Oleh: Misno
Gaya Hidup Halal (Halal Lifestye) bukan hanya menjadi trends
sesaat bagi umat Islam, ia adalah tuntutan agama dan kebutuhan setiap manusia.
Tidak terbatas pada makanan, namun semua bagian hidup kita sebagai seorang
muslim haruslah didasarkan pada ke-halal-an. Merujuk pada hal ini maka jaminan
akan produk halal menjadi sebuah keniscayaan bagi setiap muslim, tidak hanya
pada level keseharian namun juga di level kebijakan dan jaminan dari
pemerintah. Apalagi jika umat Islam adalah sebuah mayoritas, maka kehalalan
suatu produk menjadi kewajiban untuk dilaksanakan. Inilah kemudian mengapa
Indonesia membentuk secara khusus lembaga yang mengurusi masalah halal, Badan Pengelola
Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah satu lembaga yang secara resmi mengurusi
masalah jaminan halal di Indonesia.
Salah satu gebrakan yang dilakukan BPJPH adalah dengan menggantikan
logo label halal yang selama ini ada. Label dengan kaligrafi Arab yang
dimodifikasi sehingga membentuk gunungan wayang mengundang kontroversi di
tengah masyarakat. Label ini menggantikan label halal yang selama ini
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia, tentu saja dengan desain yang
dianggap sesuai dengan budaya bangsa. Ya… label baru ini jelas sekali mencerminkan
budaya Indonesia, tulisah khat Arab dengan lafadz “Halal” yang dimodifikasi
sedemikian rupa sehingga membentuk gunung wayang dengan warna ungu menggantikan
label lama dengan tulisan khat Arab secara jelas dan warna dominan hijau dan putih.
Banyak yang kontra dengan label halal baru ini, dari mulai
penulisan khat Arab yag tidak sesuai dengan kaidah baku penulisan khat kufi,
hingga pemaksaan bentuk kaligrafi menyerupai gunungan wayang. Ada pula yang
kemudian mengkritik bahwa Indonesia bukan hanya wayang yang sangat erat dengan
budaya Jawa, bahkan Indonesia adalah dari Aceh sampai Papua yang memiliki
beraneka ragam budaya serta symbol-simbol kedaerahan. Penggunaan simbol gunung
Jawa tentu tidak mewakili budaya bangsa Indonesia yang beraneka warna. Tentu
saja kontroversi ini bukan sekadar yang nampak dan terlihat oleh mata, bahkan
ada sesuatu yang besar di balik peresmian logo halal Indonesia ini. Tahukah
anda Ada Apa di Balik Label Halal di Indonesia?
Apabila kita memperhatikan berbagai kejadian dan fenomena umat
Islam di Indonesia maka kita akan menemukan jawabannya. Demikian pula apabila
kita menelaah berbagai penelitian dan kajian mengenai Islam di Indonesia maka
kita akan memahami kenapa muncul label ini. Analisis saya dapat dibagi menjadi
tiga bagian;
Pertama, setelah selesainya perseteruan
antara Amerika dan Uni Soviet maka tidak ada lagi dua musuh yang memiliki
kekuatan yang sama hingga akhir Abad 21. Sehingga Islam yang kembali bangkit
dari keterpurukannya menjadi incaran utama bagi Amerika dan sekutunya. sehingga
berbagai cara dilakukan untuk menghancurkan Islam, baik melalui cara-cara
kekerasan atau strategi dari dalam yaitu dengan mendidik anak-anak muslim agar
mengikuti pemikiran mereka. Maka kita saksikan banyak sekali anak-anak muslim
yang melanjutkan kuliah di Amerika, Eropa dan negara sekutu mereka. Hasilnya
adalah muslim yang berfikiran sekuler, atau muslim yang berfikiran liberal.
Mereka ahli dalam pengetahuan Islam tetapi bukan untuk dijadikan pedoman, namun
sebatas bahan kajian dan sebagian menjadikannya bahan olok-olokan karena
dianggap sudah ketinggalan zaman.
Kedua, banyaknya penelitian dan kajian yang mencoba untuk
membangkitkan kembali budaya lokal yang bertujuan untuk menghadang Islam.
Mereka membangkitkan kembali budaya mesir kuno, budaya Afrika kuno, budaya
India kuno, budaya Nusantara kuno, Budaya Persia hingga budaya Arab kuno.
