Oleh : Muhammad Shafiyullah
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam memandang keseluruhan aktivitas manusia di bumi ini sebagai sunnatullah, termasuk didalamnya ekonomi. Ia menempatkan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan, dan karenanya, kegiatan ekonomi seperti kegiatan lainnya dikontrol dan dituntun agar sejalan dengan tujuan syariat Islam. Islam memberikan tuntunan bagaimana seharusnya beribadah kepada Tuhan, yaitu ibadah mahdhah serta bagaimana juga berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, berekonomi dan sebagainya.
Sebagai agama universal, Islam memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan manusia, maka termasuk bagaimana manusia mempertahankan hidupnya, Islam juga telah memberikan tuntunan berekonomi secara Islami. Banyak contoh yang diajarkan dalam masalah ekonomi, baik pada masa awal-awal Islam di turunkan hingga menjelang wafatnya Rasulullah SAW, yang dapat dijadikan acuan atau paling tidak sebagai perbandingan bagaimana Islam memeberikan perhatian yang cukup besar terhadap kesejahteraan umatnya tidak saja di akhirat tapi juga di dunia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Siapakah Abu Bakar al-Shiddiq?
2. Bagaimana keadaan ekonomi pada masa Abu Bakar al-Shiddiq?
3. Bagaimana kebijakan ekonomi pada masa Abu Bakar al-Shiddiq?
C. TUJUAN
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan pemakalah adalah memberikan pemahan tentang:
1. Profil Abu Bakar
2. Keadaan ekonomi pada masa Abu Bakar al-Shiddiq
3. Kebijakan ekonomi pada masa Abu Bakar al-Shiddiq
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Abu Bakar al-Shiddiq
Nama lengkapnya adalah Abdullah Inb Abu Quhafah al- Tamimi, merupakan khilafah pertama dar khulafaurrasyidin, sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW. dan salah seorang pertama yang masuk Islam (al-sabiqun al-awwalun).[1] Abu Bakar lahir pada tahun 573 M. dari keluarga terhormat di Mekkah, dua tahun satu bulan setelah kelahiran nabi Muhammad SAW. Masuknya Abu Bakar menjadi pengikut nabi Muhammad SAW. berpengaruh besar dalam Islam. Banyak took-tokoh Quraisy yang juga segera memeluk islam. Seperti, Ustman bin Affan, Al-Zubayr, Talhah, Abdurrahman bin Auf, Sa’d ibn Waqqas, Umar ibn Masoan, Abu Ubaidillah ibn al-Jarrah, Abdullah bin Abdul As’ad, Abu Salma, Khalid bin Sa’id dan Abi Hudhaifah bin al-Mughirah.
Abu Bakar adalah sahabat yang terpercaya dan dikagumi oleh Rasulullah SAW. ia merupakan pemuda yang pertama kali menerima seruan Rasulullah tanpa banyak pertimbangan. Seluruh kehidupannya dicurahkan untuk perjuangan suci membela dakwah Rasulullah. Rasulullah sangat menyayanginya sehingga, sering kali ia di tunjuk menjadi imam sholat. Saat Rasulullah hijrah ke Madinah, Abu bakar menyertainya. Kedekatan Abu Bakar dengan Rasulullah dalam perjuanga Islam ibarat Rasulullah dengan bayangannya.
Sampa akhir hayatnya, Rasulullah tidak menunjuk seseorang sebagai penggantinya. Sehingga, ketika beliau wafat, masyarakat Muslim mengalami kebingungan, kemudian terdapatlah golongan Muhajirin dan Anshar yang berusaha memilih penerus dan penggantinya sambil masing-masing memunculkan tokohnya. Walaupun, pada akhirnya kedua tokoh dari masing-masing golongan yang mengusulkan tersebut menolak sambil berkata, “tidak, kami tidak mempunyai kelebihan dalam urusan ini”. Dalam situasi yang semakin kritis, Umar bin Khatab dari golongan Muhajirin mengangkat tangan Abu Bakar seraya menyampaikan sumpah setia kepadanya dan membaiatnya sebagai khalifah. Sikap Umar ini, diikuti oleh Abu Ubaidillah dari golongan Anshar beserta tokoh-tokohnya yang hadir. Mereka menyatakan kerelaannya membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Itulah tonggak awal dari Abu Bakar menjadi seorang khalifah untuk menggantikan Rasulullah.[2]
Dan menurut sejarah, terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah pertama setelah Rasulullah, karena ada beberapa kriteria yang melekat pada diri Abu Bakar. Yaitu, ketaatan dan keimanan beliau yang luar biasa, faktor kesenioran diantara yang lain, selain itu, faktor kesetiaan dalam mengikuti dan mendampingi Rasulullah dalam berdakwah.[3]
B. Keadaan Ekonomi Pada Masa Abu Bakar Al-Shiddiq
Rasulullah wafat tanpa menunjuk pengganti dalam urusan duniawi, urusan wahyu sudah berakhir dengan wafatnya Rasulullah pada tangal 8 Juni 623 M. sementara, Islam masih belum mapan di tengah-tengah orang yang baru memeluknya, dan tidak mudah melupakan pengalama masa pra-Islam mereka. Selain itu, kondisi perekonomian, khususnya perdagangan benar-benar sangat memprihatinkan setelah peperangan sebelumnya.
Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung selama dua tahun, Abu Bakar lebih banyak berkonsentrasi pada persoalan dalam Negeri. Dimana saat itu, harus behadapan dengan kelompok murtad, pembangkang zakat, dan Nabi palsu. Yang berakhir dengan keputusan untuk berperang yang kemudian dikenal dengan perang riddah, yaitu perang melawan kemutadan.[4] Mengatasi Abu Bakar bersikap tegas memerangi mereka, dengan Khalid bi Walid sebagai pimpinan utama (633 M/11 H). peperangan yang mulanya ditujukan menumpas pembangkang, berubah menjadi penaklukan ke daerah perbatasan kerajaan Persia (Sasaniah) yang kaya. Tidak dipungkiri penaklukan itu mempunyai motif ekonomi, yaitu memperoleh gahanimah. Abu Bakar melihat upaya Kahlid merupakan pemecahan ideal walau bukan satu-satunya dalam mengatasi resesi ekonomi persemakmuran Madinah. Terakhir, Khalid atas perintah khalifah, bergabung di Palestina dengan pasukan yang dipimpin oleh Amr bin ‘Ash menghadapi pasukan Romawi (Bizantium) Khalid diangkat sebagai pimpinan, lebih banyak atas pertimbangan kemampuan militernya, bukan atas perintah dari Madinah. Pasukan gabungan ini, berjumlah kurang lebih 24.00 orang, berhasil mengalahkan pasukan Romawi di Ajnadain (634 M/13 H).
Dalam dua tahun kekhalifaanyya, Abu Bakar berhasil melaksanakan tujuan utamanya, yaitu mengembalikan keutuhan pemerintah Madinah. Selain Mekkah, Madinah dan wilyah sekitarnya yang sudah dikuasai Rasulullah, ia juga memperkokoh kekuasaan Islam di Yamamah, Bahrain, Aman serta memperluasnya dengan menaklukan Syam, dengan pengecualian dua benteng Romawi di Casarea dan Palestina. Di akhir kekhalifaannya, ia tengah menunggu hasil ekspedisi pasukan yang dikirimnya ke Yarmuk, akan tetapi ia tidak sempat mendengar kemenangan Khalid dan pasukannya. Ia juga bersail mengislamkan suku-suku yang sebelumnya menentang Islam. Kegagalan Abu Bakar hanya terletak pada ketidak mampuannya mengahiri kemacetan perdagangan.
Untuk menjalankan pemerintahannya, Abu Bakar mengangkat Zaid bin Tsabit dan ‘Usman bin Affan sebagai sekretaris pribadi. Ia mengangkat qadhi diberbagai daerah. Yaitu; Umar bin Khathtab di Madinah, .Itab bin Usaid di Makkah, ‘Usman bin Affan di Hadramaut, Ya’la bin Umayyah di Khawlan, Mu’as bin Jabal di JUnd dan al-‘Ala bin al-Hadramiy di Bahrain. Sebagai pasuka pelaksana kebijaka eksekutif dipercyakan kepada sahabat, seperti, Abu ‘Ubaidah, ‘Umar bin al-‘Ash, Khalid bin Walid dan Syurahbil Hasanah. Penaggung jawab baitul mal adalah Abu Ubaidah bin Jaraah.[5]
C. Kebijakan Ekonomi Pada Masa Abu Bakar
Dalam usaha menigkatkan kesejahteraan umat Islam, Abu Bakar melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktekan Rasulullah SAW. beliau sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat sehingga, tidak trejadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Hasil pengumpulan zakat tersebut, dijadikan sebagai pendapatan dan simpanan di baitul mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum Muslimin hingga tidak ada yang tersisa.
Seperti halnya Rasulullah, Abu Bakar juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum Muslimin dan sebagian lain tetap menjadi tanggungan Negara. Disamping itu, ia juga mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan Umat Islam secara keseluruhan.[6]
Dalam mendistribusikan harta baitul mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah, dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebi dahulu masuk Isla dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan yang merdeka, dan antara pria dan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allha SWT. yang memberikan ganjarannya. Sedangkan, dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih bai dari pada prinsip keutamaan.
Namun, yang menarik dari kepemimpinan Abu Bakar adalah ketika menjelang wafatnya, Abu Bakar melakukan kebijakan internal yaitu dengan mengemabalikan kekayaan pada Negara karena, melihat kondisi Negara yang belum pulih dari krisis ekonomi. Abu Bakar lebih mementingkan kondisi rakyatnya dari kepentingan individu dan keluarganya. Gaji yang selama masa kekhalifahaannya diambil dari Baitul Mal yang ketika dikalkulasi berjumlah 8000 dirham, mengganti dengan menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya diberikan untuk pendanaan Negara.[7]
Dengan demikian, selama pemerintahan Abu bakar, harta baitu mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama. Karena, langsung didistribusikan kepada seluruh umat Muslim. Umat Muslim mendapat manfaat sama dan tida seorangpunyang dibiarkan hidup dalam kemiskinan. Kebijakn tersebut berimplikasi pada penigkatan aggregate supply pada akhirnya menaikkan total pendapatan nasional, disamping memperkecil jurang pemisah antara oran-orang yang kaya dengan yang miskin.[8]
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Abu Bakar adalah khalifah pertama, ia orang yang palin cepat masuk Islam (al-sabiqun al-awwalun), ia menjabat sebagai khalifa selam kurun waktu dua tahun. Kondisi perekonomian khususnya perdagangan benar-benar sangat memprihatinkan setelah terjadi peperangan sebelumnya. Abu Bakar lebih banyak berkonsentrasi pada persoalan dalam Negeri. Dimana saat itu, harus behadapan dengan kelompok murtad, pembangkang zakat, dan Nabi palsu. Yang berakhir dengan keputusan untuk berperang yang kemudian dikenal dengan perang riddah, yaitu perang melawan kemurtadan.
Abu Bakar melaksanakan bebagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktekkan Rasulullah SAW. jadi Abu Bakar hanya meneruskan tongkat estafet dari Rasulullah SAW., dan mendirikan baitul mal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...