A. KEUTAMAAN
MENGURUS JENAZAH
Rasulallah
Shallallaahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa
memandikan (jenazah) seorang muslim seraya menyembunyikan (aib)nya dengan baik,
maka Allah akan memberikan ampunan empat puluh kali kepadanya. Barangsiapa
membuatkan lubang untuknya lalu menutupinya, maka akan diberlakukannya pahala
seperti pahala orang yang memberikan tempat tinggal kepadanya sampai hari
kiamat kelak. Barangsiapa mengkafaninya, niscaya Allah akan memakaikannya sundus
(pakaian dari kain sutera tipis) dan istabraq (pakaian sutera tebal) Surga di
hari kiamat kelak.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Al-Hakim berkata; Shahih
dengan syarat Muslim. Dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
B. PIHAK YANG
BERHAK MENGURUSI JENAZAH
Hendaknya yang
mengurusi jenazah adalah orang yang lebih mengetahui sunnahnya dengan tingkatan
sebagai berikut;
1.
Jenazah laki-laki diurusi
oleh orang yang telah ditunjuk oleh si mayit sendiri sebelum wafatnya
(berdasarkan wasiatnya). Kemudian Bapaknya, lalu anak laki-lakinya, kemudian
keluarga terdekat si mayit.
2.
Jenazah wanita diurusi oleh
orang yang telah ditunjuk oleh si mayit sendiri sebelum wafatnya (berdasarkan
wasiatnya). Kemudian Ibunya, kemudian anak wanitanya, kemudian keluarga
terdekat si mayit.
3.
Suami diperbolehkan
mengurusi jenazah istrinya, begitu pula sebaliknya.
4.
Adapun jenazah anak yang
belum baligh dapat diurusi oleh kaum laki-laki atau perempuan karena tidak ada
batasan aurat bagi mereka.
5.
Apabila seorang lelaki
wafat di antara kaum wanita (tanpa ada seorang lelaki muslim pun bersama mereka
dan tanpa ada istrinya atau ibunya) demikian pula sebaliknya maka cukup
ditayamumkan saja.
Seorang muslim
tidak diperbolehkan mengurusi jenazah orang kafir (QS. At-Taubah ; 84)
C. ALAT DAN
BAHAN YANG DIPERLUKAN
1.
Gunting, untuk menggunting
pakaian si mayit sebelum dimandikan.
2.
Sarung tangan bagi petugas
yang memandikan mayit.
3.
Sabut penggosok (spons).
4.
Alat penumbuk dan cawan
besar untuk menghaluskan kapur barus.
5.
Perlak plastik atau
sejenisnya.
6.
Sidr (perasan daun bidara),
bila sulit didapatkan boleh menggantinya dengan shampoo dan sabun.
7.
Kapur barus.
8.
Masker bagi petugas.
9.
Kapas.
10. Air.
11. Minyak wangi kesturi.
12. Plester perekat.
13. Gunting kuku dan rambut.
14. Handuk atau sejenisnya
15. Sisir
16. Kain kafan; dua lembar berwarna putih bersih dan satu kain putih
bergaris (hibarah) atau tiga lembar seluruhnya berwarna putih bersih bagi
laki-laki.
D. TATA CARA
MEMANDIKAN JENAZAH
Menutup aurat si
mayit ketika memandikannya. Melepas pakaiannya (dengan menggunakan gunting)
serta menutupinya dari pandangan orang banyak.
Hendaknya
melemaskan persendian si mayit, memotong kumisnya, kukunya dan bulu ketiaknya
jika kebetulan panjang. Sedangkan bulu kemaluan tidak boleh dipotong karena
termasuk aurat yang vital.
Mengangkat
kepalanya sampai seolah-olah dalam posisi duduk, lalu mengurut perutnya dengan
perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih tersisa dalam perutnya.
Hendaklah memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran yang keluar.
Petugas
menggunakan sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul
dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya.
Dianjurkan air yang dipakai adalah air yang sejuk, kecuali bila dibutuhkan air
panas untuk menghilangkan kotoran yang melekat di jasad si mayit. Namun jangan
mengerik atau menggosok mayit dengan keras.
Kemudian
mengucapkan basmalah dan mewudhu’kan si mayit sebagaimana wudhu untuk shalat.
Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup
dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi diantara
bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidung sampai bersih.
Setelah
mewudhukan dianjurkan untuk mencuci rambut dan janggutnya dengan busa perasan
daun bidara. Bagi jenazah wanita, bila rambutnya dikepang diurai terlebih
dahulu baru dicucikan rambutnya.
Setelah itu
membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit dari bagian depan dilanjutkan ke
bagian belakang dengan cara memiringkan si mayit ke sebelah kiri petugas.
