Oleh: Misno Mohd Djahri
Sebuah berita kembali beredar di
tengah masyarakat Indonesia, seorang siswi kelas 10 di SMAN 1 Banguntapan menangis
hingga lemas di toilet sekolah, setelah katanya “dipaksa” untuk memakai jilbab.
Kronologinya adalah ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), ia dipanggil
oleh guru Bimbingan Koseling (BK) dan dinasehati serta diajarkan cara memakai
jilbab. Namun kemudian dia minta izin ke toilet dan menangis di sana, siswi ini
mengalami depresi hingga kemudian menjadi berita yang segera menyebar “Siswi
depresi karena dipaksa memakai jilbab…”.
Berita ini kemudian menyebar dan
memunculkan kontroversi, ada yang membela siswi tersebut karena dianggap
memaksa dan melanggar hak asasi manusia, ada juga yang menyalahkan siswi
tersebut karena tidak mau mengikuti peraturan sekolah dan agamanya. Di dunia
maya muncul ajakan “Kembalikan Seragam Sekolah” yang maknanya kurang lebih siswa
dan siswi harus menggunakan seragam sekolah, Adapun menggunakan jilbab itu
hanya pilihan saja. Berita ini semakin panas dan digoreng media karena membawa Islam
dan syariahnya yang selalu dianggap kontroversial. Apalagi beritanya sangat
menarik “siswi depresi karena dipaksa memakai jilbab”.
Orang-orang dan kelpmpok yang tidak
suka dengan Islam akan terus mengejar berita ini dan menyebarkannya, “Tuh lihat…
Islam memaksa siswi pakai jilbab, melanggar HAM”. Ada juga kalangan liberal
yang selalu memancing di air keruh “Jilbab itu khan beda pendapat, ada yang
mewajibkan ada yang tidak, ada ulama di Indonesia juga anaknya tidak berjilbab”,
itu pembelaan dari orang-orang liberal yang selalu mencari muka dan sengaja
memperkeruh suasana. Sementara mereka yang benci dengan Islam akan terus
menyerang dengan berbagai strategi, pelanggaran Hak Asasi Manusia, Perlindungan
Anak, Seragam Sekolah, Indonesia bukan negara Islam, Sekolah tidak boleh memaksa
anak siswi berjilbab dan berjuta alasan lainnya. Semua berujung kepada kebencian
mereka terhadap Islam dan syariahnya, hingga segala strategi dilakukan untuk
menghancurkan Islam.
Lepas dari semua itu, bahwa
sejatinya Islam telah memberikan aturan yang jelas mengenai kewajiban jilbab
bagi Muslimah yang sudah baligh. Firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Ahzab: 59
jelas mewajibkannya “Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha penyayang.” Demikian pula dalam QS. An-Nur: 31 “Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau
putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra
saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita.”. selain itu banyak hadits dan juga
pendapat ulama yang menunjukan wajibnya berjilbab bagi Muslimah.
Pertanyaannya adalah “Siapa yang
salah ketika ada kasus seperti ini?”, tentu saja kita tidak boleh menyalahkan pihak-pihak
tertentu tanpa melihat lebih detail permasalahan tersebut. Tapi melihat dari
tanggungjawabnya maka pihak pertama yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah
orang tuanya. Keduanya bertanggungjawab dunia akhirat terhadap anak-anak perempuannya
termasuk dalam pemakaian jilbab. Ayah menjadi penanggungjawab utama, ia harus
menyuruh, mengajarkan dan memberikan kesadaran kepada putri-putrinya untuk
berjilbab, tentu saja termasuk ibunya dan keluarga dekatnya. Pada kasus ini
ayahnya telah membelikan jilbab untuk putrinya tersebut, sehingga bisa jadi dia
telah berusaha agar anaknya tersebut memakai jilbab, salah satu buktinya adalah
ia menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut karena tahu di sana sangat
ditekankan bagi siswi muslimah untuk berjilbab.
