Kamis, 24 Maret 2022

Satu Ranjang Dua Iman: Fakta Pernikahan Beda Agama

Oleh: Misno Mohamad Djahri

 


Pernikahan adalah bersatunya antara laki-laki dan perempuan dalam satu ikatan untuk mewujudkan keluarga guna meneruskan generasi berikutnya. Pada tataran sosiologis, keluarga menjadi media pemersatu dua keluarga besar yang membentuk ikatan baru kerabat dari pihak suami dan istri. Setelah pengesahan pernikahan terjadi, maka terbentuklah keluarga besar yang terdiri dari suami, istri, keluarga suami dan kelaurga istri. Dari sini kemudian muncul satu masyarakat yang memiliki ikatan kerabat dengan pernikahan yang menyatukan mereka.

Akad pernikahan adalah hal sakral di tengah masyarakat, sehingga pengesahannya harus didasarkan kepada keyakinan dan agama, disaksikan oleh beberapa tokoh dan diumumkan ke tengah masyarakat. Pada masyarakat tradisional maka kepala suku (tetua adat) menjadi tokoh yang menikahkan kedua mempelai. Dalam hal ini pernikahan dipandang sebagai bagian dari ritual yang harus didasarkan pada keyakinan dan agama.

Berangkat dari sini, Islam sebagai agama yang turun dari Allah Ta’ala memberikan pedoman dalam pernikahan. Bukan sekadar menyatukan antara laki-laki dan perempuan atau keluarga besar dari dua belah pihak tapi menjadi satu sarana dalam mendekatkan diri kepadaNya. Bahkan satu Riwayat dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam menyebutkan bahwa menikah adalah separuh dari agama. Maka, pernikahan bagi seorang muslim tidak bisa dipisahkan dari agama, karena keabsahan pernikahan mengharuskan adanya ijab dan qabul dari wali pengantin perempuan dengan calon pengantin laki-laki dengan dua orang saksi. Begitu sakralnya pernikahan dalam Islam hingga ia adalah proses tahlil al-haram (menghalalkan yang tadinya haram), yaitu awalnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram haram untuk berdekatan apalagi berhubungan badan, menjadi halal dengan adanya ijab dan qabul yang dilakukan.

Kesakralan pernikahan dalam Islam adalah bahwa pernikahan adalah salah satu dari ibadah dalam Islam, ia menjadi wasilah untuk mendapatkan ganjaran (pahala). Karena sebuah ibadah maka ia memiliki tujuan yang jelas yaitu mardhatillah, mengharapkan ridha dari Allah Ta’ala dan masuk ke dalam surgaNya. Tujuan pernikahan inilah yang seharusnya menjadi dasar bagi setiap akad yang dilakukan oleh setiap muslim dan Muslimah dalam mengarungi kehidupan. Bagaimana dengan pernikahan antara iman (agama)? Apakah hal ini sesuai dengan tujuan utamanya atau alasan cinta menabraknya? Bisa jadi agenda orang-orang yang tidak suka dengan Islam untuk melemahkan Islam dan umatnya. Mari diskusi bersama…

Penelitian saya sekitar tahun 2015 mengenai harmoni keluarga beda agama dengan judul “Satu Ranjang Dua Iman”, penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara mengenai keluarga yang berbeda agama. Ada yang suaminya Nasrani istrinya Islam dan memiliki 3 orang anak, adapula yang suaminya Islam istrinya Nasrani, dan beberapa keluarga beda agama lainnya. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa agama bagi mereka memang bukan menjadi hal utama dalam berkeluarga, sehingga kehidupan keluarga berjalan seperti biasa dengan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Salah satu dari narasumber (seorang istri) menyatakan bahwa sebenarnya dia merasa tidak nyaman dengan suaminya yang non muslim, tapi apa hendak dikata dia sudah punya anak-anak yang ikut muslim dan kalau cerai dia khawatir dengan kehidupannya karena tidak punya penghasilan. Sementara narasumber lainnya (seorang suami) berpendapat bahwa pernikahannya dibolehkan agama karena dia laki-laki muslim dan menikahi perempuan yang non muslim (Nasrani) walaupun ada anaknya yang akhirnya masuk Nasrani, tapi dia masih mempertahankan keluarganya.

