Minggu, 13 Maret 2022

Ada Apa di Balik Label Halal Indonesia?

Oleh: Misno

 


Gaya Hidup Halal (Halal Lifestye) bukan hanya menjadi trends sesaat bagi umat Islam, ia adalah tuntutan agama dan kebutuhan setiap manusia. Tidak terbatas pada makanan, namun semua bagian hidup kita sebagai seorang muslim haruslah didasarkan pada ke-halal-an. Merujuk pada hal ini maka jaminan akan produk halal menjadi sebuah keniscayaan bagi setiap muslim, tidak hanya pada level keseharian namun juga di level kebijakan dan jaminan dari pemerintah. Apalagi jika umat Islam adalah sebuah mayoritas, maka kehalalan suatu produk menjadi kewajiban untuk dilaksanakan. Inilah kemudian mengapa Indonesia membentuk secara khusus lembaga yang mengurusi masalah halal, Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah satu lembaga yang secara resmi mengurusi masalah jaminan halal di Indonesia.

Salah satu gebrakan yang dilakukan BPJPH adalah dengan menggantikan logo label halal yang selama ini ada. Label dengan kaligrafi Arab yang dimodifikasi sehingga membentuk gunungan wayang mengundang kontroversi di tengah masyarakat. Label ini menggantikan label halal yang selama ini dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia, tentu saja dengan desain yang dianggap sesuai dengan budaya bangsa. Ya… label baru ini jelas sekali mencerminkan budaya Indonesia, tulisah khat Arab dengan lafadz “Halal” yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga membentuk gunung wayang dengan warna ungu menggantikan label lama dengan tulisan khat Arab secara jelas dan warna dominan hijau dan putih.

Banyak yang kontra dengan label halal baru ini, dari mulai penulisan khat Arab yag tidak sesuai dengan kaidah baku penulisan khat kufi, hingga pemaksaan bentuk kaligrafi menyerupai gunungan wayang. Ada pula yang kemudian mengkritik bahwa Indonesia bukan hanya wayang yang sangat erat dengan budaya Jawa, bahkan Indonesia adalah dari Aceh sampai Papua yang memiliki beraneka ragam budaya serta symbol-simbol kedaerahan. Penggunaan simbol gunung Jawa tentu tidak mewakili budaya bangsa Indonesia yang beraneka warna. Tentu saja kontroversi ini bukan sekadar yang nampak dan terlihat oleh mata, bahkan ada sesuatu yang besar di balik peresmian logo halal Indonesia ini. Tahukah anda Ada Apa di Balik Label Halal di Indonesia?

Apabila kita memperhatikan berbagai kejadian dan fenomena umat Islam di Indonesia maka kita akan menemukan jawabannya. Demikian pula apabila kita menelaah berbagai penelitian dan kajian mengenai Islam di Indonesia maka kita akan memahami kenapa muncul label ini. Analisis saya dapat dibagi menjadi tiga bagian;

Pertama, setelah selesainya perseteruan antara Amerika dan Uni Soviet maka tidak ada lagi dua musuh yang memiliki kekuatan yang sama hingga akhir Abad 21. Sehingga Islam yang kembali bangkit dari keterpurukannya menjadi incaran utama bagi Amerika dan sekutunya. sehingga berbagai cara dilakukan untuk menghancurkan Islam, baik melalui cara-cara kekerasan atau strategi dari dalam yaitu dengan mendidik anak-anak muslim agar mengikuti pemikiran mereka. Maka kita saksikan banyak sekali anak-anak muslim yang melanjutkan kuliah di Amerika, Eropa dan negara sekutu mereka. Hasilnya adalah muslim yang berfikiran sekuler, atau muslim yang berfikiran liberal. Mereka ahli dalam pengetahuan Islam tetapi bukan untuk dijadikan pedoman, namun sebatas bahan kajian dan sebagian menjadikannya bahan olok-olokan karena dianggap sudah ketinggalan zaman.

Kedua, banyaknya penelitian dan kajian yang mencoba untuk membangkitkan kembali budaya lokal yang bertujuan untuk menghadang Islam. Mereka membangkitkan kembali budaya mesir kuno, budaya Afrika kuno, budaya India kuno, budaya Nusantara kuno, Budaya Persia hingga budaya Arab kuno. Sekilas tidak ada masalah, karena itu adalah memang menjadi kebudayaan lokal masing-masing peradaban di masa lalu. Tapi bukan itu yang dimau, justru membangkitkan kembali budaya lama adalah upaya untuk menghadang Islam dalam penyebarannya ke seluruh penjuru dunia. Lahirnya Teori Resepsi dalam hukum Islam di Indonesia menjadi bukti nyata, bahwa mereka menghadang hukum Islam dalam berbagai cara salah satunya adalah menganggap bahwa hukum Islam hanya berlaku bila hukum adat mengakuinya.

