Oleh: Abdurrahman Misno Bambang Prawiro
Agama sebagai satu
system kepercayaan diyakini oleh masyarakat Baduy sebagai sesuatu yang sangat
pribadi. Masyarakat Baduy hingga saat ini “belum” beragama
Islam, hal ini didasarkan pada pola kepercayaannya yang masih memegang
teguh agama Slam Sunda Wiwitan.[1] Sistem
kepercayaan dasar religi orang Baduy ialah penghormatan kepada ruh nenek moyang
dan kepercayaan kepada satu kuasa yaitu Batara Tunggal. Keyakinan mereka itu
disebut Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan. Orientasi, konsep-konsep dan
kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pikukuh agar orang hidup
menurut alur itu dalam menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia ramai (orang Baduy
dari hirarki tua dan dunia ramai keturunan yang lebih muda). Mereka bertugas
menyejahterakan dunia melalui tapa (perbuatan, bekerja) dan pikukuh
apabila Kanekes sebagai inti jagat selalu terpelihara baik, maka seluruh
kehidupan akan aman sejahtera.
Gangguan terhadap inti
bumi ini berakibat fatal bagi seluruh kehidupan manusia di dunia. Konsep
keagamaan dan adat terpenting yang menjadi inti pikukuh Baduy tanpa
perubahan apa pun, seperti dikemukakan oleh peribahasa “Lojor teu meunang
dipotong, pondok teu meunang disambung” (panjang tak boleh dipotong, pendek
tak boleh disambung). Konsep-konsep itu tidak berada dalam diri orang Baduy
sendiri yang kekuatannya tergantung dari tindakan atau perbuatan seseorang.
Konsep pikukuh merupakan pengejawantahan dari adat dan keagamaan yang
ditentukan oleh intensitas konsep mengenai karya dan keagamaan. Dengan
melaksanakan semuanya itu orang akan dilindungi oleh kuasa tertinggi, Batara
Tunggal, melalui para guriang yang dikirim oleh karuhun dan
Batara Tunggal karena orang tidak patuh kepada pikukuh, hakikat agama
Sunda Wiwitan.
Para puun itu
bukan hanya pemimpin tertinggi tetapi keturunan karuhun, yang langsung
mewakili mereka di dunia. Ada beberapa konsep yang merupakan kewajiban puun
dalam rangka pikukuh, yaitu memelihara Sasaka Pusaka Buana; memelihara
Sasaka Domas atau Parahyang; mengasuh dan memelihara para bangsawan/pejabat;
bertapa bagi kesejahteraan dunia; berbakti kepada Dewi Padi dengan berpuasa
pada upacara, memuja nenek-moyang, dan membuat laksa untuk bahan pokok Seba.[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...