Oleh: Abd Misno Mohd Djahri
Islam sejatinya telah memberikan
pedoman dalam bekerja, ia harus harus halal dan selaras dengan nilai-nilai
rahmat Islam untuk seluruh alam (QS. Al-Baqarah: 172). Sehingga ketika ada yang
berpendapat bahwa suatu pekerjaan masuk ke dalam kategori pekerjaan yang haram,
maka haruslah didasarkan kepada dalil (argumentasi) yang valid. Kenapa? Karena dalam
masalah keduniaan dan muamalah maka berlaku kaidah “Hukum asal dalam muamalah
adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang mengharamkannya”. Sehingga semua
jenis pekerjaan pada dasarnya halal, sampai ada dalil yang mengharamkannya dari
Al-Qur’an, As-Sunnah dan juga Ijtihad Ulama.
Perlu dipahami bahwa ketika Islam
mengharamkan sesuatu sejatinya itu adalah merusak dan tidak baik efeknya bagi
manusia itu sendiri. Ketika Islam mengharamkan zina, karena zina itu akan
merusak nasab dan menghancurkan tatanan keluarga. Ketika Islam mengharamkan
judi, maka sejatinya judi akan membawa kepada kemiskinan individu dan
ketidakstabilan ekonomi. Demikian juga ketika Islam mengharamkan makanan
(daging babi, darah, bangkai dll.) dan minuman (khamr, narkoba, dll.) maka sejatinya
semua itu akan merusak tubuh manusia (QS. Al-Maidah: 90-91).
Selain dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
keharaman suatu pekerjaan juga merupakan hasil ijtihad dari ulama yang
bersumber dari esensi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hasil ijtihad ini disebut
dengan fiqh, yaitu penetapan hukum yang dilakukan oleh seorang mujtahid atas
suatu hukum dalam Islam. Sifatnya yang ijtihadiyah masih membuka ruang
untuk mujtahid lainnya untuk menentapkan hukum yang berbeda. Namun, jika sudah
jelas nash-nya dari Al-Qur’an atau As-Sunnah, maka tidak ada di sana pilihan
lain kecuali harus tunduk dan patuh (QS. Al-Ahzaab: 36).
Merujuk kepada hal ini maka
berbagai pekerjaan yang disebutkan dalam berita viral tersebut dapat kita
kluster kepada pekerjaan yang haram secara qath’i dan haram dzanni. Haram Qath’i
adalah haram yang sudah jelas keharamannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta
ijma’ ulama, sedangkang haram dzanny
adalah haram yang bersifat fiqhiyyah ijtihadiyyah di mana masih ada
ruang untuk pendapat lainnya. Berikut adalah hasil analisisnya:
Haram
secara Qath’i berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah
Pekerjaan-pekerjaan yang haram
secara qath’i yaitu pekerjaan yang keharamannya tidak diragukan lagi karena telah
disebutkan keharamannya dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ Ulama, diantaranya
adalah:
Pertama, Berkaitan dengan
aqidah: Peramal, Debus (dengan syarat ia betul-betul bekerjasama dengan jin
atau syaithan dalam atraksinya, jika hanya ketrampilan yang dipelajari maka
tidak dosa), Tukang sulap (dalam hal ini
berlaku juga seperti debus, jika dia bekerja sama dengan jin atau syaithan maka
haram, namun jika hanya ketrampilan dan trik mata maka tidak haram).
Kedua, Berkaitan dengan
Hukum Muamalah (Ekonomi dan Bisnis Islam): Fatwa Majelis Ulama Indonesia
terkait dengan keharaman bunga bank membawa efek kepada hukum bekerja di sana,
sehingga seluruh Pegawai Bank ribawi (Manajer, teller, security, sampai office
boy) adalah haram. Demikian pula Leasing berbasis riba, Koperasi simpan
pinjam dengan riba, Asuransi konvensional, Sales mobil/motor/elektronik yang
tidak sesuai dengan syariah karena menerapkan adanya bunga, Debt Collector
dari lembaga keuangan ribawi. Intinya adalah semua pegawai yang bekerja pada
institusi yang mengandung unsur riba serta akad haram lainnya maka hukumnya
juga haram.
Selain itu juga para karyawan yang
bekerja di pub/diskotik, lokalisasi wanita tuna susila (WTS) atau pekerja seks
komersial (PSK), tempat karaoke yang cenderung mesum, menjadi waria atau LGBT, serta
tempat-tempat lain yang terindikasi kuat terdapat unsur perzinahan.
Ketiga, berkaitan dengan
wanita dan pakaian, bahwa setiap muslim dan muslimah itu wajib untuk menutup
auratnya sebagai dalam QS. An-Nur: 31 dan Al-Ahzab: 59, maka membuka aurat
adalah haram secara qath’i. Sehingga pekerjaan berupa; Penjual majalah/tabloid
porno, penjual pakaian yang membuka aurat (khususnya jika terindikasi kuat
bahwa pakaian tersebut akan dipakai di luar rumah), Tukang pijat (jika yang
dipijat bukan mahram), Salon kecantikan (yang dikhawatirkan hanya untuk pamer
kecantikan kepada bukan mahram), Tukang rias make up/pengantin (yang tabaruj
dan membuka aurat), Instruktur senam aerobik (yang berpakaian membuka aurat
serta campur laki-laki dan perempuan), Pelatih (yang melatih suatu aktifitas
yang diharamkan), Tukang pembuat tatto baik tato alis ataupun tato di bagian
tubuh lainnya, Penjual rambut palsu atau jasa menyambungnya karena riwayat dari
Nabi sangat jelas sekali keharaman menyambung rambut.