Sekilas tidak ada masalah, karena itu adalah memang menjadi kebudayaan lokal
masing-masing peradaban di masa lalu. Tapi bukan itu yang dimau, justru
membangkitkan kembali budaya lama adalah upaya untuk menghadang Islam dalam
penyebarannya ke seluruh penjuru dunia. Lahirnya Teori Resepsi dalam hukum
Islam di Indonesia menjadi bukti nyata, bahwa mereka menghadang hukum Islam
dalam berbagai cara salah satunya adalah menganggap bahwa hukum Islam hanya
berlaku bila hukum adat mengakuinya.
Selanjutnya kita saksikan berbagai penelitian mencoba
mengharmonikan antara Islam dan budaya lokal Nusantara, sekali lagi ini bukan
masalah dalam kajian Islam karena Islam juga sangat menghormati budaya lokal.
Namun jika tujuannya adalah untuk menghadang Islam yang kaafah agar
diamalkan oleh masyarakat ini tentu menjadi sebuah permasalahan. Sejak dahulu
Islam yang datang ke Nusantara sangat ramah kebudayaan, bahkan menjadikannya
sebagai media dakwah. Namun dengan adanya kajian para orientalisme maka
kemudian Islam selalu dikonfrontasikan dengan budaya lokal.
Maka dalam hal ini label halal di Indonesia tidak menjadi masalah
ketika itu adalah bentuk harmoni Islam dan budaya Nusantara. Namun menjadi
maalah besar jika ternyata banyak agenda besar yang selalunya
mengkonfrontasikan antara Islam dan budaya lokal. Kita tahu bahwa isu ini belum
lama ini terjadi, dan mungkin ke depan akan terus terjadi yaitu upaya mengadu
domba sesame anak bangsa dan se-agama serta beda agama agar Indonesia tercinta
lemah dan mudah menjadi kekuasaan mereka.
Ketiga, label halal ini sebagai satu kemenangan dari pihak-pihak
yang memperjuangan kebudayaan lokal Nusantara. Sejatinya ini tidak ada masalah
dalam konteks agama Islam yang ramah dengan budaya lokal. Namun di tengah
kebinekaan Nusantara (Indonesia) yang bukan hanya suku Jawa tentu menjadi
masalah dan bisa jadi menjadi akar dari disintegrasi bangsa karena merasa hanya
budaya Jawa yang diunggulkan negara. Penulis sebagai orang Jawa asli memahami
hal ini, karena kita sadar kita adalah Bhineka Tunggal Ika maka logo yang
mewakili seluruh elemen budaya bangsa tentu menjadi yang utama. Label halal
dengan gunungan wayang akan menjadi label halal nasional di seluruh Indonesia,
tentu saja ketika melihatnya maka yang muncul adalah rasa bangga dengan budaya
lokal kalau itu orang Jawa. Secara perlahan secara psikologi akan sangat
berpengaruh terhadap image dari gambar tersebut bagi siapa saja yang melihatnya.
Satu sisi bagus, tapi di sisi lain justru mengaburkan syariah halal yang
sebenarnya.
Kesimpulannya adalah bahwa jika label halal ini sudah menjadi
kesepakatan dan tidak bisa dirubah maka kita akan menerimanya. Namun jika masih
ada untuk dirubah maka lebih baik diganti dengan simbol yang mencerminkan
budaya bangsa Indonesia dari Aceh hingga Papua. Jika tidak mungkin merubahnya
maka sebagai seorang muslim kita harus lebih berhati-hati dalam menyikapinya.
Bukan sesuatu yang nampak di depan mata, tapi sesuatu di balik tampilan dari label
halal itu yaitu upaya menusantarakan Islam dan secara perlahan ingin
menyingkirkan Islam dari persada Nusantara. Ini mungkin terlalu dini, tapi
berbagai penelitian menunjukan bagaimana Islam terus dicari-cari kesalahannya
di negeri ini. Dari mulai tuduhan radikalisme, terorisme dan fundamentalisme,
isu Wahabi yang memunculkan rasa curiga antar sesame umat Islam hingga Islam
dan umatnya yang selalu menjadi korban dalam berbagai kebijakan yang ada.
Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga umat Islam di Indonesia,
memberikan hidayah kepada seluruh pemimpin dan pembesar negara serta meneguhkan
iman Islam mereka. Demikian pula semoga Allah Ta’ala juga selalu memunculkan
para ulama dan tokoh agama Islam yang berani berkata benar walaupun tidak
disukai oleh orang-orang. Akhirnya semoga kita selalu berada dalam naungan
syariahNya, caranya adalah dengan terus belajar agama, mengamalkannya dan
mendakwahkan ke seluruh penjuru dunia. Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin. Griya Amma,
13 Maret 2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...