Penanggungjawab berikutnya adalah
guru dan pengajarnya di sekolah, karena orangtuanya telah menyerahkan anaknya
ke sekolah maka guru bertanggungjawab untuk mendidiknya. Salah satu pendidikan yang
penting adalah menyuruhnya untuk berjilbab, apalagi apabila dia sudah baligh. Sekolah
yang ada dalam berita tersebut memang sangat menekankan agar siswi Muslimah berjilbab,
sebagai salah satu bentuk Pendidikan yang merupakan tugas dan tangguungjawab
mereka. Maka kita tidak bisa menyalahkan kepala sekolah dan guru yang “menekankan”
siswi Muslimah untuk berjilbab. Alasan bahwa itu adalah sekolah negeri bukan
sekolah Islam sejatinya tidak kuat dan dengan mudah dibantah, pemerintah
sendiri telah memberikan alternatif seragam berjilbab bagi siswa muslimah. Jika
ada satu sekolah yang sangat menekankan hal ini maka ini adalah salah satu dari
kebijakan yang harus didukung. Tentu saja unsur pendidikan harus dikedepankan,
bahwa memang tidak semua siswi muslimah mau berjilbab, tapi bukan berarti
membolehkannya tapi dengan terus mendidiknya dan mengajarkan untuk berjilbab
mudah-mudahan ia dengan ikhlas akan memakai jilbab. Karena pemakaian jilbab
sejatinya salah satu dari cara dalam mendidik mereka, agar sesuai dengan tujuan
Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu insan yang beriman serta bertaqwa terhadap
yang kuasa yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan
serta keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yg mantap serta
berdikari serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan.
Maka semua pihak bertanggungjawab
dalam pemakaian jilbab bagi Muslimah, oranng tua khususnya bapak
bertanggungjawab penuh agar mendidik anak putrinya untuk berjilbab, sebagai
firman Allah Ta’ala dalam QS. At-Tahrim: 6 “Wahai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”. salah satu menjaga keluarga
dari api neraka adalah dengan memerintahkan anak perempuan yang sudah baligh
untuk memakai jilbab. Selanjutnya adalah ornag-orang terdekat dari seorang Muslimah
yang bertanggungjawab memerintahkan, mengajak, mendidik dan menyuruh untuk
mereka memakai jilbab. demikian pula guru, kepala sekolah, ustadz, ustadzah dan
semua yang terlibat dalam dunia Pendidikan, mereka bertanggungjawab untuk
mendidiknya, salah satunya adalah dengan mengajarkan mereka untuk memakai
jilbab.
Apabila orang tua, kerabat, guru,
dan masyarakat sudah berusaha secara maksimal dan terus-menerus untuk mengajak Wanita
Muslimah memakai jilbab namun ternyata Muslimah tersebut tidak mau maka sudah
lepas tanggungjawabnya. Ia hanya dituntut untuk terus menasehatinya, bisa
dengan kekuasaannya, dengan lisannya dan dengan hatinya. Orang tua yang telah
berusaha untuk mengajarkan dan memerintahkan anak putrinya untuk memakai jilbab
namun ternyata anak tersebut tidak mau hingga dewasa maka lepas sudah
tanggungajwabnya. Ia hanya memiliki kewajiban untuk terus memperingatinya, jika
ia telah dewasa maka dosanya akan dipikul sendiri sedangkan kedua orang tuanya
tidak ikut dosa selama keduanya terus berusaha. Hal ini berlaku juga untuk guru
dan orang-orang pada umumnya. Memaksa dalam makna yang beretika tentu tidak
menjadi masalah, tidak melanggar HAM karena ini merupakan tanggungjawab bersama.
Kalau memaksa dengan kekerasan tentu ini juga harus dilihat dulu, seperti apa
kekerasannya, apakah sekadar mengancam atau berniat menyakiti.
Jika ada seorang Muslimah yang
sampai depresi karena tidak mau Ketika diperintahkan untuk berjilbab maka
banyak faktor yang bisa menjadi penyebabnya. Bisa karena Pendidikan dalam
keluarganya, kedua orang tua dan lingkungannya atau teman-teman yang dekat
dengannya. Maka dalam hal ini para orang tua harus betul-betul menjaga anak
putrinya, mendidiknya di rumah, mencari teman-teman dan lingkungan yang baik
dan selalu menasehatinya agar memakai jilbab. Pemaksaan dalam konteks mendidik
bagi orang tua menurut saya tidak masalah, dan Ketika hingga dewasa ia tidak
mau memakai jilbab dan orang tua sudah terus-menerus memerintahkannya maka itu
menjadi dosa bagi anak tersebut yang sudah dewasa tidak mau berjilbab.
Jadi, tidak ada yang perlu disalahkan,
selama orang tua sudah optimal mendidik dan menyuruh anak putrinya untuk
berjilbab. Demikian pula guru tidak salah Ketika menekankan siswi Muslimah untuk
berjilbab karena itu merupakan salah satu dari cara mendidik. Kesalahan adalah
mereka yang tidak suka dengan Islam dan syariahNya kemudian menyebarkan ke
masyarakat dengan berdalih dengan hak asasi manusia dan perlindungan anak.
Wallahu’alam. 01082022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...