Dr. Abdurrahman MBP, MEI
C. Ramadhan Penuh
Berkah
Keberkahan bulan Ramadhan sudah sering kali kita dengar, gaungnya
membahana ketika ia tiba. Sambutan atas kehadirannya sudah ada sejak dahulu
kala, semakin dekat masanya semakin terasa betapa ia membawa keberkahan yang
tidak ada di bulan lainnya. Hal utama yang menjadikan Ramadhan penuh keberkahan
adalah karena padanya umat Islam diwajibkan untuk berpuasa. Allah ta’ala
berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari
yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu,
barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu… QS. Al-Baqarah: 185.
Ayat sebelumnya adalah yang paling masyhur pada umat Islam yaitu
firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. QS. Al-Baqarah: 183.
Puasa di bulan Ramadhan juga disebutkan secara jelas dalam sabda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله
وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ
الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.
Dari Abu
Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khattab radiallahuanhuma dia berkata
: Saya mendengar Rasulullah bersabda
: Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak
disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan. HR. Muslim.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai keberkahan Ramadhan, terlebih dahulu
kite mengkaji mengenai asal nama bulan Ramadhan. Ada beberapa pendapat menegani
asal nama bulan ini; Pendapat pertama menyatakan bahwa dinamakan Ramadhan
karena “Turmadhu (تُرمَضُ) fiihidz
Dzunuub” yang bermakna pada bulan ini dosa-dosa manusia dibakar, apabila
dikatakan الرَّمْضَاءُ
شِدَّةُ الْحُرِّ (ar-ramdhaa’i)
maknanya adalah panas yang sangat. Pendapat kedua menyatakan bahwa dinamakan
Ramadhan karena orang-orang Arab ketika mentransfer nama-nama bulan dari bahasa
kuno, mereka menamakan bulan-bulan itu berdasarkan realita dan kondisi yang
terjadi ketika zaman itu. Lalu secara kebetulan bulan ini jatuh tepat pada
cuaca yang panas membakar, maka dinamakan bulan ini dengan nama Ramadhan. Hal
ini sebagaimana nama-nama bulan lainnya dalam khazanah Arab.
Keberkahan Ramadhan sangatlah banyak, ia memiliki berbagai amalan yang
hanya bisa dilakukan di bulan ini saja tidak di bulan lainnya. Ayat dan hadits
yang menunjukan tentang keberkahan, kemuliaan dan keutamaannya juga sangat
banyak. Beberapa keberkahan dari Ramadhan diantaranya adalah; Keberkahan
pertama, adalah bahwa puasa Ramadhan merupakan penyebab terampuninya
dosa-dosa dan terhapusnya berbagai kesalahan. Sebagaimana hadits yang terdapat
dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala (dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. HR. Bukhari dan
Muslim.
Rasulullah bersabda dalam riwayat lainnya;
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ
وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ
الْكَبَائِرَ.
Shalat fardhu
lima waktu, shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan
berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antara masa tersebut
seandainya dosa-dosa besar dijauhkannya. HR. Muslim
Keberkahan kedua, pada bulan ini terdapat satu malam yang lebih
baik dari seribu bulan, yaitu malam lailatul Qadar. Sebagaimana firman Allah
ta’ala:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ..لَيْلَةُ الْقَدْرِ
خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
QS. Al-Qadr: 2-3.
Berdasarkan ayat ini maka para ulama sepakat bahwasanya malam lailatul
qadar terjadi pada bulan Ramadhan khususnya pada sepuluh hari terakhir.
Keberkahan ketiga, yaitu dibukanya pintu-pintu surga dan
ditutupnya pintu-pintu neraka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ
أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ.
Apabila Ramadhan
datang maka pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan syaitan-syaitan
dibelenggu. Sedangkan dalam riwayat an-Nasai dan Imam Ahmad terdapat tambahan:
“Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan yang penuh barakah.”
