Oleh: Abd Misno
Berbagai berita yang beredar terkait dengan kasus pencabulan hingga
pemerkosaan yang terjadi di beberapa pondok pesantren sangat menyayat hati
kita. Bagaimana tidak? Pondok pesantren yang merupakan tempat untuk mengkaji
ilmu agama tercoreng dengan ulah dari para oknum yang melakukan kemaksiatan dan
merobek kesucian dari tempat ini. Setelah kasus di Jawa Barat, muncul dugaan di
Jawa Timur dan juga di Kalimantan Timur, belum lagi beberapa wilayah semisal
Sumatera Selatan dan wilayah lainnya menjadi noda hitam dunia Pendidikan
khususnya pesantren. Beberapa kasus memang masih dalam proses penyidikan,
sementara sebagian lainnya dalam proses hukum dan sebagian lagi telah
dijatuhkan vonis hukuman.
Melihat fenomena ini kita sebagai muslim tentu harus mawas diri, berfikir
jernih dan tidak mudah terbawa pada berita yang belum tentu kebenarannya.
Tabayun sebagaimana firman Allah Ta’ala “ Wahai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al
Hujurat: 6). Imam Ibnu Katsir menafsirkan, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk
melakukan cross check terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi
berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.” Abdurrahman bin Nashir
As Sa’di saat menerangkan ayat di atas, beliau berkata, “Termasuk adab bagi
orang yang cerdas yaitu setiap berita yang datang dari orang kafir hendaknya
dicek terlebih dahulu, tidak diterima mentah-mentah. Sikap asal-asalan menerima
amatlah berbahaya dan dapat menjerumuskan dalam dosa. Jika diterima
mentah-mentah, itu sama saja menyamakan dengan berita dari orang yang jujur dan
adil. Ini dapat membuat rusaknya jiwa dan harta tanpa jalan yang benar.
Tabayun atau check atas berita yang beredar sangat penting agar
kita tidak mudah termakan oleh berbagai isu yang dihembuskan oleh orang-orang
yang tidak suka dengan Islam. Baik berita itu benar apalagi salah, berita benar
namun digunakan untuk menjauhkan umat Islam dari Lembaga Pendidikan Islam
semisal pesantren bisa saja terjadi, apalagi jika berita dusta yang
dipolitisasi sehingga semakin banyak orang yang memandang tidak baik dengan
dunia pesantren. Jika berita itu benar maka sudah selayaknya kita juga
menyikapinya dengan bijak. Bagaimana caranya?
Pertama, sebagaimana disebutkan oleh banyak peneliti bahwa kasus
pencabulan tidak hanya terjadi di pesantren, namun di berbagai sekolah
berasrama, baik yang berbasis umum atau berbasis agama lainnya. Ini berarti
bukan hanya di pesantren, tapi di berbagai sekolah asrama kasus seperti ini
banyak terjadi. Tentu saja salah satu sebabnya adalah karena interaksi di
antara penghuni asrama yang berlangsung secara intens dan terus-menerus.
Kedua, jika pelaku dari kasus pencabulan ini adalah seorang
pengasuh, ustadz, guru atau anak tokoh pesantren tersebut. Maka mereka semua
juga manusia yang memiliki hawa nafsu yang bisa jadi mereka tidak mampu untuk
menahannya. Tentu saja ini bukan berarti membolehkan perbuatan tersebut, karena
dalam Islam juga sudah sangat jelas hukuman bagi pelaku perzinahan, apalagi
dengan pemerkosaan. Sebagai manusia mereka memang tidak terlepas dari hawa
(nafsu), ketika ia berkuasa maka siapa saja dapat menjadi korbannya.
Ketiga, bahwa kemajuan tekhnologi memang memberikan informasi yang
begitu mudah menyebar di seluruh penjuru dunia. Hingga seolah-olah kasus
seperti ini banyak sekali terjadi saat ini, apakah dulu jarang terjadi? Ada dua
jawaban; sebenarnya kasus seperti ini juga terjadi tapi tidak sampai terekspose
seperti ini. Berikutnya dan ini adalah pilihan saya bahwa benar, kasus seperti
ini di masa lalu sangat jarang terjadi, pondok pesantren yang sejak dahulu
sebagai tempat “suci” pantang untuk dilakukan berbagai pelanggaran. Kalaupun
terjadi biasanya pelaku akan diarak keluar kampung dengan dibuka seluruh
bajunya, sebagai hukuman yang sangat efektif pada masa itu. Apalagi pada masa
Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalaam, para shahabat dan masa
keemasan Islam, di mana setiap pelaku perzinahan akan dihukum rajam, dan
diasingkan bagi yang belum menikah. Tentu hukuman ini adalah hukuman yang
paling efektif karena semua orang akan takut ketika akan melakukan perzinahan
terutama bagi yang sudah menikah karena taruhannya adalah nyawa.
Akhirnya, benarlah sabda dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi
Wassalaam dalam sebuah riwayat “Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Zubair bin ‘Adi
mengatakan: pernah kami mendatangi Anas bin Malik, kemudian kami mengutarakan
kepadanya keluh kesah kami tentang ulah para jamaah haji. Maka dia
menjawab:”Bersabarlah, sebab tidaklah kalian menjalani suatu zaman, melainkan
sesudahnya lebih buruk daripadanya, sampai kalian menjumpai rabb kalian. Aku
mendengar hadit ini dari Nabi kalian Shallallahu’alaihi wasallam”. (HR.
Imam Bukhari). Makna Riwayat ini memang bersifat global, namun melihat realita
saat ini maka kita lihat bagaimana semakin berlalu zaman semakin banyak hal-hal
yang sangat menyakitkan untuk dilihat dan didengar oleh orang beriman. Tapi,
sekali lagi sebagai orang yang beriman kita juga harus yakin dengan sabda Nabi
yang mulia, bahwa surga itu memang mahal harganya. Sehingga satu di antara ciri
mereka (penghuni surga) adalah sebagaimana sabdanya “Barangsiapa yang
menjamin untukku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan di antara
kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga.” (H.R
Bukhari).
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dari segala bentuk
perbuatan yang menjauhkan kita dari surga, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa
memberikan hidayah kepada kita sehingga kita mampu untuk menjaga diri dari
segala bentuk perzinahan. Aamiin Ya Rabbal aalaamiin. 19012022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...