Oleh : Abu Aisyah
Pendahuluan
Term Ahli Kitab di dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antara ayat-ayat tersebut terdapat beberapa pemahaman yang berbeda mengenai eksistensi mereka. Sementara wacana ke arah dialog antara agama mengarah kepada bentuk pluralisme yang menyejajarkan seluruh agama samawi yang ada, dalam hal ini Islam, Yahudi dan Nasrani. Dalam skala yang lebih luas, definisi ahli kitab mengalami perluasan makna, tidak hanya mereka yang memiliki kitab samawi namun juga setiap agama yang memiliki kitab suci bisa disebut ahli kitab. Pendapat ini didasarkan kepada sebuah hadits. Di mana Rasulullah bersabda : “Perlakukanlah mereka (orang-orang Majusi) sebagaimana perlakuan terhadap Ahli Kitab.”
Dalam Surat Al-Baqarah : 121 disebutkan mengenai pahala bagi orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab dan kaum muyrikin bahwa mereka akan mendapatkan pahala dari sisi Allah ta’ala dan mereka tidak akan beredih hati. Dalam konteks ayat ini terdapat pemahaman seolah-olah kaum musyrikin dari kalangan ahli kitab dan jahiliyah juga mendapatkan ganjaran di akhirat sana.
Eksistensi ahli kitab yang disebutkan oleh Al-Qur’an memiliki kedudukan yang tidak jauh berbeda dengan keadaannya saat ini. Hal ini terlihat dari beberapa ayat yang membicarakan mereka. Namun timbul permasalahan, jika eksitensi mereka sama antara zaman dahulu dan saat ini kenapa nabi dalam beberapa kisahnya selalu berbuat baik kepada mereka? Apalagi jika membaca firman Allah ta’ala :
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةًۭ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُم مَّوَدَّةًۭ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّا نَصَٰرَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًۭا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. QS Al-Maidah : 82
Definisi Ahli Kitab
Ahli Kitab secara etimologi berasal dari dua suku kata yaitu kata Ahli yang merupakan serapan dari bahasa Arab dan kitab. Kata ahl adalah bentuk kata benda (isim) dari kata kerja (Fi’il) yaitu kata ahila-ya’halu-ahlan. Al-Ahl yang bermakna juga famili, keluarga, kerabat. Ahl ar-rajul artinya adalah istrinya, ahl ad-dâr artinya penduduk kampung, ahl al-'amr artinya penguasa, ahl al-madzhab artinya orang-orang yang beragama dengan mazhab tersebut, ahl al-wabar artinya penghuni kemah (pengembara), ahl al-madar atau ahl al-hadhar artinya orang yang sudah tinggal menetap.[1] Adapun kata Kitab atau Al-Kitab maka sudah masyhur di Indonesia yaitu bermakna buku, dalam makna yang lebih khusus yaitu kitab suci.
Dari pengertian di atas, kata ahl jika disambung dengan al-kitâb, tampaknya yang paling sesuai pengertiannya secara bahasa, adalah orang-orang yang beragama sesuai dengan al-Kitab. Dengan ungkapan lain, mereka adalah para penganut atau pengikut al-Kitab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ahlul kitab adalah ahli yaitu orang-orang yang berpegang kepada kitab suci selain al-Qur’an.[2]
Sedangkan Ahli Kitab menurut terminology adalah “Pemilik Kitab Suci”, yakni para umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah)”.[3] Di antara mereka adalah Kaum Yahudi dan Nasrani. Dinamakan ahlu kitab karena telah diberikan kepada mereka kitab suci oleh Allah ta’ala.
Dari pengertian secara etimologi maupun terminology dapat dipahami bahwa ahli kitab atau ahlu kitab adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam al Baidhawi ketika menafsirkan Surat Al-Maidah : 5, beliau mengatakan bahwa ahli kitab mencakup orang-orang yang diberikan kepada mereka al Kitab yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani.[4]
Imam al-Syafi’i memberikan definisi yang lebih sempit lagi yaitu bahwa yang termasuk Ahli Kitab hanyalah pengikut Yahudi dan Nasrani dari Bani Israil saja.[5] Ini berarti siapa saja yang mauk ke dalam agama Yahudi dan Nasrani yang berasal dari Bani Israil maka tidak bisa disebut sebagai ahli kitab.
