Kaidah-kaidah
fiqhiyyah yang bersifat Umum
(Al-Qawa’id
Al-‘Ammah)
A.
Pendahuluan
Hukum Islam adalah hukum yang komprehensif, ia mengatur seluruh
sendi kehidupan manusia. Dari manusia bangun hingga tidur semua telah diatur
oleh Islam, dari manusia lahir di dunia hingga ia meninggal dunia telah ada
aturannya dalam Islam. Allah ta’ala berfirman:
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى
وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًۭا
Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagi kalian. QS. Al-Maidah:
3.
Ayat ini menunjukan bahwa Islam adalah agama sempurna,
kesempurnaannya tercermin dari aturan hukumnya yang komprehensif dalam arti
menyeluruh pada seluruh dimensi kehidupan manusia. Para ahli hukum Islam telah
membuktikan bahwa hukum Islam adalah hukum yang sempurna, mereka menggali
Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk merumuskan berbagai kaidah hukum tentang berbagai
hal, baik yang bersifat umum atau bersifat khusus. Kaidah-kaidah hukum yang
telah dirumuskan oleh para ahli tersebut terangkai dalam istilah qawa’id
al-fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqh Islam).
Qawaidul Fiqhiyyah
menurut bahasa berarti dasar-dasar yang berhubungan dengan masalah-masalah atau
jenis-jenis hukum (fiqh). Sedangkan menurut istilah ahli ushul, qawaidul
fiqhiyyah adalah hukum yang biasa berlaku bersesuaian dengan sebagian besar
bagian-bagiannya. Maksudnya adalah bahwa kaidah-kaidah hukum tersebut berkaitan
dengan hukum-hukum yang bersifat umum dan global sehingga satu kaidah bisa
diterapkan pada beberapa kasus hukum. Maka qawaid al-fiqhiyyah adalah
suatu perkara kulli yang berlaku pada semua bagian-bagian atau
cabang-cabangnya, yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang tersebut.
Apabila kaidah hukum fiqh tersebut hanya berkaitan dengan masalah
khusus dan ruang lingkupnya lebih sempit maka disebut dengan Qawaid
Al-Fiqhiyyah Ghairu Asasiyah atau kaidah hukum yang bersifat cabang.
B.
Pembahasan
Sedangkan qawaid al-fiqhiyyah ghairu asasiyyah berarti
kaidah-kaidah umum fikih yang bukan kaidah pokok (asasiyyah) seperti
yang diuraikan sebelumnya. Kaidah tersebut adalah kaidah-kaidah umum yang ruang
lingkup dan cakupannya luas. Kaidah ini berlaku dalam berbagai cabang hukum
fikih. Di antaranya yaitu dalam bidang muamalah, peradilan, jinayah dan hukum
keluarga.
1.
Manfaat Kaidah Fikih
Kaidah-kaidah fikih sangat penting dan bermanfaat bagi ilmu fikih.
Manfaat kaidah fikih ini antara lain, yaitu:
a.
Dengan
mengetahui kaidah-kaidah fikih kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum fikih
sehingga dapat mengetahui titik temu dari masalah-masalah fikih.
b.
Dengan
memperhatikan kaidah-kaidah fikih akan lebih mudah menetapkan hukum bagi
masalah-masalah yang dihadapi.
c.
Dengan
memperhatikan kaidah-kaidah fikih akan lebih arif dalam menerapkan
materi-materi fikih dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adat
yang berlainan.
2.
Beberapa Kaidah-Kaidah Ghairu Asasiyyah
Berikut ini sembilan macam kaidah-kaidah umum fikih yang bukan
kaidah asasiyyah (al-qawaid al-fiqhiyyah al-ammah ghairu asasiyyah),
yaitu:
ﻤﺎ ﻻ ﻴﺘﻢ ﺍﻠﻮﺠﺐ ﺇﻻ ﺒﻪ ﻔﻬﻮ ﻮﺍ ﺠﺐ
Sesuatu
kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaannya kecuali dengan adanya sesuatu hal,
maka sesuatu hal tersebut hukumnya wajib pula ada.
Maksud kaidah ini yaitu apabila suatu kewajiban tidak sempurna
pelaksanaannya kecuali dengan adanya perbuatan atau hal lain maka perbuatan
tersebut wajib pula dilaksanakan. Contoh: shalat adalah wajib dan shalat tidak
sah apabila tidak suci dari hadas dan berwudhu, maka suci dari hadas dan
berwudhu juga wajib dilakukan. Contoh lainnya, membayar hutang itu wajib, maka
bekerja ekstra untuk dapat membayar hutang sampai lunas adalah wajib, karena
apabila bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup saja, tentunya dapat
berakibat tidak terbayarnya hutang.