Penjelasan dari hadits ini adalah bahwa pada bulan Ramadhan pintu-pintu
kebaikan akan dibuka, sebaliknya pintu-pintu keburukan akan ditutup. Secara
keimanan bahwa rahmat Allah pada bulan ini sangat melimpah hingga pahala
amal-amal di dalamnya dilipatgandakan sesuai dengan kehendakNya.
Keberkahan keempat, adalah kaum Muslimin dapat meraih banyak
keutamaan dan manfaat puasa yang bersifat ukhrawi maupun duniawi, di antaranya
yaitu menambah ketakwaan. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. QS. Al-Baqarah: 183.
Tujuan dari puasa dalam ayat ini adalah ketakwaan yang terus meningkat
pada diri umat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ
فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ
إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ.
Puasa itu adalah
perisai, jika suatu hari salah seorang di antara kalian dalam keadaan berpuasa,
maka hendaknya dia tidak berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika seseorang
mencela dan mencacinya, hendaknya ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang
berpuasa. HR. Bukhari dan Muslim.
Makna perisai dalam riwayat ini adalah ia (puasa) akan memelihara
pelakunya dari adzab Neraka pada hari Kiamat, puasa memeliharanya dari hawa
nafsu dan kemungkaran dalam kehidupan dunianya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga telah membimbing orang yang berpuasa untuk meninggalkan
perkataan kotor dan keji, perbuatan-perbuatan yang buruk serta meninggalkan
emosi kemarahan. Akhlak pelaku puasa yang mulia ini akan membantunya meraih
derajat takwa.
Keberkahan kelima, Pelipatgandaan pahala, hal sebagaimana sabda
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ
إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ...
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman, ‘Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya,
kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku. Akulah yang akan
mengganjarnya... HR. Bukhari.
Imam Muslim membawakan pula riwayat yang semakna, di mana Rasulullah
bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ
أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ
الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ
أَجْلِي.
Setiap amal yang
dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebaikan dilipatgandakan menjadi
sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Lalu Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang memberi
ganjarannya. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makannya demi Aku
semata. HR. Muslim.
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Firman Allah Ta’ala yang
menyatakan, ‘Dan Aku-lah yang memberi ganjarannya,’ merupakan penjelasan
yang nyata tentang kebesaran karunia Allah dan melimpahnya balasan pahala-Nya
karena sesungguhnya orang yang mulia dan dermawan jika mengabarkan bahwa dia
sendiri yang akan menanggung balasannya, ini menunjukkan betapa besar kadar
balasan yang dia persembahkan dan betapa luas pemberian yang Dia berikan.
Keberkahan keenam, Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu
lebih baik di sisi Allah Ta’ala daripada wangi minyak kesturi. Sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخَلُوْفُ فَمِ
الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ.
Demi Rabb yang
jiwa Muhammad (berada) di tangan-Nya, sungguh bau mulut seorang yang berpuasa
lebih harum di sisi Allah daripada wangi minyak kesturi. HR. Bukhari dan
Muslim.
Makna Al-khaluuf dalam hadits ini adalah perubahan bau mulut
sebagai akibat dari puasa. Namun hal ini ternyata baik di sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan bahkan disukai-Nya. Hal ini menunjukkan betapa agung perkara
puasa di sisi Allah Ta’ala. Sampai-sampai sesuatu yang menurut manusia dibenci
dan dianggap jijik, ternyata di sisi Allah merupakan sesuatu yang disukai.
Karena hal tersebut dibangun di atas sendi puasa yang merupakan implementasi
dari ketaatan kepada Allah.
Keberkahan keenam, yaitu Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa itu
mendapatkan dua kebahagiaan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam sebuah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ
وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ.
Bagi orang yang
berpuasa itu ada dua kebahagiaan, berbahagia pada saat dia berbuka, berbahagia
dengan puasanya itu dan pada saat ia berjumpa Rabb-nya. HR. Muslim.
Keberkahan ketujuh, yaitu pengistimewaan terhadap orang-orang yang
berpuasa dengan masuknya mereka ke dalam Surga lewat pintu khusus yang bernama
ar-Rayyaan. Dalilnya adalah hadits Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ
يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ
غَيْرُهُمْ."