Pendapat seperti ini juga dikemukakan oleh Al-Thaba’thaba’i ketika menafsirkan Surat al-Ankabut ayat 46, ia mencatat bahwa ahli kitab ialah umat Yahudi dan Nasrani.[6] Ulama kontemporer Abdul Aziz Abdullah bin Baaz mengatakan bahwa Ahli Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani, sebagaimana disebutkan oleh para ulama tafsir dan para ulama lainnya.
Sebab Yahudi dan Nasrani disebut sebagai Ahli Kitab karena Allah mengutus di tengah-tengah mereka nabi-nabi mereka yang membawa kitab suci masing-masing walaupun mereka sendiri kemudian yang merubah isinya. Allah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa 'Alaihi As-Salam dan pengikut beliau yang merubah isi Taurat setelahnya dikenal sebagai Yahudi. Kemudian Allah menurunkan Kitab Injil kepada Nabi Isa 'Alaihi As-Salam dan pengikut beliau yang merubah isi Injil disebut Nasrani. Mereka disebut Ahli Kitab karena kitab-kitab suci mereka sebelum mereka rubah isinya adalah turun dari Allah seperti Al-Qur'an.
Maka agama-agama selain Yahudi dan Nasrani seperti Hindu, Buddha, Majusi/Zoroastrianisme, Kong Hu Chu, Taoisme dan Shinto mereka tidak bisa disebut sebagai ahli kitab walaupun mereka memiliki kitab suci masing-masing. Hal ini dikarenakan kitab suci mereka bukan diturunkan oleh Allah akan tetapi mereka membuat sendiri yang disesuaikan dengan adat, tata krama dan filosofi masyarakat pada masa itu. Inilah yang menjadi pendapat Imam syafi’i.[7]
Ayat-ayat Tentang Ahli Kitab dalam Al-Qur’an
Term Ahlul Kitab disebutkan secara langsung di dalam al-Qur’an sebanyak 31 kali dan tersebar pada 9 surat yang berbeda. Kesembilan surat tersebut adalah al-Baqarah, Ali ‘Imran, al-Nisa’, al-Maidah, al-Ankabut, al-Ahzab, al-Hadid, al-Hasyr, dan al-Bayyinah. Dari kesembilan surat tersebut hanya al-Ankabut-lah satu-satunya yang termasuk dalam surat Makkiyah dan selebihnya termasuk dalam surat-surat Madaniyah.
Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa umat Islam dilarang berdebat dengan Ahlul Kitab kecuali dengan cara yang lebih baik. Ini adalah tuntunan agar umat Islam melakukan interaksi sosial dengan Ahlul Kitab dengan cara yang baik. Artinya, perbedaan pandangan dan keyakinan antara umat Islam dan Ahli Kitab tidak menjadi penghalang untuk saling membantu dan bersosialisasi. Menurut Yusuf Qaradhawi, hal ini dikarenakan Islam sangat menghormati semua manusia apapun agama, ras dan sukunya.[8]
Istilah Ahlul Kitab sendiri ditemukan lebih bervariasi pada ayat-ayat Madaniyah. Meski demikian, semuanya tetap ditujukan kepada Yahudi dan Nasrani atau salah satu dari mereka. Senada dengan itu, Abdul Mun’im al-Hafni juga membatasi bahwa yang dimaksud Ahli Kitab adalah Yahudi dan Nasrani.[9]
Berikut ini adalah tema-tema utama di dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan ahli kitab Yahudi dan Nasrani :
1. Orang-orang yang beriman di antara Ahli Kitab dan kebaikan-kebaikan mereka
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًۭا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
‘Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah. Apabila para Ahli Kitab beriman, maka itu akan lebih baik bagi mereka. Beberapa dari mereka ada yang beriman ... ‘ (Q.S. Al 'Imran, 110)
لَيْسُوا۟ سَوَآءًۭ ۗ مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ أُمَّةٌۭ قَآئِمَةٌۭ يَتْلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ
‘Mereka itu tidak (semuanya) sama. Ada di antara Ahli Kitab yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (sholat).’(Q.S. Al 'Imran, 113)
يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَأُو۟لَٰٓئِكَ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
’Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemunkaran, dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka adalah di antara orang-orang yang saleh.’ Q.S. Al 'Imran, 114.