Kaidah
ini diperkuat dengan kaidah:
ﻠﻠﻮﺴﺎﺌﻞ ﺤﻜﻢ ﺍﻠﻤﻘﺎﺼﺪ
Hukum
wasilah/sarana adalah sama dengan hukum tujuan.
Sebagai contoh: Menunaikan ibadah haji itu wajib bagi yang mampu,
maka wajib pula menyediakan sarana-sarana dalam pelaksanaan ibadah haji.
ﻤﺎ ﺤﺮﻢ ﺇﺴﺘﻌﻤﺎ ﻠﻪ ﺤﺮﻢ ﺇﺘﺧﺎﺬﻩ
Apa
yang diharamkan untuk digunakan,
maka haram pula mendapatkannya/ membuatnya
Maksudnya yaitu sesuatu yang haram digunakan, baik haram dimakan,
diminum ataupun dipakai, maka haram pula hukum mendapatkannya atau membuatnya. Contoh:
Memakan bangkai dan binatang yang diharamkan dalam islam, maka haram pula
menerimanya, membelinya, menjualnya dan membuat tempat sarana-sarana lainnya.
3.
Kaidah Ketiga
ﻤﺎ ﺤﺮﻢ ﺃﺧﺬﻩ ﺤﺮﻢ
ﺇﻋﻂﺎﺀﻩ
Apa
yang diharamkan untuk diambil atau dibuat, maka haram pula memberikannya.
Sebagai
contoh: Haram mengambil barang milik orang lain, maka haram pula memberikan
barang tersebut kepada orang lain.
ﺍﻠﻤﺸﻐﻮﻞ ﻻ ﻴﺸﻐﻞ
Sesuatu
yang sedang dijadikan objek perbuatan tertentu, maka tidak boleh dijadikan
objek perbuatan lainnya.
Sebagai contoh: Apabila seseorang telah meminjamkan pulpennya
kepada adiknya misalnya, maka ia (kakak atau yang meminjamkan) tidak boleh lagi
hendak meminjamkan pulpennya tersebut kepada temannya, terkecuali sang adik
telah mengembalikan pulpen tersebut kepadanya terlebih dahulu. Begitu juga
dengan permasalahan hukum Islam lainnya.
ﻴﻘﺒﻞ ﻘﻮﻞ ﺍﻠﻤﺘﺮﺟﻢ ﻤﻄﻠﻘﺎ
Kata-kata
seorang penerjemah diterima tanpa syarat.
Sebagai contoh seorang turis Amerika yang sedang berlibur ke
Indonesia, maka ia harus menerima terjemahan bahasa dari pemandu wisatanya.
ﺍﻠﻨﻌﻤﺔ ﺒﻘﺪﺮ ﺍﻠﻨﻘﻤﺔ ﻮﺍﻠﻨﻘﻤﺔ ﺒﻘﺪﺮ
ﺍﻠﻨﻌﻤﺔ
Kenikmatan
disesuaikan dengan kadar jerih payah dan jerih payah disesuaikan dengan
kenikmatan.
Maksudnya yaitu suatu keuntungan diukur dengan pengorbanan dan
pengorbanan diukur menurut keuntungan. Potongan pertama dari kaidah ini sering
diungkapkan dengan al-ujrah bi qadri al-masyaqqah, artinya upah diukur
dengan jerih payah atau kesulitan. Makin sulit mencapai sesuatu, maka makin
tinggi pula nilai yang didapat. Makin berat godaannya, makin besar pahalanya.
Sebagai contoh seorang siswa yang rajin belajar akan mendapatkan
pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan siswa yang kurang rajin belajar,
karena pengetahuan yang luas sepantasnya diperoleh oleh siswa yang rajin.
ﻻ ﻤﺴﺎﻍ ﻠﻺ ﺠﺘﻬﺎﺪ ﻔﻲ ﻤﻮﺮﺪ ﺍﻠﻨﺺ
Tidak
diperkenankan ijtihad pada tempat yang telah ada nashnya
Maksud nash di sini yaitu ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi
sebagai sumber hukum. Kaidah ini dapat dipahami bahwa apabila teks hukum sudah
jelas, maka tidak perlu lagi ada penafsiran. Misalnya hukum meminum khamr
itu sudah jelas haram, maka tidak perlu lagi berijtihad untuk mencari untuk
menetapkan hukumnya lagi atau hanya mencari-cari agar bisa menjadi halal.
ﺍﻠﻤﻴﺴﻮﺮﻻ ﻴﺴﻘﻄ ﺒﺎﻠﻤﻌﺴﻮﺮ
Suatu
perbuatan yang mudah dijalankan, tidak menggugurkan perbuatan yang sukar dijalankan.
