Oleh: Misno Mohamad Djahri
Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia, salah satu dari sendi kehidupan manusia yang sangat penting
yaitu terkait dengan aqidah dan kepercayaan khususnya kepada yang ghaib. Tingkatan
paling tinggi adalah iman (percaya) dengan Sang Maha Ghaib yaitu Allah Azza wa
jalla sebagai Rabb (Pencipta dan Penguasa Semesta, Ilaah (satu-satunya sesembahan),
dan keyakinan akan nama-nama dan sifat-sifatNya). Berikutnya adalah iman dengan
semua yang bersifat ghaib di alam semesta ini, sebagaimana firman Allah ta’ala “Alif
Laam Miim. Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka,…” QS. Al-Baqarah: 1-3. Maka mengimani dengan segala hal yang ghaib,
misalnya makluk ghaib semisal malaikat, jin da syaithan menjadi bagian penting
dalam keimanan Islam.
Islam telah memberikan pedoman bagaimana berinteraksi dengan
makhluk-makhluk tersebut, khususnya terkait dengan alam jin. Mereka adalah
makluk seperti manusia yang memiliki kehidupan sendiri, keluarga, masyarakat
dan tempat tinggal masing-masing. Permasalahan yang muncul adalah Ketika dua
makluk yang berbeda alam ini kemudian saling bekerjasama dan meminta bantuan,
sebagaimana kalamNya “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara
manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka
jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” QS. Jin: 6. Berdasarkan
ayat ini maka jelas bahwa interaksi manusia dengan jin dan meminta tolong
kepada mereka adalah hal yang menambah dosa, apalagi sampai meminta
perlindungan kepada mereka. Maka hal ini diharamkan dalam Islam, termasuk
meminta perlindungan kepada jin dengan cara memberikan makanan atau minuman
dalam bentuk sesaji maka jelas hukumnya dalam Islam.
Masalah sesaji, menjadi viral karena adanya video yang beredar di
mana ada seorang berinisal MF yang menendang sesaji di Kawasan erupsi Gunung
Semeru di Lumajang, Jawa Timur. Tindakannya ini kemudian direspon oleh Ormas
Hindu yaitu DPD Prajaniti Hindu Indonesia Jawa Timur yang melaporkan pria yang
menendang dan membuang sesajen itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu
(SPKT) Polda Jatim di Surabaya, Senin, 10 Januari 2022. Setelah pengaduan ini
kemudian pelaku ditangkap dan diancam dengan pidana karena merusak toleransi
dan kerukunan antar umat beragama. Bagaimana kita sebagai seorang muslim
menyikapinya?
Menghormati agama dan kepercayaan orang lain jelas dianjurkan dalam
Islam, sebagaimana kalamNya “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".
QS. Al-Kaafirun: 6. Sebagai muslim kita juga tidak boleh menghina tuhan-tuhan
dari agama lain sebagaimana kalamNya “Dan janganlah kamu memaki
sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki
Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” QS. Al-An’am: 108. Ibnul
Qoyyim rahimahullah dalam I’lamul Muwaaqi’in menjelaskan ayat di atas,
“Allah melarang kita mencela tuhan-tuhan orang musyrik dengan pencelaan yang
keras atau sampai merendah-rendahkan (secara terang-terangan) karena hal ini
akan membuat mereka akan membalas dengan mencela Allah. Tentu termasuk maslahat
besar bila kita tidak mencela tuhan orang kafir agar tidak berdampak celaan
bagi Allah (sesembahan kita). Jadi hal ini adalah peringatan tegas agar tidak
berbuat seperti itu, supaya tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih parah.”
Maka merujuk pada ayat dan pendapat ini kita tidak boleh menghina, mengganggu
dan menistakan tuhan, serta agama dan kepercayaan raong lain, dalam konteks ini
berarti tidak boleh sembarang menendang atau membuang sesaji yang dibuat oleh
agama lainnya.