Selain itu ada beberapa pekerjaan
lainnya yang disebutkan secara khusus oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam
dalam beberapa haditsnya dengan derajat yang shahih dan hasan. Termasuk hadits
yang dipahami oleh para ulama dengan penafsiran yang berbeda, maka saya
memasukannya ke dalam haram yang sifatnya fiqhiyyah ijtihadiyyah.
Haram
secara Dzanny berdasarkan Ijtihad Ulama
Haram yang bersifat dzanny adalah
keharaman yang ditetapkan oleh ulama dalam ijtihad mereka, biasnaya berkaitan
dengan nash yang sifatnya tidak qath’i dalam Al-Qur’an ataupun As-Sunnah,
demikian juga masalah-masalah baru yang belum ada sebelumnya, berikut adalah
clusteringnya:
Pertama, terkait dengan
muamalah yang bersifat kontemporer, misalnya Jasa penukaran uang (yang
dibolehkan adalah sharf atau tukar menukar uang), MLM (Multi Level
Marketing) yang tidak sesuai dengan syariah dari sisi produk dan sistem
pemasarannya, Penjual barang black market, Penjual barang palsu/bajakan,
Online shop dengan sistem dropship yang mengandung unsur penjualan barang yang
belum dimilikinya. Karyawan pabrik rokok (bagi yang menganggap rokok itu haram)
termasuk yang menjualnya, Pegawai Pajak (utamanya pajak yang mendzalimi rakyat).
Kedua, pekerjaan yang berkaitan
dengan dunia entertain atau hiburan, misalnya; Artis: Penyanyi, Pelawak, Penari,
Modeling, Atlit binaraga, dan balet. Demikian juga dalam industri musik
seperti; Pemain Musik, Pembuat alat-alat musik, Penjual alat-alat musik, Penjual
CD/kaset musik, Pengamen, Fotografer (yang memotret perempuan atau laki-laki
yang tidak menutup aurat), dan Pramugari Wanita yang tidak berhijab,
Ketiga, pekerjaan yang
terkait dengan hal-hal umum, misalnya; Pembuat/penjual boneka atau patung atau Pelukis
(dalil larangan melukis mahkul bernyawa), Penjual kue ulang tahun (karena ulang
tahun termasuk budaya non muslim, bagi yang melakukannya adalah tasyabuh), Penjual
petasan/kembang api (karena kembang api itu mubadzir dan tidak bermanfaat), Guru Filsafat (karena filsafat dianggap
sebagai studi yang haram dipelajari oleh umat Islam).
Keharaman dalam kluster kedua ini
tentu saja berbeda dengan keharaman yang sudah jelas dalilnya dalam AL-Qur’an
dan As-Sunnah, artinya ia masih bisa didiskusikan. Walaupun tentu saja kita
tidak boleh pula menganggapnya remeh, karena ketika para ulama menetapkan suatu
hukum haram misalnya, mereka telah menggali berbagai nash dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah sehingga keputusan mereka menjadi fiqh yang merupakan bagian dari
hukum Islam. Kalaupun ada ulama lain yang berbeda biasanya hanya sampai derajat
makruh, misalnya masalah musik maka sebagian ulama menganggap haram sebagian
lagi menganggap makruh saja. Selain itu dalam masalah rokok, melukis, artis
dengan berbagai variasinya, serta pekerjaan lain yang belum ada sebelumnya atau
tidak disebutkan nashnya secara qath’i. Apabila kemudian ternyata dalil
keharaman akan suatu pekerjaan itu qath’i dan shahih maka sebagai orang beriman
kita wajib untuk tunduk patuh terhadap hal tersebut.
Permasalahan lainnya adalah
terkadang seseorang sudah tahu bahwa sesuatu itu haram, namun dia belum bisa
untuk meninggalkannya. Kadang ia tidak mau terima dengan hal tersebut, berbagai
alasan dikemukakan bahkan menganggap bahwa hal tersebut adalah dzanny, padahal
sudah jelas ayat dan haditsnya. Maka dalam hal ini hendaknya kita terus
belajar, dan berusaha meyakinkan diri kita bahwa yang haram itu jelas dan yang
halal juga jelas. Apabila kita belum mampu meninggalkan pekerjaan yang haram,
maka teruslah berdoa dan berusaha untuk mencari pekerjaan yang halal. Kalau
ternyata kebutuhan keluarga itu memaksa kita untuk bekerja di tempat yang
subhat atau yang haram, maka ambiah seperlunya dari pendapatan tersebut namun
tetap berusaha untuk meninggalkannya sekuat tenaga.
Akhirnya saya bisa mengatakan bahwa
viral pekerjaan haram yang banyak dilakukan oleh masyarakat sejatinya
sebagiannya benar, namun digunakan oleh orang-orang yang jahat atau jahil dengan
Islam karena tidak memahami mabadi’ (tahapan) dakwah. Karena sejatinya
dakwah yang pertama kali dan harus terus dikuatkan adalah dalam masalah aqidah,
apabila aqidahnya bagus maka ia akan dengan mudah mengikuti syariat Islam
termasuk akan dengan penuh kesadaran meninggalkan setiap pekerjaan yang subhat
apalagi yang haram.
Semoga Allah Ta’ala sentiasa
memberikan kepada kita hidayah serta inayahnya sehingga kita mampu untuk
melakukan seluruh aktifitas dan pekerjaan yang halal dan terhindar dari segala
bentuk haram dalam kehidupan ini. Wallahu ‘alam. Bogor, menjelang tengah malam,
23082020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...