Maksudnya yaitu adanya suatu perbuatan yang mudah dikerjakan dan
ada pula perbuatan yang sulit dilakukan, namun keduanya memiliki keterkaitan.
Kalau kedua perbuatan tersebut sama-sama merupakan kewajiban, maka keduanya
tetap dilakukan sedapat mungkin.
Sebagai contoh: Seorang suami berkewajiban memberikan nafkah untuk
istri dan anak-anaknya, namun ia hanya mampu memberikan nafkah yang relatif
sedikit karena pekerjaannya hanya sebagai seorang buruh, maka berilah nafkah
tersebut. Tidak berarti karena ia hanya bisa memberikan nafkah sedikit lalu dia
boleh meninggalkan kewajiban memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya
tersebut. Kaidah di atas mirip dengan kaidah
ﻤﺎ ﻻﻴﺪﺮﻚ ﻜﻠﻪ ﻻ ﻴﺘﺮﻚ ﻜﻠﻪ
Apa
yang tidak bisa dilaksanakan secara keseluruhan, jangan ditinggalkan seluruhnya.
Kaidah-kaidah
tersebut mendapat pengukuhannya dengan hadis Nabi:
ﺇﺬﺍ ﺃﻤﺮﺘﻜﻢ ﺒﺄﻤﺮﻔﺄﺘﻮﺍ ﻤﻨﻪ ﻤﺎ ﺍﺴﺘﻄﻌﺘﻢ
Apabila
aku memerintahkan kamu sekalian dengan suatu perintah maka lakukanlah perintah
itu semampu kalian. HR. Baihaqi dari
Ibnu ‘Abbas.
ﻴﺪﺨﻞ ﺍﻠﻘﻮﻱﻋﻠﻰ ﺍﻠﻀﻌﻴﻒ ﻮﻻﻋﻜﺲ
Yang
kuat mencakup yang lemah dan tidak sebaliknya
Sebagai contoh seseorang melakukan kejahatan-kejahatan yang
hukumannya berbeda, misalnya mencuri kemudian berzina. Maka hukumannya adalah
potong tangan dan dirajam. Maka dalam kaidah ini hukuman rajam bisa menyerap
hukuman potong tangan, namun tidak sebaliknya.
C.
Kesimpulan
Qawaid al-fiqhiyyah ghairu asasiyyah berarti kaidah-kaidah umum fikih yang bukan kaidah asasiyyah
(pokok). Kaidah ini adalah kaidah-kaidah umum yang ruang lingkup dan cakupannya
luas yaitu mencakup berbagai cabang hukum fikih. Misalnya dalam bidang
muamalah, peradilan, jinayah dan hukum keluarga. Kaidah-kaidah fikih sangat
bermanfaat dalam ilmu fikih. Salah satu manfaatnya yaitu dengan memperhatikan
kaidah-kaidah fikih akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang
dihadapi dengan disesuaikan menurut waktu dan tempat penerapan hukum (fikih)
yang berbeda-beda.
D.
Pertanyaan Latihan
1.
Apa
yang dimaksud dengan Kaidah Asasiyah?
2.
Sebutkan
tiga contoh Kaidah Asasiyah
3.
Apa
urgensi Kaidah Asasiyah dalam praktek ekonomi modern?
4.
Apa
perbedaan antara Kaidah Asasiyah dan Kaidah Furu’iyyah?
5.
Bagaimana
cara mengetahui suatu kaidah termasuk Kaidah Asasiyah?
E.
Daftar Pustaka
Abdurrahman
As-Suyuti, Al-Asybah Wa Nadzair Fi
Qawa’id Wal Furu’ Fiqh Syafi’iyyah, Beirut: Darul Kutub
Al-‘Ilmiyyah, cet. I, tahun 1983.
Ahmad
bin Syaikh Muhammad Az-Zarqa, Syarh Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, Damaskus:
Darul Qalam, tahun 1989.
Ali bin Muhammad al-Jurjani (1405), al-Ta‘rifat. Beirut :
Dar al-Kitab al-‘Arabi.
Khallaf, Abd a-Wahhab, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr,
1986, cet.ke-20.
Shalih
Ibn Ghanim as-Sadlan, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah al-Kubra, Riyadh: Dar
al-Balansiyyah, 1417 H.
Zahrah, al-Imam Muhammad Abu, Ushul al-Fiqh, Tt: Dar al-Fikr
al-‘Arabi. Tahun 1958.
Zakiyuddin Sa’ban, Ushul al-Fiqh al-Islamiy, Kairo: Daar
Nahdhoh Arabiyah, 1968.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...