Demikian pula anggota badan sebelah kiri. Jumlah siraman dengan bilangan yang
ganjil sampai dianggap bersih. Hendaknya memandikan dengan menggunakan perasan
daun bidara setiap kali siraman atau sabun.
Setiap kali
membasuh bagian perut si mayit, keluar kotoran dari perutnya, hendaknya
langsung dibersihkan.
Dianjurkan
siraman terakhir dengan menggunakan kapur barus.
10. Setelah selesai memandikannya hendaknya
mengeringkan dengan handuk atau sejenisnya.
11. Dianjurkan menyisir rambut si mayit. Adapun
jenzah wanita, rambutnya dikepang tiga dan diletakkan ke belakang punggungnya.
12. Apabila masih keluar kotoran setelah
dimandikan, hendaklah menutup kemaluannya dengan kapas, kemudian mencuci
kembali anggota yang terkena najis lalu si mayit diwudhukan kembali.
13. Janin yang gugur, bila telah mencapai empat
bulan jenazahnya hendaklah dimandikan, dikafani, dishalatkan dan diberi nama.
14. Bila tidak terdapat air, si mayit cukup
ditayamumkan saja.
E. TATA CARA
MENGKAFANI JENAZAH
Tiga kain kafan
dibentangkan dan disusun tiga lapis. Kain kafan yang langsung bersentuhan
dengan jenazah terlebih dahulu diberikan wewangian. Kemudian meletakkan si
mayit di atas kain kafan dalam posisi terlentang. Lalu letakkan kapas yang
telah dibubuhi wewangian pada selangkangan si mayit atau pada lipatan tubuh
yang lain.
Hendaklah
menyediakan kain yang telah dibubuhi kapas untuk menutup aurat si mayit dengan
melilitkannya (seperti melilit popok bayi).
Hendaklah
membubuhi wewangian pada lekuk-lekuk wajah si mayit seperti dua mata, lubang
hidung, bibir, kedua telinga dan ketujuh anggota sujudnya. Dan dibolehkan juga
membubuhi seluruh anggota badannya dengan wewangian.
Lembaran pertama
kain kafan dilipat dari sebelah kanan, baru yang sebelah kiri sambil mengambil
handuk penutup auratnya. Menyusul lembaran kedua dan ketiga. Wewangian juga
dibubuhkan di sela-sela ketiga kain kafan tersebut dan bagian kepala si mayit.
lalu gulunglah
sisa kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya.
Kemudian lipat ke arah kaki dan kepalanya. Jumlah sisa kain kafan sebelah atas
lebih banyak daripada sisa kain kafan di bagian bawah. Lalu ikatlah dengan
tujuh utas tali (tali diikatkan di; atas kepala, leher, dada, perut, paha,
betis, dan setelah kaki). Dibolehkan juga pengikatan kurang dari tujuh utas
tali, sebab maksud pengikatan agar kain kafan tersebut tidak lepas (terbuka).
Jenazah wanita
dikafani dengan lima helai kain; kain sarung untuk menutupi bagian bawahnya,
baju kurung (yang terbuka sisi kanan dan kirinya), kerudung untuk menutupi
kepalanya, serta dua helai kain kafan yang digunakan untuk menutupi sekujur
tubuhnya.
F. KETENTUAN
MANDI BAGI YANG MEMANDIKAN JENAZAH dan BERWUDHU BAGI YANG MENANDU KERANDA
JENAZAH
Disunnahkan bagi
orang yang telah memandikan jenazah untuk mandi. Rasulallah Shallallaahu
’Alaihi Wa Sallam bersabda;
”Barangsiapa
telah selesai memandikan jenazah, hendaklah ia mandi; dan barangsiapa yang
mengangkatnya hendaklah ia berwudhu.”
(HR. Abu Dawud,
At-Tirmidzi dari Abu Hurairah RA. At-tirmidzi menilainya sebagai hadits hasan).
G. MARAJI
Al-Albani, Syaikh
Muhammad Nashiruddin, Hukum dan Tata Cara Mengurus Jenazah Menurut Al-Qur’an
dan As-Sunnah, Bogor: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2005.
Al-Maktab
At-Ta’awuni Li Ad-da’wah Al-Irsyad wa Tau’iyah Al-Jaliat Fi Sulthanah, Cara
Mudah Mengurus Jenazah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia, April 2006.
Al-Jibrin,
Abdullah bin Abdurrahman, Tuntutan Shalat dan Mengurus Jenazah, Solo: Penerbit
At-Tibyan, 2002.
As-Sayyid Salim,
Abu Malik Kamal, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2006.
Al-Asqalani,
Imam Ibnu Hajar, Fathul Baari, Jakarta: Pustaka Azzam, Nopember 2006.
Abu Akif
Wallaahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...