Sesungguhnya di
Surga itu ada sebuah pintu yang disebut ar-Rayyaan. Pada hari Kiamat nanti
orang-orang yang suka berpuasa akan masuk Surga lewat pintu itu. Tidak ada
seorang pun selain mereka yang diperkenankan (untuk masuk Surga) lewat pintu itu.
HR. Bukhari dan Muslim.
Keberkahan kedelapan, yaitu besarnya keutamaan amal shalih yang
dilakukan dalam bulan ini, dan besarnya motivasi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam untuk memacu kaum Muslimin beramal shalih pada bulan ini. Di antara
amal shalih yang dimaksud adalah sebagai berikut; Pertama : Qiyaamul lail.
Sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi motivasi (kepada para
Sahabat) untuk mendirikan qiyaam Ramadhaan (shalat malam Ramadhan) tanpa
menyuruh mereka dengan paksaan. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Barangsiapa yang
mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala
(dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. HR. Bukhari.
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal sekalipun,
ibadah ini terus berlanjut. Dan terus berlanjut pada masa kekhalifahan Abu
Bakar ash-Shiddiq dan permulaan masa kekhalifahan ‘Umar bin al-Khaththab
Radhiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat
Tarawih bersama Sahabat-Sahabat beliau Radhiyallahu anhum, kemudian beliau
meninggalkannya lantaran khawatir kaum Muslimin menganggap wajib hukumnya
shalat tersebut. Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab berinisiatif untuk
mengumpulkan orang-orang di masjid menunaikan shalat Tarawih.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sungguh-sungguh dan giat
dalam beribadah serta berdo’a pada sepuluh malam terakhir (al-‘asyrul awaakhir)
dari bulan Ramadhan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي الله عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ
وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ.
Dari ‘Aisyah
Radhiyallahu anhuma berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila
memasuki sepuluh hari (yang terakhir di bulan Ramadhan), beliau menghidupkan
malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan kainnya. HR. Bukhari dan
Muslim.
Keberkahan lainnya yaitu dilipatgandakannya pahala shadaqah pada bulan
ini, Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu nahuma berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَ
النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ
يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ
مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan. Dan
beliau lebih dermawan lagi ketika di bulan Ramadhan pada saat Jibril
menemuinya. Maka pada saat Jibril menemuinya, ketika itulah beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih dermawan dalam kebaikan dari pada angin yang berhembus.
HR. Bukhari dan Muslim.
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah anjuran untuk
memperbanyak berderma dan bersedekah, lebih-lebih lagi dalam bulan Ramadhan
yang penuh barakah ini.
Keutamaan membaca al-Qur’an pada bulan Ramadhan dan pahala yang berlipat
ganda, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengulang-ulang
hapalannya bacaan al-Qur-annya bersama Jibril, satu kali di setiap Ramadhan.
Sebagaimana yang tertera dalam hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma. Dalam
hadits itu disebutkan:
وَكَانَ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِيْ رَمَضَانَ
حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْقُرْآنَ.
Jibril
menemuinya setiap malam pada bulan Ramadhan hingga terbaring. Saat itu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan hapalan bacaan al-Qur-annya pada
Jibril. HR. Bukhari dan Muslim.
Para Salafush Shalih Radhiyallahu anhum memperbanyak bacaan al-Qur-annya
di dalam shalat maupun pada kesempatan lainnya.
Selanjutnya adalah ibadah khas di akhir Ramadhan yaitu Al-I’tikaaf,
ia berupa berdiam diri di masjid untuk beribadah dalam rangka taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ber-i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Dalam hadits
‘Aisyah Radhiyallahua anhuma disebutkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ
اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
Bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan, (amalan ini terus dilakukannya-pent) hingga Allah mewafatkannya.
Kemudian istri-istri beliau meneruskan amal ber-i’tikaf sepeninggalnya. HR.
Bukhari dan Muslim.
