Oleh: Misno Mohamad Djahri
Pernikahan adalah bersatunya antara laki-laki dan perempuan dalam
satu ikatan untuk mewujudkan keluarga guna meneruskan generasi berikutnya. Pada
tataran sosiologis, keluarga menjadi media pemersatu dua keluarga besar yang
membentuk ikatan baru kerabat dari pihak suami dan istri. Setelah pengesahan
pernikahan terjadi, maka terbentuklah keluarga besar yang terdiri dari suami,
istri, keluarga suami dan kelaurga istri. Dari sini kemudian muncul satu
masyarakat yang memiliki ikatan kerabat dengan pernikahan yang menyatukan
mereka.
Akad pernikahan adalah hal sakral di tengah masyarakat, sehingga
pengesahannya harus didasarkan kepada keyakinan dan agama, disaksikan oleh
beberapa tokoh dan diumumkan ke tengah masyarakat. Pada masyarakat tradisional
maka kepala suku (tetua adat) menjadi tokoh yang menikahkan kedua mempelai. Dalam
hal ini pernikahan dipandang sebagai bagian dari ritual yang harus didasarkan pada
keyakinan dan agama.
Berangkat dari sini, Islam sebagai agama yang turun dari Allah Ta’ala
memberikan pedoman dalam pernikahan. Bukan sekadar menyatukan antara laki-laki
dan perempuan atau keluarga besar dari dua belah pihak tapi menjadi satu sarana
dalam mendekatkan diri kepadaNya. Bahkan satu Riwayat dari Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wassalam menyebutkan bahwa menikah adalah separuh dari agama. Maka,
pernikahan bagi seorang muslim tidak bisa dipisahkan dari agama, karena
keabsahan pernikahan mengharuskan adanya ijab dan qabul dari wali pengantin
perempuan dengan calon pengantin laki-laki dengan dua orang saksi. Begitu sakralnya
pernikahan dalam Islam hingga ia adalah proses tahlil al-haram (menghalalkan
yang tadinya haram), yaitu awalnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahram haram untuk berdekatan apalagi berhubungan badan, menjadi halal dengan
adanya ijab dan qabul yang dilakukan.
Kesakralan pernikahan dalam Islam adalah bahwa pernikahan adalah salah
satu dari ibadah dalam Islam, ia menjadi wasilah untuk mendapatkan
ganjaran (pahala). Karena sebuah ibadah maka ia memiliki tujuan yang jelas
yaitu mardhatillah, mengharapkan ridha dari Allah Ta’ala dan masuk ke
dalam surgaNya. Tujuan pernikahan inilah yang seharusnya menjadi dasar bagi
setiap akad yang dilakukan oleh setiap muslim dan Muslimah dalam mengarungi
kehidupan. Bagaimana dengan pernikahan antara iman (agama)? Apakah hal ini sesuai
dengan tujuan utamanya atau alasan cinta menabraknya? Bisa jadi agenda
orang-orang yang tidak suka dengan Islam untuk melemahkan Islam dan umatnya. Mari
diskusi bersama…
Penelitian saya sekitar tahun 2015 mengenai harmoni keluarga beda
agama dengan judul “Satu Ranjang Dua Iman”, penelitian ini dilakukan dengan observasi
dan wawancara mengenai keluarga yang berbeda agama. Ada yang suaminya Nasrani
istrinya Islam dan memiliki 3 orang anak, adapula yang suaminya Islam istrinya Nasrani,
dan beberapa keluarga beda agama lainnya. Hasil dari penelitian ini adalah
bahwa agama bagi mereka memang bukan menjadi hal utama dalam berkeluarga,
sehingga kehidupan keluarga berjalan seperti biasa dengan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya. Salah satu dari narasumber (seorang istri) menyatakan
bahwa sebenarnya dia merasa tidak nyaman dengan suaminya yang non muslim, tapi apa
hendak dikata dia sudah punya anak-anak yang ikut muslim dan kalau cerai dia
khawatir dengan kehidupannya karena tidak punya penghasilan. Sementara narasumber
lainnya (seorang suami) berpendapat bahwa pernikahannya dibolehkan agama karena
dia laki-laki muslim dan menikahi perempuan yang non muslim (Nasrani) walaupun
ada anaknya yang akhirnya masuk Nasrani, tapi dia masih mempertahankan
keluarganya.