وَمَا يَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍۢ فَلَن يُكْفَرُوهُ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِٱلْمُتَّقِينَ
'Dan kebajikan apa pun yang mereka kerjakan, tidak ada yang mengingkarinya. Dan Allah Maha Mengetahui orang - orang yang bertakwa.’ (Q.S. Al 'Imran, 115)
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ لَمَن يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِمْ خَٰشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشْتَرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ثَمَنًۭا قَلِيلًا ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ
’Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka orang - orang yang berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka. Sungguh Allah sangat cepat perhitungannya-Nya.’ (Q.S. Al Imran, 199)
ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلِهِۦ هُم بِهِۦ يُؤْمِنُونَ
’Orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur’an, mereka beriman (pula) kepadanya (Al-Qur'an).’ (Q.S. Al-Qhashas, 52)
وَإِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا بِهِۦٓ إِنَّهُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّنَآ إِنَّا كُنَّا مِن قَبْلِهِۦ مُسْلِمِينَ
’Ketika dibacakan (Al-Qur’an) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya, sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kita. Sungguh, sebelumnya kami adalah orang muslim”. ’(Q.S. Al-Qhashas, 53)
2. Mereka bersuka cita atas al-Qur'an dan tidak ada ketakutan bagi mereka yang beriman
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِـِٔينَ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
’Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan melakukan kebajikan, akan ada pahala bagi mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.’(Q.S. Al-Baqarah, 62)
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلصَّٰبِـُٔونَ وَٱلنَّصَٰرَىٰ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
’Sesungguhnya orang – orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan Sabiin dan Nasrani, barangsiapa beriman kepada Allah, hari akhir dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.’ (Q.S. Al-Ma’idah, 69)
ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ يَتْلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦٓ أُو۟لَٰٓئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِۦ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْخَٰسِرُونَ
’Orang-orang yang telah Kami berikan Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya.’ (Q.S. Al-Baqarah, 121)
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًۭا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌۭ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبْرَٰهِيمَ خَلِيلًۭا
’Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri sepenuhnya kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayanganNya. Q.S. An-Nisa ' : 125.
لَّٰكِنِ ٱلرَّٰسِخُونَ فِى ٱلْعِلْمِ مِنْهُمْ وَٱلْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ ۚ وَٱلْمُقِيمِينَ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ وَٱلْمُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ أُو۟لَٰٓئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا
’Tetapi orang-orang yang ilmunya mendalam di antara mereka, dan orang-orang yang beriman, mereka beriman kepada (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kepada (kitab - kitab) yang diturunkan sebelummu, begitu pula mereka yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan beriman kepada Allah dan hari akhir. Kepada mereka akan Kami berikan pahala yang besar.’ (Q.S. An-Nisa ', 162)
3. Makanan ahli kitab merupakan makanan yang halal bagi umat Islam
ٱلْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ ٱلطَّيِّبَٰتُ ۖ وَطَعَامُ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ حِلٌّۭ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّۭ لَّهُمْ ۖ وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِىٓ أَخْدَانٍۢ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِٱلْإِيمَٰنِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُۥ وَهُوَ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
’Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanlah (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagi kamu dan makananmu juga halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan – perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan – perempan yang menjaga kehormatan di antara orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia – sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang – orang yang rugi.’ Q.S. Al-Maidah : 5
4. Percaya kepada Nabi Ibrahim a.s. merupakan kepatuhan orang hanif
قُولُوٓا۟ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ وَٱلْأَسْبَاطِ وَمَآ أُوتِىَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَآ أُوتِىَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍۢ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". ’ (Q.S. Al-Baqarah, 136)
فَإِنْ ءَامَنُوا۟ بِمِثْلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهْتَدَوا۟ ۖ وَّإِن تَوَلَّوْا۟ فَإِنَّمَا هُمْ فِى شِقَاقٍۢ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ ٱللَّهُ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Q.S. Al-Baqarah, 137
5. Dakwah Islam kepada Ahli Kitab
قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍۢ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًۭٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
‘Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.’ Q.S. Al Imran : 64
إِنَّ أَوْلَى ٱلنَّاسِ بِإِبْرَٰهِيمَ لَلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُ وَهَٰذَا ٱلنَّبِىُّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ۗ وَٱللَّهُ وَلِىُّ ٱلْمُؤْمِنِينَ
‘Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.’ (Q.S. Al Imran Surah, 68)
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
’Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.’ Q.S. An-Nahl : 125
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةًۭ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُم مَّوَدَّةًۭ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّا نَصَٰرَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًۭا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
‘Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.’ (Q.S. Al-Ma'idah, 82)
6. Bagaimana mereka mengenali Rasulullah
ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ يَعْرِفُونَهُۥ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمُ ۘ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
‘Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).’ (Q.S. Al-An'aam, 20)
7. Berakhlak baik kepada Ahli Kitab
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
‘Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.’ (Q.S. Al-Mumtahanah, 8)
Tafsir Ahkam tentang Ahli Kitab
Dalam pembahasan sebelumnya kita ketahui bahwa ayat-ayat yang berkenaan dengan ahli kitab jumlahnya sangat banyak. Sehingga pada makalah ini tidak seluruh ayat dibahas, hal ini agar pembahasan dalam makalah ini lebih fokus dan tidak melebar kami membatasi pada tiga tema utama mengenai Ahli Kitab yaitu : Kekafiran Ahli Kitab : Yahudi dan Nasrani, Dakwah Islam kepada Ahli Kitab dan Toleransi Islam kepada Ahli Kitab. Berikut adalah tafsir ahkam mengenai ayat-ayat tentang ahli kitab terebut :
1. Kekafiran Ahli Kitab : Yahudi dan Nasrani
Kafirnya Ahli Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani telah menjadi ijma’ kaum muslimin. Ia adalah pendapat dari para ulama baik salaf maupun khalaf, hal ini didasarkan kepada beberapa firman Allah ta’ala, di antaranya adalah :
a. Q.S. Al-Bayyinah : 1
لَمْ يَكُنِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ وَٱلْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ ٱلْبَيِّنَةُ
Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata, QS Al-Bayyinah : 1.
Orang-orang kafir | ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ |
Ahli kitab | أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ |
Orang-orang musyrik | ٱلْمُشْرِكِينَ |
Tidak akan meninggalkan | مُنفَكِّينَ |
Bukti yang nyata | ٱلْبَيِّنَةُ |
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan menyatakan :
أما أهل الكتاب فهم: اليهود والنصارى، والمشركون: عَبَدةُ الأوثان والنيران، من العرب ومن العجم
Adapun ahli kitab mereka adalah Yahudi dan Nasrani, sedangkan musyrikun yaitu mereka yang menyembah berhala dari kalangan arab dan juga ‘ajam(selain arab).[10] Ahli Kitab dalam ayat ini diapahami sebagai yahudi dan Nasrani, pendapat ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi yang menyebutkan bahwa ahlu kitab yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani.[11]
قوله تعالى: (من أهل الكتاب) يعني اليهود والنصارى. (والمشركين) في موضع جر عطفا على " أهل الكتاب ".
قال ابن عباس " أهل الكتاب ": اليهود الذين كانوا بيثرب، وهم قريظة والنضير وبنو قينقاع. والمشركون: الذين كانوا بمكة وحولها، والمدينة والذين حولها، وهم مشركو قريش. (منفكين) أي منتهين عن كفرهم، مائلين عنه
Dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa :
{ لَمْ يَكُنِ الذين كَفَرُواْ مِنْ } للبيان { أَهْلِ الكتاب والمشركين }
Orang-orang kafir yang dimaksud adalah ahli kitab dan orang-orang musyrik.[12]
Dari sini tersirat bahwa seluruh ulama sepakat bahwa ahli kitab yang terdiri dari Yahudi dan Nasrani adalah kafir. Kekafian mereka disebabkan keyakinan mereka yang menganggap bahwa Tuhan itu memilik anak. Sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَقَالَتِ ٱلْيَهُودُ عُزَيْرٌ ٱبْنُ ٱللَّهِ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ ٱللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَٰهِهِمْ ۖ يُضَٰهِـُٔونَ قَوْلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن قَبْلُ ۚ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? QS At-Taubah : 30.
Dalam pandangan Islam, status Ahlul Kitab jelas termasuk kategori kufur. Menurut Imam al-Ghazali (w. 505 H) kufur berarti pendustaan terhadap Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya.[13] Abu Zahrah mengatakan bahwa mengingkari (kufur) Muhammad berarti mengingkari syariat Allah secara keseluruhan. Ini karena, syariat yang dibawa Nabi Muhammad merupakan pelengkap dan penutup syariat Allah.[14]
Inilah yang dimaksud oleh al-Thabary sebagai ukuran keimanan bagi Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Yakni, pembenaran mereka terhadap kenabian Muhammad saw dan ajaran yang dibawanya.[15] Bahkan Ibn Katsir lebih menekankan bahwa kedua kelompok tersebut jika tidak mengikuti Muhammad saw, dan tidak meninggalkan sunnah Nabi Isa dan Kitab Injil, maka akan binasa.