Pernikahan memang bukan hanya urusan agama, ia melibatkan aspek individual, sosial, budaya bahkan negara. Namun agama menjadi pedoman dan arah tujuan dalam berkeluarga, satu keluarga yang memiliki tujuan berbeda tentu akan membuatnya selalu ditimpa perselisihan dan perbedaan. Demikian pula keluarga yang tidak memiliki dasar-dasar yang sama dalam mengarungi keluarga yaitu agama, akan berada pada kebahagiaan semu, kebahagiaan fatamorgana karena masing-masing akan mengutamakan ritualnya. Memang betul bahwa setiap keluarga pasti punya masalah sendiri-sendiri, tetapi agama menjadi dasar dalam menyelesaikan dan mengarah pada tujuan yang sebenarnya.

Walaupun hasil penelitian saya keluarga beda agama nampak harmonis, tetapi sejatinya mereka selalu berada dalam gundah gulana, karena agama yang sama tidak dijadikan pedoman dan arah tujuan akhirnya. Bagi keluarga beda iman, agama hanya dijadikan ritual dan perayaan, bahkan penelitian juga menunjukan bahwa latar belakang agama dan pemahaman agama mereka memang kurang sehingga menganggap agama hanya sebatas ritual dan perayaan, silahkan masing-masing saja. Padahal faktanya bahwa iman yang berbeda menjadi pangkal dari perbedaan dalam keluarga, bahkan bisa jadi menjadi penghalang bagi mencapai tujuan pernikahan yang sebenarnya.

Satu ranjang dua iman, sekadar permisalan bahwa keluarga beda agama itu bukan ideal adanya, ia hanya hawa yang diperrututrkan oleh beberapa manusia. Karena cinta sebenarnya adalah ketika landasannya adalah cinta karena Allah Ta’ala. Bisa jadi kampanye pernikahan beda agama adalah sebuah konspirasi, untuk melemahkan Islam dan umatnya dari dalamnya. Maka sebagai umat Islam kita perlu berhati-hati dengan hal ini. Menikah beda agama jelas haram hukumnya dalam Islam, apalagi jika pihak suami bukan Islam.

Kalaupun seorang laki-laki muslim menikahi wanita non muslim itu “boleh” tapi faktanya itu adalah sebuah keringanan di masa lalu dan saat ini zaman sudah berubah. Bukan syariat Islam yang ketinggalan zaman, tapi fleksibiltas hukum Islam yang melihat adanya perubahan di masyarakat. Jika masa lalu seorang suami memiliki kendali penuh terhadap keluarga, sehingga ia akan mampu mengarahkan istrinya agar masuk Islam beserat anak-anaknya, maka saat ini bisa jadi sebaliknya seorang non muslim yang mau menikah dengan laki-laki muslim tujuannya agar anak-anaknya masuk ke dalam agamanya, bukan menjadi muslim.

Kembali ke niat, proses dan tujuan menikah dalam Islam, bahwa niat menikah adalah karena Allah Ta’ala, jika menikah dengan non muslim apakah niat kita benar adanya? Jawabannya jelas tidak karena Allah tidak ridha dengan segala agama di luar Islam. Apakah menikah dengan non muslim itu prosesnya sesuai dengan agama Islam? Jawabannya tidak karena tidak mungkin satu ranjang satu iman tanpa mengorbankan dan mereduksi masing-masing iman. Ujungnya adalah keimanan yang tidak lagi memenuhi standar, karena membiarkan kekufuran di ranjang dan rumah tangga kita. Apakah tujuan menikah akan tercapai dengan pernikahan beda agama? Jawabannya tidak, karena masing-masing punya tujuan yang berbeda, sebagai muslim tujuan pernikahan kita adalah mengharap ridha Allah Ta’ala, sementara non muslim hanya sebatas dunia atau tuhan yang berbeda. Ini tentu hal yang sangat tidak diperbolehkan dalam Islam, karena semuanya harus ditujukan kepada akhir dari kehidupan yaitu Allah Azza wa jalla.

Masihkah membolehkan pernikahan beda agama? Ketika ternyata kampanye itu hanya mementingkan kehidupan dunia, cinta dunia, hawa manusia yang di balik itu semua melemahkan Islam dan generasi berikutnya. Mari Tolak Nikah Beda Agama… Bogor, 24032022.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...