Oleh: Abdurrahman Misno Bambang Prawiro
Pola pemukiman penduduk di Kampung Naga memiliki ciri khas yang tidak
didapati di wilayah lainnya. Terdapat pembagian tiga wilayah yang saling
terpisah dan dibatasi oleh Jaga Kandang pada
masing-masing areanya. Area pertama adalah area yang digunakan untuk hal-hal
yang sifatnya kotor seperti jamban (pacilingan),
balong, kandang kambing, saung lisung dan
di bagian timur terdapat sungai Ciwulan dengan leuweung karamatnya. Kawasan
hutan ini juga diyakini merupakan kawasan kotor karena merupakan tempat bagi dedemit dan jurig yang dikalahkan dan ditempatkan di sana oleh Sembah Dalem. Area berikutnya adalah
kawasan pemukiman penduduk, kawasan ini merupakan tempat bagi penduduk Kampung
Naga untuk mendirikan bangunan bumi/imah sebagai
tempat tinggal. Terdapat 113 bangunan dengan 108 rumah penduduk, sisanya adalah
masjid[1],
Bale Patemon[2], Bumi
Ageung[3], Leuit[4], dan
Katarajuan[5]. Di area ini juga terdapat lapangan besar yang digunakan
untuk menjemur padi dan tempat bermain anak-anak. Di samping masjid terdapat
lokasi bekas leuit yang ditandai
dengan pagar keliling terbuat dari awi (bambu),
sementara di belakang rumah Kuncen atau di depan sebelah kanan masjid dan Bale
Patemon berjarak 25 meter terdapat Peshalatan atau Depok[6]
yang juga dikelilingi oleh pagar bambu keliling tanpa pintu.
Penempatan rumah-rumah warga diatur sedemikian rupa dengan pertimbangan
nilai-nilai kekeluargaan, misalnya rumah harus berhadap-hadapan diharapkan akan
terjadi interaksi yang intensif antar warga terutama ketika mereka duduk-duduk
di tepas imah. Pola bangunan rumah
yang menempatkan dapur di bagian depan dengan dinding sasag[7]
juga memungkinkan tetangga di depan rumahnya mengetahui apakah tetangganya
tersebut masak atau tidak sehingga jika ada tetangga yang tidak memasak karena
tidak ada persediaan lebih cepat diketahui dan bisa membantunya. Dinding sasag juga akan dengan mudah melihat
dalam rumah ketika terjadi kebakaran atau kecelakaan yang berada di rumah.
Jarak antar rumah yang satu dengan rumah sebelahnya kurang lebih 1 meter,
sementara jarak berhadapan antara satu rumah dengan rumah yang lainnya
bervariasi, dari 2,5 meter hingga 1,5 meter. Seluruh
rumah di Kampung Naga menggunakan sistem panggung dengan jarak 60-80 cm dari
permukaan tanah. Tipe rumah panggung terbukti tahan terhadap gempa dan bebas
dari gangguan binatang melata.
Area ketiga yaitu kawasan makam yang dianggap suci oleh masyarakat Kampung
Naga. Lokasinya di sebelah barat pemukiman berupa bukit kecil dengan semak belukar di sekelilingnya serta ditumbuhi
pohon-pohon kecil dan sedang.
Kawasan ini merupakan hutan tertutup yang tidak sembarang orang bisa memasukinya (leuweung larangan). Kawasan ini juga disebut leuweung
karamat karena disinilah
letak makam Eyang Sembah Dalem yang
menjadi leluhur masyarakat Kampung Naga, selain itu terdapat pula beberapa
makam dari para pengikut beliau. Kawasan ini berada di luar pemukiman dengan
batas kandang jaga dan di bagian depannya terdapat pintu yang
terbuat dari bambu.
Kampung Naga terletak di sebuah lembah yang subur yang dikelilingi oleh
sawah di bagian utara dan selatan, sementara di bagian barat terdapat sebuah
bukit, sedangkan di bagian timur terdapat sungai Ciwulan dan sebuah dataran
tinggi di atasnya. Jumlah penduduknya sebanyak 314 jiwa dengan 108 Kepala
Keluarga. Secara administrasi kampung
ini masuk ke dalam wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Saat ini seluruh keluarga tersebut menjadi
satu Rukun tetangga (RT) yaitu RT 01 RW 01. Menurut Pak Uron selaku Ketua RT di
Kampung Naga, “Sebenarnya dahulu Kampung Naga terdapat 4 RT kemudian dikurangi
lagi menjadi 2 RT dan sekarang disatukan menjadi satu Rukun Tetangga”.
[1] Kampung Naga memiliki satu buah masjid yang menjadi pusat kegiatan
keagamaan dan peringatan hari-hari besar Islam.
[2] Bale Patemon adalah sebuah bangunan sebagai tempat untuk menerima
tamu, bermusyawarah dan kegiatan yang bersifat massal.
[3] Bumi Ageung secara
bahasa berarti rumah Rumah Besar, ia adalah sebuan bangunan berbentuk rumah
yang dikelilingi oleh pagar bambu dua lapis dengan susunan bersilang. Bumi
Ageung diyakini sebagai bangunan keramat oleh masyarakat Kampung Naga sehingga
tidak boleh dimasuki oleh setiap orang kecuali sesepuh Kampung Naga.
[4] Leuit atau
lumbung padi adalah sebuah bangunan kecil yang digunakan untuk menyimpan padi
sebagai persiapan di masa yang akan datang.
[5] Katarajuan adalah sebuah bangunan yang
digunakan untuk menginap warga Kampung Naga yang berasal dari Desa Jahiyang
yang akan mengikuti Hajat Sasih
[6] Depok berasal
dari kata padepokan, tempat ini dahulunya adalah bekas tempat untuk shalat yang
menjadi satu-satunya peninggalan dari leluhur Kampung Naga.
[7] Dinding Sasag
terbuat dari bambu yang disusun secara simultan sehingga menghasilkan desain
khas Kampung Naga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...