Persamaan gender yang dihasung para penganut faham feminisme
serta musuh-musuh islam telah berhasil meracuni pemikiran banyak kalangan,
termasuk kaum muslimah. Padahal model persamaan yang mereka maksud dengan
istilah emansipasi, sangat bertentangan dengan syari’at Islam. Secara fitrah,
Allah memang telah melebihkan derajat kaum pria atas kaum wanita karena
berbagai faktor. Dalam segi fisik serta sisi tertentu wanita memang berada
dibawah kaum pria.
Namun hal ini bukanlah merupakan kezhaliman dan diskriminasi
atas kaum wanita. Maha suci Allah, justru dengan syari’atNya, Allah telah
mengangkat harkat dan derajat kaum wanita sesuai dengan fitrah yang telah
ditetapkan.
Kelemahan akal dan agama pada wanita, antara makna dan
hikmahnya. Pada bagian tertentu wanita memiliki kelemahan seperti dalam segi
fisik, pengendalian emosi, daya pikir serta kemampuan untuk memimpin. Allah
telah melebihkan kaum pria diatas kaum wanita. Tidak pernah tercatat dalam
sejarah, Allah mengangkat seorang wanita menjadi Nabi dan Rasul. Allah juga
telah menjelaskan bahwa salah satu karakter seorang wanita adalah lemah dalam
berargumentasi dan kecenderungan gemar berhias dan bersolek. Allah berfirman: “Dan apakah patut (menjadi
anak Allah) orang dibesarkan dalam keadaan berhiasan sedang dia tidak dapat
memberi alasan yang terang dalam pertengkaran? (QS. Az-Zukhruf: 18).
Sehingga secara umum kaum pria memang lebih berakal dan lebih
bisa berpikir panjang dibanding kaum wanita. Sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang menjelaskan makna kelemahan akal dan agama pada wanita. Dari
Abdullah bin Umar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesungguhnya
beliau bersabda: “Wahai sekalian wanita bersedekahlah kalian dan perbanyaklah
istighfar karena aku melihat mayoritas penghuni neraka adalah kalian.”
Salah
seorang wanita cerdik diantara mereka bertanya: “Wahai
Rasulullah mengapakah kebanyakan dari kami menjadi mayoritas penghuni neraka?”
Beliau menjawab: “(Karena) kalian sering melaknat dan mengingkari (kebaikan)
suami, dan tidaklah aku pernah melihat (seorang) diantara kalian para wanita
yang lemah akal serta agamanya, lebih berakal dari (seorang laki-laki) yang
berakal.” Wanita itu bertanya lagi: “Apakah maksud dari kurangnya akal dan
agama?” Beliaupun menjawab: “Adapun kelemahan akal karena persaksian dua orang
wanita sebanding dengan persaksian seorang pria. Inilah (tanda) kurangnya akal,
serta kalian berdiam selama beberapa hari tidak melaksanakan shalat dan berbuka
di (siang hari) Ramadhan. Inilah kurangnya agama?” (HR. Muslim dalam bagian
kitab Al Iman, hadits no. 79).
Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjelaskan sifat kurang pada akal dan agama wanita, bahwa kurangnya akal
wanita terletak pada sisi kedhabitan (akurasi) persaksian mereka. Bahwa persaksian wanita tidak diterima kecuali
setelah dikuatkan dengan persaksian satu orang wanita lagi. Hal ini karena
lemahnya daya ingat mereka ataupun terkadang mereka menambah keterangan dalam
memberikan persaksian. Sedangkan kekurangan agama mereka, karena pada saat
haidh dan nifas mereka terhalang untuk melaksanakan shalat dan puasa.
Berbeda dengan kaum pria yang bisa shalat dan puasa sepanjang
tahun. Tentu tidaklah sama kondisi orang bisa melaksanakan shalat sepanjang
tahun dan puasa Ramadhan sebulan penuh dengan orang tidak shalat selama sekian
hari setiap bulannya serta terhalang shaum Ramadhan selama beberapa hari.
Adapun hikmah dibalik kekurangan wanita tersebut, Syaikh
Abdullah bin Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah menuturkan, “... sifat kurang
yang ada pada wanita ini bukanlah suatu dosa dan ia tidak disiksa karenanya.
Ini merupakan kekurangan yang terjadi karena ketetapan Allah. Dia yang telah
mensyari’atkan hal tersebut bagi wanita sebagai wujud kasih sayangNya dan untuk
memberikan kemudahan bagi wanita. Karena jika wanita yang sedang haidh ataupun
nifas (tetap diwajibkan untuk) berpuasa, hal itu tentu akan membahayakannya. Diantara
bentuk rahmat Allah atas wanita yaitu Dia telah mensyari’atkan bagi wanita
untuk meninggalkan puasa (pada waktu haidh). Adapun shalat, wanita dilarang
untuk mengerjakannya karena pada saat haidh ia terhalang untuk bersuci. Maka dengan rahmatNya, Dia mensyari’atkan bagi
wanita untuk meninggalkan shalat. Demikian juga ketika nifas. Dan Allah tidak mewajibkannya untuk mengqadha
(mengganti) shalat yang ditinggalkan selama haidh dan nifas.
Orang-orang kafir Quraisy berkata, sebagaimana dalam firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama
yang terakhir, ini (mengesakan Allah) tidak lain hanyalah (dusta) yang
diada-adakan.” (QS. Shaad: 7).
