Oleh: Misno
Manusia diciptakan memiliki fitrah untuk suka dengan manusia
lainnya, rasa suka ini bisa sekadar karena adanya keperluan, untuk saling
mengenal, berteman, hingga rasa cinta yang muncul dari dalam jiwa. Jika rasa
ini terus berlanjut, maka akan berakhir dengan pernikahan sebagai syariah dari
Ar-Rahman yang selaras dengan naluri insan. Tentu saja di antara rasa itu, ada hawa
nafsu yang terkadang muncul, ya… rasa suka yang didasari oleh hawa manusia menjadikannya
berusaha sekuat tenaga untuk dapat sambutan dari orang lain yang disukainya.
Jika rasa suka ini disambut dengan baik, maka menjadi hal yang
sangat disuka, di mana akhirnya adalah kebahagiaan karena dapat menyambung rasa
yang selama ini diidam-idamkannya. Namun jika ternyata sambutan tidak seperti
yang diperkirakannya maka “bertepuk sebelah tangan” itulah permisalannya. Lebih
tragis lagi jika ternyata seseorang yang suka dengan orang lain, mendapati
bahwa orang yang disukainya suka dengan orang ketiga. Kau Kukejar, Kau Kejar
Dia… itulah yang banyak terjadi di sekitar kita.
Menyukai orang lain tentu bukan sebuah kesalahan, namun jika
ternyata orang yang kita sukai ternyata menyukai orang lain atau bahkan sudah
menjadi kesukaan (milik) orang lain inilah awal dari sebuah bencana. Mungkin kita
suka orang lain karena fisiknya, perilakunya atau nilai-nilai keagamannya, itu
semua tidak salah karena memang menjadi fitrah manusia. Hal yang salah adalah
ketika kita bersusah-payah mengejar orang yang kita suka padahal dia juga mengejar
orang lain yang disukainya.
Kau Kukejar, Kau Kejar Dia… Jika hal ini terjadi maka hendaknya
kita sadar diri, bahwa orang yang kita suka memang suka dengan orang lainnya. Istilah
lainnya adalah dia tidak suka dengan kita, maka jangan paksa dia untuk menyukai
kita. Kita hanya membuang-buang energi dan tenagah sahaja jika terus memaksa
mengejarnya. Kalaupun kemudian dia menerima, tapi tidak dengan setulus jiwa
maka sebaiknya jangan dilanjutkan sahaja. Karena penerimaan karena kasihan atau
terpaksa hanya akan menyimpan luka yang suatu saat akan kembali terbuka.
Lebih utama adalah ketika kita juga sadar, bahwa ada orang lain
yang juga suka dengan kita, tulus ikhlas tanpa adanya rasa terpaksa. Mereka adalah
Sang Penyuka sebenarnya, yang tanpa pamrih dan kepentingan dunia menyukai kita
apa adanya. Oops, lagi-lagi ada masalah ketika orang yang suka dengan kita
ternyata tidak kita suka. Maka dalam hal ini harus dilihat hakikatnya, jika ada
orang yang suka itu adalah orang lain yang memang kita tidak suka dan karena
pertimbangan agama dan rasa memang tidak layak untuk kita suka maka sebaiknya
kita tinggalkan saja. Namun jika orang yang suka dengan kita adalah memang
mereka yang sudah lama hidup bersama dengan kita dan memang rasa Sukanya didasari
karena Allah Ta’ala maka tidak ada alasan bagi kita untuk belajar menyukainya. Bukankah
rasa suka juga muncul dari kebiasaan dan saling mengenal dalam waktu yang lama?
Sebagaimana dalam pepatah Jawa disebutkan “Witing Tresno Jalaran Soko Kulino”
sebab salah satu dari rasa suka adalah karena mengenal, mengetahui dan
memahami dalam waktu yang lama.
Kesimpulannya adalah jika kita suka dengan orang lain namun orang
lain itu suka dengan orang lainnya maka berhentilah untuk mengejarnya.
Terimalah dia yang menyukai kita apa adanya, kalaupun kita tidak suka dengannya
maka belajarlah untuk menyukainya, karena hanya mereka yang menyukai kita apa
adanya yang akan memberikan sepenuh jiwanya. Tentu saja dengan pertimbangan
bahwa orang yang suka dengan kita memang layak untuk disuka, pertimbangan agama
menjadi hal yang utama. Mereka yang tulus ikhlas suka dengan kita adalah
keluarga kita yang memang sudah memahami kita apa adanya, oleh karena itu sayangilah
keluarga kita. 040232022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...