Lebih jauh dikatakan Ibn Katsir: “(Ukuran) keimanan orang-orang Yahudi adalah jika mereka berpegang kepada Taurat dan sunnah Nabi Musa hingga datang periode Nabi Isa. Pada periode Nabi Isa, orang-orang yang berpegang pada Taurat dan sunnah Nabi Musa dan tak mengikuti Nabi Isa, maka mereka akan binasa. Sementara (ukuran) keimanan orang-orang Nasrani adalah jika berpegang kepada Injil dan syari’at Nabi Isa. Keimanan orang tersebut dapat diterima hingga datang periode Nabi Muhammad saw. Pada periode Nabi Muhammad saw ini, orang yang tidak mengikutinya dan tidak meninggalkan sunnah Nabi Isa dan Kitab Injil, maka binasa.[16]
Abu al-Hasan al-Nadwy menggambarkan bahwa keadaan dunia ini sebelum datangnya Muhammad ibarat gedung yang nyaris runtuh oleh gempa amat dahsyat. Para penguasa menjadikan bumi Allah sebagai panggung sandiwara kesenangan, hamba-hamba Allah diperbudak para rahib dan pendeta menjadi tuhan-tuhan selain Allah, manusia-manusia merampas hak milik orang lain dengan dengan cara yang tidak benar dan menghalangi orang dari perjuangan di jalan Allah.[17]
Ini menunjukkan bahwa memang keadaan manusia pada waktu itu, baik dari segi sosialnya bahkan akidahnya, benar-benar mengkhawatirkan. Masyarakat Musyrik ‘Arab, golongan Yahudi dan Nasrani menjadikan patung-patung, para rahib dan pendeta sebagai tuhan-tuhan. Maka, amat sangat perlu diutus seorang Rasul untuk memurnikan akidah mereka, yakni Muhammad SAW. Dan mereka wajib mempercayainya dan ajaran yang dibawanya.
Ini menunjukkan relevansi pernyataan kedua ulama (al-Thabary dan Ibn Katsir) sebelumnya, bahwa ukuran keimanan Yahudi dan Nasrani adalah dengan memeluk Islam. Perintah ini sejatinya sudah dikabarkan oleh Kitab Suci mereka sendiri. Namun seakan mereka tidak mendengar dan malah menyembunyikan kabar tersebut. Al-Qur’an mengabarkan pembangkangan mereka dalam surat Alu ‘Imran: 71: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur-adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?”
Menanggapi ayat tersebut, para Mufassir menjelaskan bahwa Ahli Kitab menyembunyikan kabar tentang kenabian Muhammad di dalam Kitab Suci mereka, Taurat dan Injil.[18] Menyembunyikan kenabian Muhammad berarti menyembunyikan datangnya agama Islam. Menurut al-Thabary, inilah yang menyebabkan mereka disebut kafir. Secara eksplisit, Ahli Kitab diidentifikasi sebagai orang-orang kafir sebagaimana halnya orang-orang musyrik. Dalam surat al-Bayyinah: 1
Allah berfirman, “Orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.”
Istilah kufur dalam ayat tersebut, menurut Ibn ‘Asyur, ialah orang-orang yang menentang dan menolak kerasulan Muhammad.[19] Kekafiran Ahli Kitab dalam ayat ini sangat jelas, sama halnya dengan kekafiran orang musyrik, yakni sama-sama menentang dan menolak ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw.
Walaupun seluruh umat Islam sepakat tentang kafirnya kaum Yahudi dan Nasrani, namun ada beberapa kelompok yang menyatakan bahwa tidak ada dalam Al-Qur’an ayat yang secara tegas menyebutkan bahwa mereka itu kafir. Mereka berdalil dengan firman Allah ta’ala :
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلصَّٰبِـُٔونَ وَٱلنَّصَٰرَىٰ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan Sabiin dan Nasrani, barang siapa beriman kepada Allah, hari akhir dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.’ (Q.S. Al-Ma’idah, 69)
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِـِٔينَ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. QS Al-Baqarah : 62.
Menurut orang-orang yang mengaggap bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak kafir ayat ini jelas-jelas menunjukan bahwa ketika mereka berbuat baik juga akan mendapatkan pahala dari sisi Allah ta’ala dan mereka tidak bersedih hati.
Padahal para mufasirin menyebutkan bahwa ayat ini berbicara tentang ahli kitab sebelum kedatangan nabi di mana mereka mengamalkan semua yang ada di dalam taurat dan Injil ketika belum banyak terjadi perubahan.
لَّقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ ۚ قُلْ فَمَن يَمْلِكُ مِنَ ٱللَّهِ شَيْـًٔا إِنْ أَرَادَ أَن يُهْلِكَ ٱلْمَسِيحَ ٱبْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُۥ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًۭا ۗ وَلِلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putra Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?" Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. QS Al-Maidah : 17
لَقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ ٱلْمَسِيحُ يَٰبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍۢ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun. QS Al-Maidah : 72.
Ibnu katsir menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa Allah ta’ala telah menghukumi mengenai kafirnya kaum Nasrani dari golongan Ya’qubiyyah dan Nasturiyyah.
يقول تعالى حاكما بتكفير فرق النصارى، من الملكية واليعقوبية والنسطورية، ممن قال منهم بأن المسيح هو الله، تعالى الله عن قولهم وتنزه وتقدس علوًا كبيرًا
Ayat ini menjelaskan kepada kita mengenai kafirnya orang-orang yang mendakwahkan diri bahwa Isa adalah putra Tuhan.
Walaupun sebab turunnya ayat berkenaan dengan golongan Ya’qubiyyah dan Nasturiiyah namun keyakinan ahli kitab saat ini memang demikian, yaitu meyakini bahwa Isa adalah putra tuhan. Atau dikatakan doktrin trinitas.
2. Dakwah Islam kepada Ahli Kitab
Perbedaan mendasar antara Islam dan Ahli Kitab adalah berkenaan dengan prinsip tauhid yaitu tentang keesaan Allah ta’ala. Walaupun pada dasarnya mereka meyakini adanya satu Tuhan, namun pada Yahudi dan Nasrani mereka meyakini bahwa nabi mereka adalah putra tuhan. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengenai ahli kitab berkenaan dengan prinsip-prinsip daar Islam dalam mendakwahi ahlu kitab diantaranya adalah :
a. Al-Qur’an Surat Ali Imran : 64
قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍۢ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًۭٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
‘Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.’ (Q.S. Al Imran, 64)
Katakanlah | قُلْ |
Wahai Ahli Kitab | يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ |
Kemarilah | تَعَالَوْا۟ |
Kalimat Kesepakatan | كَلِمَةٍۢ سَوَآءٍۭ |
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun | أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًۭٔا |
dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan | وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًۭا |
Jika mereka berpaling | فَإِن تَوَلَّوْا۟ |
Saksikanlah bahwa saya adalah orang muslim | ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ |
Penjelasan Ayat :
Asbab An-Nuzul (Sebab turunnya) ayat ini berkenaan dengan
قل -أيها الرسول- لأهل الكتاب من اليهود والنصارى: تعالَوْا إلى كلمة عدل وحق نلتزم بها جميعًا: وهي أن نَخُص الله وحده بالعبادة، ولا نتخذ أي شريك معه، من وثن أو صنم أو صليب أو طاغوت أو غير ذلك
Katakanlah –wahai Rasul- kepada Ahli Kitab dari Yahudi dan Nasrani: marilah berpegang kepada kalimat yang adil dan benar, yang semestinya kita bersama-sama memegang eratnya, yaitu mengkhususkan Allah satu-satunya dalam ibadah, dan tidak mengambil sekutu apapun bersamaNya, baik berupa berhala, patung, salib, atau thaghut, atau selain itu.[20]
Mengomentari ayat di atas, Ibnu Jariir Ath-Thabariy rahimahullah berkata :
يقول جل ثناؤه: وإنّ طائفةً من الذين أوتوا الكتاب -وهُمُ اليهود والنصارى. وكان مجاهد يقول: هم أهل الكتاب.
“Allah yang Maha Agung dan Terpuji berfirman : ‘Dan sesungguhnya golongan yang telah diberikan Al-Kitaab’ – mereka adalah Yahudi dan Nashrani. Mujaahid berkata : ‘Mereka (Yahudi dan Nashrani) adalah Ahlul-Kitaab” [Tafsir Ath-Thabariy, 3/188, tahqiq : Ahmad Syaakir; Muassasah Ar-Risaalah, Cet. 1/1420].
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :
وأهل الكتاب الذين هذا حكمهم، هم أهل التوراة والإنجيل. قال الله تعالى : (أَنْ تَقُولُوا إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا). فأهل التوراة اليهود والسامرة، وأهل الإنجيل النصارى، ومن وافقهم في أصل دينهم من الإِفْرِنْج والأَرْمَن وغيرهم
“Dan yang dimaksud dengan Ahlul-Kitab adalah ahlut-taurah dan ahlul-injiil. Allah ta’ala berfirman : ‘(Kami turunkan Al Qur'an itu) agar kamu (tidak) mengatakan: Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami’ (QS. Al-An’aam : 156).
