Oleh: Misno bin Mohd Djahri
Salah satu dari berita viral saat
ini adalah fenomena Sebagian masyarakat yang sebagian besar adalah generasi
muda yang berasal dari wilayah Citayam, Bojong Gede dan Depok. Mereka berkumpul
dan membuat berbagai kegiatan khususnya “nongkrong” dan bergaya di Kawasan Sudirman
Central Business District (SCBD) yang selama ini menjadi Kawasan bisnis dan
wilayah orang-orang berdasi dan kalangan professional lainnya. Ada banyak
pendapat dari berbagai ahli yang membahas eksistensi mereka. Bagaimana dalam perspektif
sosial keagamaan khususnya Islam?
Fenomena “nongkrong” dan
kumpul-kumpul anak muda, sejatinya bukan hanya sekarang terjadi, namun sudah
sejak lama. Dulu ada istilah “mejeng” yaitu nongkrong di pinggir jalan untuk
sekadar bergaya atau mencari hiburan. Kalau fenomena “Citayam Fashion Week”
saat ini lebih viral (terkenal dan menyebar) karena media sosial yang saat ini
begitu menyebar ke seluruh penjuru hingga kemudian istilah ini viral.
Islam sebagai agama yang paling palingpurna
telah mengatur seluruh sendi kehidupan, termasuk aturan mengenai “nongkrong”
dan berkumpul di pinggir jalan. Bahkan para sahabat juga memiliki kebiasaan
untuk duduk-duduk di pinggir jalan pada masa lalu. Sehingga Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wassalam bersabda:
إِيَّاكُمْ
وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ. فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ، إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا
نَتَحَدَّثُ فِيهَا. قَالَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ
حَقَّهَا قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الأَذَى،
وَرَدُّ السَّلاَمِ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Janganlah kalian duduk-duduk di
pinggir jalan.” Mereka bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami
lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkerama.” Beliau bersabda,
“Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak
jalan tersebut.” Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab,
“Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan
amar makruf nahi munkar.” HR. Bukhari.
Merujuk pada riwayat ini maka
sejatinya tidak ada masalah untuk duduk-duduk di pinggir jalan, namun ada
aturan yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah; Menundukkan pandangan,
menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar makruf nahi munkar. Aturan
ini menunjukan kesempurnaan Islam, bagaimana ternyata kebiasaan seperti ini
juga diperbolehkan dengan syarat sesuai dengan aturan-aturan Islam.
Kembali kepada fenomena para pemuda
yang nongkrong di SCBD yang kemudian dipeleserkan menjadi Sudirman,
Citayam, Bojong Gede dan Depok, maka melihat hukum asalnya boleh-boleh saja
untuk melakukan berbagai kegiatan positif dan islami di sana. Namun perlu diperhatikan
hal-hal lainnya yang melanggar aturan dan juga syariah Islam. Karena faktanya
beberapa kegiatan justru mengandung unsur yang diharamkan dalam Islam, dimulai
dari pakaian mereka yang tidak menutup aurat atau tasyabuh dengan orang non muslim,
penggunaan aksesoris yang tidak islami seperti tato, music-musik yang tidak
Islami hingga lenggak-lenggok mereka yang seoalh-olah berada di atas catwalk.
Pihak berwenang sendiri sudah mengantisipasi
kegiatan mereka, mulai dari penjagaan bahaya narkoba, pergaulan bebas, hingga
gangguan keamanan di sekitar lokasi. Islam sendiri lebih detail mengatur hal
ini yang lebih komprehensif dan berefek jangka Panjang bagi pribadi, komunitas
dan juga masyarakat.
Maka, fenomena anak-anak di SCBD
memang salah satu budaya urban yang akan terus ada, Islam memberikan panduan
dalam setiap kegiatan yang ada. Peran dari setiap muslim, ulama dan yang
memahami fenomena ini hendaknya selalu dan terus peduli sehingga tidak terjadi
hal-hal yang melanggar dari syariah Islam. Silahkan berkreasi dan melakukan
berbagai kegiatan di mana saja, namun syaratnya perhatikan aturan-aturan Islam
di dalamnya. Wallahu a’alam. 21072022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...