Jika wanita harus mengqadha tentu hal itu sangat
memberatkannya. Sebab aktivitas shalat berulang kali sebanyak lima kali dalam
sehari semalam dan masa haidh berlangsung selama beberapa hari, kadang mencapai
tujuh atau delapan hari sedangkan masa nifas dapat mencapai empat puluh hari. Meskipun
demikian tidak berarti kelemahan dan kekurangan akal wanita mencakup semua
sisi, juga agamanya lemah dari segala sisi. Dan tidak berarti bahwa kekurangan
tersebut menjadikan wanita berada dibawah kaum pria pada seluruh segi, kemudian
kaum pria lebih utama daripada wanita dalam segala sisi. (Fatawa Al Mar’ah,
halaman 189).
Motivasi bagi wanita untuk berlomba dengan kaum pria dalam
kebaikan.
Dalam syari’atNya Allah telah memberikan peluang yang sama
besarnya kepada kaum wanita dengan pria untuk berlomba dalam beramal shalih.
Allah berfirman: “Maka Rabb mereka memperkenankan do’a mereka (dengan
berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal
diantara kalian baik laki-laki ataupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
keturunan sebagian yang lain.” (QS. Ali Imran: 195).
Pada umumnya memang kaum pria lebih unggul dari kaum wanita.
Namun bukan berarti kaum wanita tidak memiliki kesempatan untuk berlomba dengan
mereka dalam urusan amal shalih. Betapa banyak wanita muslimah yang menjadi
contoh dalam ilmu, amal shalih dan ketakwaan.
Seluruh kaum muslimin mengakui keutamaan Ummahatul Mukminin
(istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), terutama Aisyah putri Abu bakr
Ash Shiddiq. Sepeninggalan Nabi banyak para sahabat yang meriwayatkan hadits
darinya serta bertanya kepadanya mengenai permasalahan agama.
Demikian juga para wanita pada generasi setelahnya seperti
putri Al Hafizh Al ‘Iraqi, putri Imam Malik, putri Sa’id bin Musayyib (tabi’in
besar) serta masih banyak lagi para wanita yang terabadikan dalam sejarah
dikarenakan keteladanan mereka dalam ilmu dan amal shalih. Berkenaan dengan hal
ini Syaikh bin Baaz berkata: “Memang benar secara umum kaum laki-laki lebih
baik dari kaum perempuan karena beberapa faktor, sebagaimana telah Allah firmankan:
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisa’: 34).
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan individu wanita
tertentu mengungguli sebagian laki-laki. Betapa banyak wanita yang mampu
melebihi laki-laki dalam akal, agama serta daya ingatnya.
Dan mungkin juga bagi wanita untuk memperbanyak amal shalih
sehingga ia dapat melebihi kaum pria dalam masalah amal shalih, takwa kepada
Allah serta kedudukan mulia di akhirat nanti.
Tidak sedikit dari kaum hawa yang menaruh perhatian lebih
kepada masalah-masalah tertentu, kemudian ia mampu menghafal hingga melebihi
kekuatan hafalan sebagian laki-laki. Lalu ia menjadi sumber rujukan dalam
catatan sejarah Islam. Realita ini sangatlah jelas bagi mereka yang mau
menelaah keadaan para wanita pada zaman Nabi dan generasi sesudah beliau.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kekurangan yang ada
pada wanita tidak menghalangi kita untuk mengambil riwayat (hadits) darinya.
Demikian juga dalam masalah persaksian, jika ia telah dikuatkan dengan
persaksian seorang wanita lagi. Maka tidak selayaknya kaum laki-laki yang
beriman kepada Allah mengolok kaum wanita sebagai makhluk yang kurang akal dan
agamanya dalam seluruh segi. Bahkan wajib bagi kita untuk bersikap adil dalam
menghukumi masalah ini dan memahami sabda Nabi tersebut dengan pemahaman yang
baik dan benar. Wallahu a’lam. (Fatawa
Al Mar’ah, hal.189).
Tidak ada wanita yang sempurna kecuali Maryam dan
Asiyah.
Diantara para wanita hamba Allah, ada yang Allah lebihkan
derajat mereka dari sekian hambaNya. Maryam putri Imran adalah salah satunya.
Allah telah menyebutkan namanya berulang dalam Al Qur’an. Kemudian Asiyah istri
Fir’aun yang Allah kisahkan tentang do’anya ketika mendapat siksaan dari
suaminya sendiri dalam mempertahankan keimanannya kepada Allah. Firman Allah:
“Dan Allah menjadikan istri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang
beriman, ketika ia berkata, “Wahai Pemiliharaku, bangunkanlah untuk ku sebuah
rumah di sisiMu dalam surga dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim. Dan
maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan kedalam
rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat
Rabbnya dan adalah ia termasuk orang-orang yang taat.” (QS. At Tahrim: 11, 12).
Kemudian sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempertegas keutamaan
mereka berdua, disamping keutamaan ‘Aisyah. Dari Abu Musa Al ‘Asy’ari ia
berkata, Rasulullah telah bersabda: “Banyak diantara kaum lelaki yang sempurna.
Namun tidak ada diantara wanita yang sempurna kecuali Maryam putri Imran dan
Asiyah istri Fir’aun. Adapun keutamaan Aisyah dari sekalian wanita yaitu
seperti keutamaan tsarit dari sekalian makanan.” (HR. Al Bukhari, no. 3769). [diringkas
dari Majalah As-Sunnah, edisi 09/Tahun VII/1424H/2003M].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...