Permasalahannya akan berbeda jika yang membuat sesaji itu adalah
umat Islam, maka dalam hal ini harus dilakukan amar ma;ruf nahi mungkar dengan
sebelumnya melakukan tarbiyah dan Pendidikan kepada mereka. Mengajarkan kepada
uamt Islam tentang aqidah yang benar, meyakini bahwa hanya ada satu-satunya
kekuatan yaitu Allah Ta’ala, tidak ada makhluk yang dapat memberikan manfaat
atau mudharat selainNya. “Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain
daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak
(pula) memberi manfaat?" Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” QS. Al-Maidah: 76. Juga dalam QS. Yunus 106 “Dan janganlah
kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi
mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu,
maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". Masih
banyak ayat lainnya yang menunjukan bahwa tidak ada satu makhluk pun di semesta
ini yang dapat memberi manfaat atau mudharat, tidak pula para jin yang menunggu
gunung, lautan, hutan dan tempat-tempat lainnya. Sehingga memberikan sesajen
kepada jin adalah perbuatan yang bertentangan dengan aqidah Islam, hal ini yang
harus terus didakwahkan kepada umat Islam. Karena masih banyak yang belum paham
tentang masalah ini, sehingga menganggap bahwa sesaji itu boleh saja, karena
memberi makan jin atau agar terhindar dari jin, seperti terhindarny akita dari
preman yang membahayakan kita. Tentu pemahaman ini harus diluruskan, dan
caranya adalah dengan tarbiyah, mendidik umat Islam untuk terus mempelajari
agamanya.
Setelah mereka paham tentang aqidah dan syariah Islam secara kaafah
maka ditegakkan amar ma’ruf nahi mungkar dengan tetap memperhatikan manfaat
atau mudharat yang ditimbulkannya. Jangan sampai karena semangat untuk nahi
mungkar kemudian melakukannya tanpa perhitungan sehingga memudharatkan dirinya
sendiri. Karena orang yang menegakkannya harus memiliki syarat-syarat tertentu.
Seperti mengetahui hukum-hukum syari’at, tingkatan amar makruf nahi mungkar,
cara menegakkannya, kemampuan melaksanakannya. Demikian juga dikhawatirkan bagi
orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar bila tanpa ilmu akan berbuat salah.
Mereka memerintahkan kemungkaran dan mencegah kema’rufan atau berbuat keras
pada saat harus lembut dan sebaliknya. Intinya adalah dalam nahi mungkar
haruslah memperhatikan ilmu yang ada di masyarakat serta resiko dalam pelaksanaannya.
Dalam konteks menendang atau membuang sesaji maka harus dierpahtikan terlebih
dahulu apakah hal tersebut memberikan dampak manfaat atau malah mendatangkan
mudharat, jika mudharatnya lebih banyak sebaiknya ditunda terlebih dahulu
dengan mengajarkan kepada umat Islam aqidah yang benar.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki banyak
agama dan kepercayaan dalam konteks ini tentu saja kita tidak boleh menghina agama
dan kepercayaan orang lain. Karena masing-masing dari mereka memiliki hak yang
sama di negara ini, jangan sampai melakukan perbuatan yang menyakiti mereka
apalagi dilakukan secara terang-terangan. Kalau dalam hal pembelajaran dan itu
disampaikan secara internal bagi umat Islam, misalnya dalam satu kajian mengatakan
bahwa sesaji itu haram, maka ini diperbolehkan karena berbicara khusus di majelis
khusus. Namun jika di luar majelis atau di ruang publik tentu ini sangat dilarang
karena memang merusak kerukunan antar umat beragama.
Maka dalam hal ini kita harus bersifat adil, bahwa sesaji dalam
Islam yaitu menyediakan makanan atau minuman kepada jin, penunggu gunung dan
tempat lainnya adalah haram dalam Islam. Jika ada umat Islam yang melakukannya
maka kita wajib untuk menasehatinya sesuai dengan kemampuan kita dan
pertimbangan kemanfaatan dan kemudharatannya. Apabila itu dilakukan oleh penganut
agama lain maka kita tidak boleh mengganggu mereka, karena dampaknya tentu
mereka akan menggganggu kita juga. Dalam konteks NKRI menganggu toleransi yang
selama ini telah ada antar umat beragama.
Tentu saja menyikapi kasus yang viral ini kita harus bijak, peran
media, islamophobia, kepentingan politik sering sekali juga bermunculan dalam
mengangkat kasus ini. Maka kewajiban kita untuk menyampaikan kebenaran dengan
tetap memperhatikan dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Khususnya dalam
bingkai NKRI di mana kita tidak boleh menggangu agama dan kepercayaan orang
lain.
Solusi dari semua itu adalah terus mengajarkan umat Islam (tarbiyah
ummah) agar semakin paham dengan agamanaya, serta tetap menghormati penganut
agama lain untuk melaksanakan agama dan kepercayaannya. Wallahu a’lam.
14012022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...