Maka, ahlut-taurah adalah Yahudi dan Saamirah, sedangkan ahlul-injiil adalah Nashaara dan yang berkesesuaian dengan pokok agama mereka, seperti kelompok Ifrij, Arman, dan yang lainnya”.[21]
قال أبو جعفر: يعني بذلك جل ثناؤه:"قل"، يا محمد، لأهل الكتاب، وهم أهل التوراة والإنجيل ="تعالوا"، هلموا (1) ="إلى كلمة سواء"، يعني: إلى كلمة عدل بيننا وبينكم، (2) والكلمة العدل، هي أن نوحِّد الله فلا نعبد غيره، ونبرأ من كل معبود سواه، فلا نشرك به شيئًا.
= وقوله:"ولا يتخذ بعضنا بعضًا أربابًا"، يقول: ولا يدين بعضُنا لبعض بالطاعة فيما أمر به من معاصي الله، ويعظِّمه بالسجود له كما يسجدُ لربه ="فإن تولوا"، يقول: فإن أعرضوا عما دعوتَهم إليه من الكلمة السواء التي أمرُتك بدعائهم إليها، (3) فلم يجيبوك إليها ="فقولوا"، أيها المؤمنون، للمتولِّين عن ذلك ="اشهدوا بأنا مسلمون".
هذا الخطاب يعم أهل الكتاب من اليهود والنصارى، ومن جرى مجراهم { قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ } والكلمة تطلق على الجملة المفيدة كما قال هاهنا. ثم وصفها بقوله: { سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ } أي: عدل ونصف، نستوي نحن وأنتم فيها. ثم فسرها بقوله: { أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا }
Tafsir jalalain[22]
{ قُلْ ياأهل لكتاب } اليهود والنصارى { تَعَالَوْاْ إلى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ } مصدر بمعنى مستو أمرها { بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ } هي { أَلاّ نَعْبُدَ إِلاَّ الله وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ الله } كما اتخذتم الأحبار والرهبان { فَإِن تَوَلَّوْاْ } أعرضوا عن التوحيد { فَقُولُواْ } أنتم لهم { اشهدوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ } موحِّدون
وقصة عيسى - وما جاء من القصص مكملاً لها في هذا الدرس - تؤكد هذه الحقيقة ، وتنفي فكرة الولد والشريك ، وتستبعدهما استبعاداً كاملاً؛ وتظهر زيف هذه الشبهة وسخف تصورها؛ وتبسط مولد مريم وتاريخها ، ومولد عيسى وتاريخ بعثته وأحداثها ، بطريقة لا تدع مجالاً لإثارة أية شبهة في بشريته الكاملة ، وأنه واحد من سلالة الرسل ، شأنه شأنهم ، وطبيعته طبيعتهم ، وتفسر الخوارق التي صاحبت مولده وسيرته تفسيراً لا تعقيد فيه ولا غموض ، من شأنه أن يريح القلب والعقل ، ويدع الأمر فيهما طبيعياً عادياً لا غرابة فيه . . حتى إذا عقب على القصة بقوله : { إن مثل عيسى عند الله كمثل آدم خلقه من تراب ثم قال له : كن . فيكون } . . وجد القلب برد اليقين والراحة؛ وعجب كيف ثارت تلك الشبهات حول هذه الحقيقة البسيطة؟
والقضية الثانية التي تنشأ من القضية الأولى في سياق السورة كله هي قضية حقيقة الدين وأنه الإسلام . ومعنى الإسلام وأنه الاتباع والاستسلام . . وهذه ترد كذلك في ثنايا القصص واضحة . . ترد في قول عيسى عليه السلام لبني إسرائيل : { ومصدقاً لما بين يدي من التوراة ولأحل لكم بعض الذي حرم عليكم }
M. Quraish Shihab dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ajakan kepada Ahl al-Kitab dalam ayat tersebut, merupakan ajakan kepada sesuatu yang sangat mulia, kepada suatu ketinggian. Karena lafadz ta’alau dipahami sebagai kata yang berasal dari lafadz ‘ala, yang artinya tinggi.