Tidak diragukan lagi bahwa i’tikaf akan membantu pelakunya berkonsentrasi
untuk melakukan ibadah dan bertaqarrub kepada Allah Jalla wa ‘Alaa. Lebih lagi
pada saat-saat yang dimulia-kan, seperti bulan Ramadhan atau sepuluh hari
terakhir dari bulan Ramadhan.
Ibadah selanjutnya yang memiliki nilai berlipat ganda adalah Umrah di bulan
Ramadhan, dasarnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
seorang wanita Anshar yang tidak sempat melaksanakan haji bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ
تَعْدِلُ حَجَّةً.
Apabila datang
bulan Ramadhan, maka laksanakanlah ‘umrah kamu, sesungguhnya ‘umrah pada bulan
Ramadhan nilainya setara dengan Haji. Dalam riwayat lain disebutkan: (‘Umrah
pada Ramadhan itu) dapat menggantikan Haji atau menggantikan Haji bersamaku.
HR. Bukhari dan Muslim.
Maksudnya, nilai pahala ‘umrahnya wanita Anshar menyamai nilai pahala
ber-Haji, bukannya ‘umrah tersebut dapat menggantikan kedudukan hukum wajibnya
Haji, sehingga dapat menggugurkan hukum wajibnya haji tersebut, bukanlah demikian.
Keberkahan kesembilan, adalah banyak peristiwa-peristiwa besar nan
mulia yang terjadi di bulan ini. Sesungguhnya dari sekian banyak peristiwa
penting yang terjadi di bulan yang penuh berkah ini, maka peristiwa yang paling
fenomenal dan sangat bermanfaat untuk ummat manusia adalah peristiwa turunnya
al-Qur-an al-Karim. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil)... QS. Al-Baqarah: 185.
Sedangkan di antara peristiwa fenomenal lainnya yang sarat manfaat,
adalah sebagai berikut: Pertama, Perang Badar Kubra, yang dinamakan
sebagai yaumul Furqaan (hari Pembeda). Pada hari itu Allah memisahkan dan
membedakan antara kebenaran dan kebathilan. Maka, ketika itu, kelompok
minoritas yang beriman meraih kemenangan atas kelompok besar yang kafir yang
jauh lebih unggul dalam hal kuantitas pasukan dan perbekalan. Peristiwa ini
terjadi pada tahun kedua Hijriyyah. Kedua, Futuh Makkah. Sesungguhnya
Allah telah memberi nikmat besar pada kaum mukminin dengan futuh (penaklukan)
yang penuh barakah ini. Orang-orang secara berbondong-bondong masuk ke dalam
Islam, lalu jadilah Makkah sebagai Daarul Islam (negeri Islam), setelah
sebelumnya menjadi pusat kesyirikan orang-orang musyrik. Peristiwa ini terjadi
pada tahun kedelapan Hijriyah. Ketiga, Perang Hiththin pada tahun 584 H.
Dalam peperangan ini kaum Salibis mengalami kekalahan yang telak. Dan
Shalahuddin al-Ayubi meraih kemenangan-kemenangan besar, lalu mengembalikan
hak-hak kaum muslimin dan merebut kembali Baitul Maqdis. Keempat, Peperangan
‘Ain Jaluut. Inilah peperangan sengit yang diakhiri dengan kemenangan bagi
kaum muslimin atas pasukan Tartar. Peperangan ini terjadi pada tahun 658
Hijriyyah.
D. SDM
Syariah Menyambut Ramadhan Penuh Berkah
SDM Syariah sebagai pribadi-pribadi muslim yang komitmen dengan Islam dan
seluruh syariahnya, haruslah menyambut bulan penuh keberkahan ini dengan penuh
kebahagiaan. Keimanan kepada Allah ta’ala dan rasulNya menjadikannya yakin
bahwa bulan mulia ini adalah masanya untuk melakukan berbagai aktifitas ibadah
dalam makna seluas-luasnya.
