Rabu, 19 Januari 2022

Pondok Pesantren, Pemerkosaan dan Hawa Nafsu Insan

Oleh: Abd Misno


 

Berbagai berita yang beredar terkait dengan kasus pencabulan hingga pemerkosaan yang terjadi di beberapa pondok pesantren sangat menyayat hati kita. Bagaimana tidak? Pondok pesantren yang merupakan tempat untuk mengkaji ilmu agama tercoreng dengan ulah dari para oknum yang melakukan kemaksiatan dan merobek kesucian dari tempat ini. Setelah kasus di Jawa Barat, muncul dugaan di Jawa Timur dan juga di Kalimantan Timur, belum lagi beberapa wilayah semisal Sumatera Selatan dan wilayah lainnya menjadi noda hitam dunia Pendidikan khususnya pesantren. Beberapa kasus memang masih dalam proses penyidikan, sementara sebagian lainnya dalam proses hukum dan sebagian lagi telah dijatuhkan vonis hukuman.

Melihat fenomena ini kita sebagai muslim tentu harus mawas diri, berfikir jernih dan tidak mudah terbawa pada berita yang belum tentu kebenarannya. Tabayun sebagaimana firman Allah Ta’ala “ Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6). Imam Ibnu Katsir menafsirkan, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan cross check terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.” Abdurrahman bin Nashir As Sa’di saat menerangkan ayat di atas, beliau berkata, “Termasuk adab bagi orang yang cerdas yaitu setiap berita yang datang dari orang kafir hendaknya dicek terlebih dahulu, tidak diterima mentah-mentah. Sikap asal-asalan menerima amatlah berbahaya dan dapat menjerumuskan dalam dosa. Jika diterima mentah-mentah, itu sama saja menyamakan dengan berita dari orang yang jujur dan adil. Ini dapat membuat rusaknya jiwa dan harta tanpa jalan yang benar.

Tabayun atau check atas berita yang beredar sangat penting agar kita tidak mudah termakan oleh berbagai isu yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak suka dengan Islam. Baik berita itu benar apalagi salah, berita benar namun digunakan untuk menjauhkan umat Islam dari Lembaga Pendidikan Islam semisal pesantren bisa saja terjadi, apalagi jika berita dusta yang dipolitisasi sehingga semakin banyak orang yang memandang tidak baik dengan dunia pesantren. Jika berita itu benar maka sudah selayaknya kita juga menyikapinya dengan bijak. Bagaimana caranya?

Pertama, sebagaimana disebutkan oleh banyak peneliti bahwa kasus pencabulan tidak hanya terjadi di pesantren, namun di berbagai sekolah berasrama, baik yang berbasis umum atau berbasis agama lainnya. Ini berarti bukan hanya di pesantren, tapi di berbagai sekolah asrama kasus seperti ini banyak terjadi. Tentu saja salah satu sebabnya adalah karena interaksi di antara penghuni asrama yang berlangsung secara intens dan terus-menerus.

Kedua, jika pelaku dari kasus pencabulan ini adalah seorang pengasuh, ustadz, guru atau anak tokoh pesantren tersebut. Maka mereka semua juga manusia yang memiliki hawa nafsu yang bisa jadi mereka tidak mampu untuk menahannya. Tentu saja ini bukan berarti membolehkan perbuatan tersebut, karena dalam Islam juga sudah sangat jelas hukuman bagi pelaku perzinahan, apalagi dengan pemerkosaan. Sebagai manusia mereka memang tidak terlepas dari hawa (nafsu), ketika ia berkuasa maka siapa saja dapat menjadi korbannya.

Ketiga, bahwa kemajuan tekhnologi memang memberikan informasi yang begitu mudah menyebar di seluruh penjuru dunia. Hingga seolah-olah kasus seperti ini banyak sekali terjadi saat ini, apakah dulu jarang terjadi? Ada dua jawaban; sebenarnya kasus seperti ini juga terjadi tapi tidak sampai terekspose seperti ini. Berikutnya dan ini adalah pilihan saya bahwa benar, kasus seperti ini di masa lalu sangat jarang terjadi, pondok pesantren yang sejak dahulu sebagai tempat “suci” pantang untuk dilakukan berbagai pelanggaran. Kalaupun terjadi biasanya pelaku akan diarak keluar kampung dengan dibuka seluruh bajunya, sebagai hukuman yang sangat efektif pada masa itu. Apalagi pada masa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalaam, para shahabat dan masa keemasan Islam, di mana setiap pelaku perzinahan akan dihukum rajam, dan diasingkan bagi yang belum menikah. Tentu hukuman ini adalah hukuman yang paling efektif karena semua orang akan takut ketika akan melakukan perzinahan terutama bagi yang sudah menikah karena taruhannya adalah nyawa.

Akhirnya, benarlah sabda dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalaam dalam sebuah riwayat “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Zubair bin ‘Adi mengatakan: pernah kami mendatangi Anas bin Malik, kemudian kami mengutarakan kepadanya keluh kesah kami tentang ulah para jamaah haji. Maka dia menjawab:”Bersabarlah, sebab tidaklah kalian menjalani suatu zaman, melainkan sesudahnya lebih buruk daripadanya, sampai kalian menjumpai rabb kalian. Aku mendengar hadit ini dari Nabi kalian Shallallahu’alaihi wasallam”. (HR. Imam Bukhari). Makna Riwayat ini memang bersifat global, namun melihat realita saat ini maka kita lihat bagaimana semakin berlalu zaman semakin banyak hal-hal yang sangat menyakitkan untuk dilihat dan didengar oleh orang beriman. Tapi, sekali lagi sebagai orang yang beriman kita juga harus yakin dengan sabda Nabi yang mulia, bahwa surga itu memang mahal harganya. Sehingga satu di antara ciri mereka (penghuni surga) adalah sebagaimana sabdanya “Barangsiapa yang menjamin untukku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga.” (H.R Bukhari).

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dari segala bentuk perbuatan yang menjauhkan kita dari surga, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan hidayah kepada kita sehingga kita mampu untuk menjaga diri dari segala bentuk perzinahan. Aamiin Ya Rabbal aalaamiin. 19012022.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...