Al-Thabathaba’i dalam tafsirnya, ali-Mizan mengatakan bahwa memang baik Al-Qur’an, Taurat maupun Injil sepakat (sama) dalam dakwahnya untuk mengajak pada kalimat (ketetapan/pegangan) yang sama, yaitu tauhid.
Demikian juga komentar Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tarsirnya, al-Maraghi, lebih kurang sama dengan pernyataan dalam al-Mizan itu. Ahmad Musthafa al-Maraghi menulis sebagai berikut: bahwa kalimatin sawain adalah suatu maqalah yang adil, tiada perselisihan yang telah disepakati oleh para rasul dan kitab-kitab yang diturunkan kerpada mereka. Maka, sungguh Taurat, Injil dan Al-Qur’an memerintahkan untuk bertauhid.
3. Toleransi Islam kepada Ahli Kitab
Walaupun Islam memandang bahwa ahli kitab adalah kafir, namun bukan berarti Islam bersikap arogan dalam memusuhi mereka. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an menunjukan bagaimana seharusnya umat Islam bermuamalah dengan mereka. Di antara ayat-ayat tersebut adalah :
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
‘Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.’ (Q.S. Al-Mumtahanah, 8)
Ayat ini menjelaskan bagaimana seharusnya ssetiap mulim bersikap kepada orang-orang yang bersikap baik kepada kita
وقوله تعالى : { لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين ولم يخرجوكم من دياركم } بمضايقتكم أن تبروهم أي بالإِحسان إليهم بطعام أو كسوة أو إركاب وتقسطوا أي تعدلوا فيهم بأن تنصفوهم وهذا عام في كل الظروف الزمانية والمكانية وفي كل الكفار . ولكن بالشروط التى ذكر تعالى . وهي :
أولا : أنهم لم يقاتلونا من أجل ديننا .
وثانيا : لم يخرجونا من ديارنا بمضايقتنا وإلجائنا إلى الهجرة .
وثالثا : أن لا يعاونوا عدواً من أعدائنا بأي معونة ولو بالمشورة والرأي فضلاً عن الكراع والسلاح
Analisa Pembahasan
Dari pembahasan tentang ayat ahkam yang telah disebutkan sebelumnya terdapat beberapa permasalahan yang telah diungkakan oleh para ulama mufassir diantaranya adalah :
Kesimpulan
[1]Ibnu Al-Mandzur, Lisaan Al-Arab
[2] Kamus Besar bahasa Indonesia, kata Ahlul Kitab
[3] Imam Syafi’i, Arisalah
[4] Tafsir al Baidhawi juz II hal 48
[5] Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, Al-Umm, jil. 6, diedit oleh Rif’at Fauzi ‘Abd al-Mathlab, (T.Tmpt : Dar al-Wafa’, cet. I, 2001
[6] Muhammad Husayn al-Thabathaba’i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, juz. 16, (Beirut: Mu’assasah al-‘Alami al-Mathbu’ah, 1983.
[7] Al-Umm : Vol.V, hlm. 405
[8] Yusuf Qaradhawi, Mauqif al-Islam al-‘Aqady min Kufr al-Yahud wa al-Nashara, (Kairo: Maktabah Wahbiyah, 1999).
[9] Abdul Mun’im al-Hafni, Mausu’ah al-Harakat wal Mazahib al-Islamiyah fil ‘Alam, dalam Muhtarom (penj), Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, cet. I, 2006).
[10] Tafsir Ibnu Katsir
[11] Tafsir Al-Qhurthubi
[12] Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain
[13] Abu Hamid al-Ghazali, Fayshol al-Tafriqoh Baina al-Islam wa al-Zindiqoh, (Tanpa tempat dan penerbit, cet. I, 1992
[15] Ibn Jarir al-Thabary, Tafsir al-Thabari, Juz. 2
[16] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, jil. I
[17] Abu al-Hasan al-Nadwy, Madza Khasira al-‘Alam bi Inkhitat al-Muslimin, (Kairo: Maktabah al-Iman, t.thn.
[18] Al-Thabary, Tafsir al-Thabari, Jil. V, Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Jil. III.; Ibn ‘Athiyyah, al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz, jil. I, (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 2001).
[19] Ibn ‘Asyur, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, jil. XXX
[20] Tafsir Al Muyassar, Hal. 363
[21] Al-Mugniy, 9/546, tahqiq : Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul-Muhsin At-Turkiy & Dr. ‘Abdul-Fattaah bin Muhammad Al-Huluw; Daar ‘Aalamil-Kutub, 3/1417.
[22] Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafir Jalalain
izin copas
BalasHapus