Oleh: Abd Misno
Mengajak kepada yang ma’ruf (baik) dan mencegah segala
bentuk kemungkaran adalah kewajiban bagi orang beriman, sebagaimana kalamNya “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” QS. Ali Imran: 104. Sifat ini menjadi karakter
dari umat terbaik, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” QS. Ali Imran: 110.
Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam juga pernah
bersabda “‘Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah
ia mengubahnya dengan tangannya (kekuasaannya); jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya
(menasihatinya); dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya (merasa
tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman.’
HR. Muslim. Riwayat lainnya menyebutkan “Tidaklah suatu kaum yang dikerjakan
ditengah-tengah mereka berbagai
kemaksiatan yang mampu mereka mencegahnya namun tidak mereka cegah, melainkan
Allâh pasti akan menurunkan hukuman kepada mereka semua. HR. Muslim.
Banyak sekali ayat dan hadits yang memerintahkan kita untuk
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, mengajak kepada yang ma’ruf dan
mencegah segela bentuk kemungkaran. Namun hal ini sering sekali terkendala
dengan berbagai hal yang datang dari dalam diri. Dari mulai pemahaman kita yang
kurang mendalam dalam memahami, hingga terkadang kita pun belum bisa membebaskan
diri dari kemungkaran yang kita ingkari. Maka kemudian muncul sebuah istilah “Hidup
seperti Lilin, di mana ia memberikan terang sekitarnya namun dirinya meleleh
dan habis tanpa sisa”.
Ya, banyak di antara kita yang pandai dalam berceramah, berdakwah
dan mengajak berbuat kebaikan dan mencegah berbagai kemungkaran kepada orang
lain, namun ternyata kita pun seringkali terjebak antara ucapan tidak sesuai
dengan amalan yang kita lakukan. Kita juga pandai menulis berbagai artikel di
buku atau media masa yang mengajak para pembaca untuk melakukan amal kebajikan
serta menjauhkan segala bentuk kemungkaran, namun kita terkadang justru
melakukan apa yang lisan atau tangan kita lakukan dan ketikan yang berupa
larangan. Terkadang pula kita mengajak orang lain melakukan amalan kebaikan,
tapi kita sendiri tidak mampu untuk melaksanakan. Apakah ini tanda kemunafikan?
Fenomena ini sejatinya telah disebutkan dalam al-Qur’an, firmanNya “Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah
kamu berpikir? QS. Al-Baqarah: 44. Walaupun ayat ini konteksnya adalah ahli
kitab, namun juga menjadi ancaman bagi umat Islam di mana mereka yang
mengajak kebajikan tapi tidak melaksanakan. Ayat lainnya yang menjelaskan hal
ini yaitu kalamNya “Wahai orang-orang yang beriman mengapakah kalian
mengatakan apa yang tidak kalian perbuat . Besar kemurkaan di sisi Allah kalian
mengatakan apa yang tidak kalian perbuat.” QS. Ash-Shaff 2-3.
Sementara riwayat dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam tentang
ancaman bagi mereka yang mengajak kebaikan tapi tidak melakukan, mencegah
kemungkaran tapi justru melaksanakan, adalah sabda beliau:
عن أسامة بن زيد رضي الله عنهما قال: قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم : يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي
النَّارِ ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ ، فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ
الحِمَارُ بِرَحَاهُ ، فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ : أَيْ
فُلاَنُ مَا شَأْنُكَ؟ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا
عَنِ المُنْكَرِ؟ قَالَ: كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ ،
وَأَنْهَاكُمْ عَنِ المُنْكَرِ وَآتِيهِ
Dari Usamah bin Zaid Radliyallahu ‘Anhuma beliau berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda: “Digiringlah seorang lelaki
pada hari kiamat lalu ia dilemparkan ke dalam Neraka, maka usus-ususnya pun
keluar terurai dengan cepat di dalam Neraka, dan ia berputar seperti
berputarnya seekor keledai dengan tulangnya, maka penduduk neraka berkumpul
disekelilingnya dan mereka bertanya: “Hai Fulan ada apa denganmu?”, bukankah
dulu kamu yang pernah memerintahkan kami kepada yang Ma’ruf, dan mencegah kami
dari kemungkaran!?” ia pun menjawab : “Dulu aku yang memerintahkan kalian
dengan yang Ma’ruf namun aku tidak mengerjakannya, dan aku yang mencegah kalian
dari kemungkaran namun aku sendiri yang melakukannya.” HR: Bukhary dan
Muslim.
Riwayat lainnya
menjelaskan:
عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :
رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي رِجَالًا تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ
نَارٍ فَقُلْتُ: يَا جِبْرِيلُ مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ خُطَبَاءُ مِنْ
أُمَّتِكَ ، يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ ، وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ ،
وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ
Dari Anas bin Malik bahwa sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam pernah bersabda: “Pada malam aku di-Isra’kan aku melihat lelaki
dipotong mulutnya dengan alat-alat untuk memotong yang berasal dari neraka,
maka aku berkata: “Ya Jibril siapakah mereka?”, Jibril menjawab : “Mereka
adalah para pengkhuthbah dari ummatmu, mereka memerintahkan orang-orang dengan
kebaikan namun mereka melupakan diri mereka, sedangkan mereka adalah kaum yang
membaca al-kitab maka tidakkah mereka berakal.” HR: Ahmad.
Membaca ayat dan hadits ini maka kita tersadar bahwa sudah
seharusnya ketika kita mengajak kepada amal kebaikan maka kita pun harus sudah
melakukannya, demikian pula jika kita mencegah kemungkaran maka kitapun harus
mampu untuk meninggalkannya. Namun, seringkali kita tidak bisa sampia ke sana. Alasannya
adalah kita manusia yang juga penuh salah dan lupa.
Tentu saja ini bukan berarti membolehkan seseorang untuk melakukan amar
ma’ruf nahi mungkar sementara dirinya sendiri belum bisa melaksanakan. Manusia
juga bukan lilin, karena bisa jadi ketika dia mengajak kepada kebajikan
sejatinya dia sudah berusaha untuk mengamalkannya. Demikian pula ketika dia
mencegah kemungkaran diapun sudah bersungguh-sungguh untuk tidak melakukannya. Orang
yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar namun belum mampu untuk
melaksanakannya untuk dirinya sendiri sejatinya bukanlah lilin, karena dia juga
sudah berusaha untuk melakukannya.
Namun sebagai manusia kadang dia lalai dan lupa, tentu saja bukan
lupa yang disengaja. Lilin yang terbakar, hanya bisa diibaratkan pada mereka
yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar namun justru mereka dengan
sengaja melakukannya. Pantas siksa yang amat pedih menantinya di neraka,
sedangkan mereka yang terus berusaha untuk memperbaiki dirinya, berusaha sekuat
tenaga untuk melakukan apa yang dicampaikan kepada orang lain, serta berusaha
untuk meninggalkan apa yang ia cegah dari orang lain. Sejatinya dia adalah
insan biasa, yang kadang salah dan lupa.
Semoga tulisan ini menjadi motivasi bagi kita, walaupun sering kali
kita terjatuh pada kesalahan namun kita terus berusaha untuk memperbaikinya. Ketika
kita mengajak kepada kebaikan maka kita terus berusaha untuk melaksanakannya,
dengan proses ini semoga diri kita akan semakin menjadi baik dan melaksanakan
seluruh apa yang kita sampaikan kepada orang lain dan meninggalkan segala
bentuk kemungkaran yang kita sampaikan kepada orang lain untuk tidak dilakukan.
Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin. 19012022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...