata
fenomenanya dan dengan mudah diakses oleh siapa saja. Ini bukan isapan jempol
belaka, tapi fakta dan realita yang memang ada di media sosial kita. Bagaimana beberapa
lelaki paruh baya menggunakan media sosial untuk memuaskan hasratnya,
kepentingan dunia dan mendapatkan keuntungan sementara.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa
memberikan hidayah serta inayahNya sehingga kita akan mampu untuk menjalani
masa paruh baya ini selalu dalam bingkai syariahNya. Jika kita sekali-kali
terpeleset maka segera bangkit dan memperbaiki diri sesuai dengan kemammpuan
kita. Wallahu a’lam. 29082022.