Selanjutnya kita saksikan berbagai penelitian mencoba mengharmonikan antara Islam dan budaya lokal Nusantara, sekali lagi ini bukan masalah dalam kajian Islam karena Islam juga sangat menghormati budaya lokal. Namun jika tujuannya adalah untuk menghadang Islam yang kaafah agar diamalkan oleh masyarakat ini tentu menjadi sebuah permasalahan. Sejak dahulu Islam yang datang ke Nusantara sangat ramah kebudayaan, bahkan menjadikannya sebagai media dakwah. Namun dengan adanya kajian para orientalisme maka kemudian Islam selalu dikonfrontasikan dengan budaya lokal.

Maka dalam hal ini label halal di Indonesia tidak menjadi masalah ketika itu adalah bentuk harmoni Islam dan budaya Nusantara. Namun menjadi maalah besar jika ternyata banyak agenda besar yang selalunya mengkonfrontasikan antara Islam dan budaya lokal. Kita tahu bahwa isu ini belum lama ini terjadi, dan mungkin ke depan akan terus terjadi yaitu upaya mengadu domba sesame anak bangsa dan se-agama serta beda agama agar Indonesia tercinta lemah dan mudah menjadi kekuasaan mereka.

Ketiga, label halal ini sebagai satu kemenangan dari pihak-pihak yang memperjuangan kebudayaan lokal Nusantara. Sejatinya ini tidak ada masalah dalam konteks agama Islam yang ramah dengan budaya lokal. Namun di tengah kebinekaan Nusantara (Indonesia) yang bukan hanya suku Jawa tentu menjadi masalah dan bisa jadi menjadi akar dari disintegrasi bangsa karena merasa hanya budaya Jawa yang diunggulkan negara. Penulis sebagai orang Jawa asli memahami hal ini, karena kita sadar kita adalah Bhineka Tunggal Ika maka logo yang mewakili seluruh elemen budaya bangsa tentu menjadi yang utama. Label halal dengan gunungan wayang akan menjadi label halal nasional di seluruh Indonesia, tentu saja ketika melihatnya maka yang muncul adalah rasa bangga dengan budaya lokal kalau itu orang Jawa. Secara perlahan secara psikologi akan sangat berpengaruh terhadap image dari gambar tersebut bagi siapa saja yang melihatnya. Satu sisi bagus, tapi di sisi lain justru mengaburkan syariah halal yang sebenarnya.

Kesimpulannya adalah bahwa jika label halal ini sudah menjadi kesepakatan dan tidak bisa dirubah maka kita akan menerimanya. Namun jika masih ada untuk dirubah maka lebih baik diganti dengan simbol yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia dari Aceh hingga Papua. Jika tidak mungkin merubahnya maka sebagai seorang muslim kita harus lebih berhati-hati dalam menyikapinya. Bukan sesuatu yang nampak di depan mata, tapi sesuatu di balik tampilan dari label halal itu yaitu upaya menusantarakan Islam dan secara perlahan ingin menyingkirkan Islam dari persada Nusantara. Ini mungkin terlalu dini, tapi berbagai penelitian menunjukan bagaimana Islam terus dicari-cari kesalahannya di negeri ini. Dari mulai tuduhan radikalisme, terorisme dan fundamentalisme, isu Wahabi yang memunculkan rasa curiga antar sesame umat Islam hingga Islam dan umatnya yang selalu menjadi korban dalam berbagai kebijakan yang ada.

Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga umat Islam di Indonesia, memberikan hidayah kepada seluruh pemimpin dan pembesar negara serta meneguhkan iman Islam mereka. Demikian pula semoga Allah Ta’ala juga selalu memunculkan para ulama dan tokoh agama Islam yang berani berkata benar walaupun tidak disukai oleh orang-orang. Akhirnya semoga kita selalu berada dalam naungan syariahNya, caranya adalah dengan terus belajar agama, mengamalkannya dan mendakwahkan ke seluruh penjuru dunia. Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin. Griya Amma, 13 Maret 2021.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...