Pernikahan memang bukan hanya urusan agama, ia melibatkan aspek individual,
sosial, budaya bahkan negara. Namun agama menjadi pedoman dan arah tujuan dalam
berkeluarga, satu keluarga yang memiliki tujuan berbeda tentu akan membuatnya
selalu ditimpa perselisihan dan perbedaan. Demikian pula keluarga yang tidak
memiliki dasar-dasar yang sama dalam mengarungi keluarga yaitu agama, akan
berada pada kebahagiaan semu, kebahagiaan fatamorgana karena masing-masing akan
mengutamakan ritualnya. Memang betul bahwa setiap keluarga pasti punya masalah
sendiri-sendiri, tetapi agama menjadi dasar dalam menyelesaikan dan mengarah
pada tujuan yang sebenarnya.
Walaupun hasil penelitian saya keluarga beda agama nampak harmonis,
tetapi sejatinya mereka selalu berada dalam gundah gulana, karena agama yang
sama tidak dijadikan pedoman dan arah tujuan akhirnya. Bagi keluarga beda iman,
agama hanya dijadikan ritual dan perayaan, bahkan penelitian juga menunjukan
bahwa latar belakang agama dan pemahaman agama mereka memang kurang sehingga
menganggap agama hanya sebatas ritual dan perayaan, silahkan masing-masing
saja. Padahal faktanya bahwa iman yang berbeda menjadi pangkal dari perbedaan
dalam keluarga, bahkan bisa jadi menjadi penghalang bagi mencapai tujuan
pernikahan yang sebenarnya.
Satu ranjang dua iman, sekadar permisalan bahwa keluarga beda agama
itu bukan ideal adanya, ia hanya hawa yang diperrututrkan oleh beberapa
manusia. Karena cinta sebenarnya adalah ketika landasannya adalah cinta karena
Allah Ta’ala. Bisa jadi kampanye pernikahan beda agama adalah sebuah
konspirasi, untuk melemahkan Islam dan umatnya dari dalamnya. Maka sebagai umat
Islam kita perlu berhati-hati dengan hal ini. Menikah beda agama jelas haram
hukumnya dalam Islam, apalagi jika pihak suami bukan Islam.
Kalaupun seorang laki-laki muslim menikahi wanita non muslim itu “boleh”
tapi faktanya itu adalah sebuah keringanan di masa lalu dan saat ini zaman
sudah berubah. Bukan syariat Islam yang ketinggalan zaman, tapi fleksibiltas
hukum Islam yang melihat adanya perubahan di masyarakat. Jika masa lalu seorang
suami memiliki kendali penuh terhadap keluarga, sehingga ia akan mampu
mengarahkan istrinya agar masuk Islam beserat anak-anaknya, maka saat ini bisa
jadi sebaliknya seorang non muslim yang mau menikah dengan laki-laki muslim
tujuannya agar anak-anaknya masuk ke dalam agamanya, bukan menjadi muslim.
Kembali ke niat, proses dan tujuan menikah dalam Islam, bahwa niat
menikah adalah karena Allah Ta’ala, jika menikah dengan non muslim apakah niat
kita benar adanya? Jawabannya jelas tidak karena Allah tidak ridha dengan
segala agama di luar Islam. Apakah menikah dengan non muslim itu prosesnya
sesuai dengan agama Islam? Jawabannya tidak karena tidak mungkin satu ranjang
satu iman tanpa mengorbankan dan mereduksi masing-masing iman. Ujungnya adalah
keimanan yang tidak lagi memenuhi standar, karena membiarkan kekufuran di
ranjang dan rumah tangga kita. Apakah tujuan menikah akan tercapai dengan pernikahan
beda agama? Jawabannya tidak, karena masing-masing punya tujuan yang berbeda,
sebagai muslim tujuan pernikahan kita adalah mengharap ridha Allah Ta’ala, sementara
non muslim hanya sebatas dunia atau tuhan yang berbeda. Ini tentu hal yang
sangat tidak diperbolehkan dalam Islam, karena semuanya harus ditujukan kepada
akhir dari kehidupan yaitu Allah Azza wa jalla.
Masihkah membolehkan pernikahan beda agama? Ketika ternyata
kampanye itu hanya mementingkan kehidupan dunia, cinta dunia, hawa manusia yang
di balik itu semua melemahkan Islam dan generasi berikutnya. Mari Tolak Nikah
Beda Agama… Bogor, 24032022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...