Perasaan bahagia menyambut datangnya Ramadhan adalah salah satu dari
bukti keimanan seseorang. Sehingga jika ketika Ramadhan tiba, namun tida ada
rasa bahagia dalam diri kita, maka berhati-hatilah karena bisa jadi keimanan
kita mengalami reduksi. Hal yang bisa dilakukan adalah introspeksi diri,
mengingat kembali hal-hal yang telah kita lakukan pada Ramadhan yang lalu dan
menyiapkan diri untuk mengisi Ramadhan tahun ini dengan penuh kesungguhan dalam
beribadah kepadaNya.
Korelasinya dengan pekerjaan, maka sejatinya SDM Syariah meyakini bahwa
kerja yang ia lakukan adalah bagian dari ibadah. Sehingga tidak ada alasan
baginya untuk bermalas-malasan ketika Ramadhan tiba. Sebaliknya merujuk pada
peristiwa-peristiwa di masa lalu di bulan mulia ini, maka sejatinya kehadiran
Ramadhan adalah kawah candradimuka bagi para pekerja muslim. Ia adalah bulan
untuk mengukir prestasi, memperoleh target pemasaran tertinggi, target produksi
maksi dan efektifitas kerja yang optimal. Puasa bukanlah alasan untuk
menurunkan produktifitas kerja, apalagi hingga bermalas-malasan karena alasan
puasa.
E. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai SDM Syariah menyongsong Ramadhan penuh
berkah maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:
Pertama, Sumber Daya Manusia (SDM) Syariah adalah setiap muslim yang
mendasarkan seluruh aktifitas kerjanya berdasarkan nilai-nilai Syariah Islam.
Ia yakin bahwa Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur sleuruh sendi
kehidupan termasuk dalam masalah pekerjaan.
Kedua, Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan karena di dalamnya terdapat
berbagai ibadah khas yang tidak ada di bulan lainnya. Pahala ibadah pada bulan
ini juga memiliki kekhasan karena akan dilipatgandakan oleh Allah ta’ala.
Ketiga, SDM Syariah dalam menyambut bulan penuh berkah ini adalah dengan
introspeksi diri yaitu menguatkan keimanan dan ketakwaan melalu berbagai amal
ibadah yang dapat dilakukan menjelang, selama dan setelah bulan Ramadhan. Selanjutnya
aplikasi dari keyakinan tersebut dalam karya nyata yaitu aktifitas kerja yang
selayaknya memiliki kuantitas dan kualitas yang lebih dari bukan-bulan
biasanya. Hal ini karena kerja dalam Islam adalah bagian dari ibadah, sehingga
semakin ia banyak kerja semakin pula pahala akan didapatkannya.
Bahan Bacaan
Abu Adbillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Qurthubi, al-Jami’
al-Ahkam al-Qur’an Juz 19, Beirut: Muasasah al-Risalah, 2006.
Abu al-Qasim al-Husain bin Muhammad al-Raghib al-Ashfahani, al-Mufradat
fi Gharib al-Qur’an, Beirut: Daar al-Ma’rifah, tt.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Qurthubi
Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayi al-Qur’an, Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, tt.
Abu Sinn, Ibrahim. 2006. Manajemen Syariah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Greer, Charles R. Strategy and Human Resources:
a General Managerial Perspective. New Jersey: Prentice Hall, 1995.
Hasbi
Ash-Shidieqy, Pengantar hukum Islam, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
, 2001.
Ibnu Mandzur, Lisaan al-Arab
M. Ali Hasan,
Perbandingan Madzhab, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 1995.
Manna'
Khalil al-Qathan, At-Tasyri' Wa Al-Fiqhi fi Al-Islam Tarikhan wa Manhajan,
Mesir : Maktabah Wahbah, 2001.
Muhammad bin Ya’qub Al-Fairuz Abady, Al-Qamus al-Muhith.
Prawiranegara, Sjafruddin. 1966. “Peran Agama
dan Moral” dalam Pembangunan Masyarakat dan Ekonomi Indonesia,
Djakarta. Jakarta: Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...