Oleh: Abd Misno
Manusia sejatinya adalah makhluk yang sempurna, kesempurnaannya
nampak dari fisiknya (QS. At-Tiin: 4) dan adanya akal serta pikiran (QS.
Al-Isra: 70). Selain itu keistimewaan manusia lainnya adalah adanya hawa nafsu
yang ada padanya, Allah Ta’ala berfirman “Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan
di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” QS. Ali Imran: 14. Makna
dari hubbub syahwat adalah kecintaan, kesukaan yang muncul karena adanya
hawa nafsu pada manusia.
Kata nafsu berasal dari bahasa arab (النفس ) atau an-nafsu yang memiliki
banyak definisi yaitu dengan makna jiwa, ruh, mata yang jahat, darah, jasad,
diri orang, hasrat dan kehendak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nafsu diartikan
dengan empat definisi yaitu: yang pertama nafsu sebagai keinginan(kecenderungan,
dorongan) hati yang kuat. Kedua, nafsu sebagai dorongan hati yang kuat untuk
berbuat kurang baik. Ketiga nafsu dengan definisi selera, gairah atau keinginan(makan) dan terakhir sebagai panas
hati, marah dan meradang. Hawa nafsu
adalah sebuah perasaan atau kekuatan emosional yang besar dalam diri seorang
manusia; berkaitan secara langsung dengan pemikiran atau fantasi seseorang.
Hawa nafsu merupakan kekuatan psikologis yang kuat yang menyebabkan suatu
hasrat atau keinginan intens terhadap suatu objek atau situasi demi pemenuhan
emosi tersebut. Dapat berupa hawa nafsu untuk pengetahuan, kekuasaan, dan
lainnya; namun pada umumnya dihubungkan dengan hawa nafsu seksual. Maka hawa nafsu
dalam hal ini adalah dorongan yang kuat dari dalam diri manusia yang terkadang
dihiasi oleh syaithan dan bala tentaranya sehingga menghalalkan segala hal yang
dilarangNya.
Walaupun menjadi satu keistimewaan manusia, namun hawa nafsu pula
yang menjadikan manusia itu rendah kedudukannya di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana
firmanNya "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan
sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta
meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya
petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?" QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 23. Maka sebagai seorang muslim
kita harus mampu untuk menahan hawa nafsu kita, karena itulah sumber dari
kebahagiaan yang sebenarnya yaitu surga. Allah Ta’ala berfirman “"Dan
adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
(keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya)."
QS. An-Nazi'at [79]: 40- 41.
Maka, ketika hawa nafsu membelenggu hendaklah kita ingat selalu,
bahwa Allah Ta’ala telah memberitahu bahwa ia haruslah selalu diarahkan kepada
hal-hal yang dihalalkan dalam Islam. Ketika seorang pemuda sudah memiliki
syahwat maka wajib baginya untuk menikah, ketika seorang laki-laki sudah
menikah dan syahwatnya naik maka hendaknya segera datangi istrinya. Jika satu
istri masih “kurang” makai a boleh beristri hingga empat orang (QS. An-Nisaa: 3).
Jika masih belum puas juga maka hendaknya ia berpuasa, sebagaimana seorang
pemuda yang belum menikah, sebagaimana anjuran Nabi yang mulia "Wahai
generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia
kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan.
Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu,"
HR. Muttafaq 'Alaih.
Ketika hawa nafsu membelenggu, segeralah mengingatkannya bahwa ia
(hawa nafsu) harus tunduk pada aturanNya, tidak boleh melanggar apa yang
dilarangnya dan menempatkannya sesuai dengan fitrahnya. Mengurang hal-hal yang
dapat membangkitkan syahwat juga menjadi jalan keluar berikutnya, tidak
memandang yang diharamkan oleh Islam, tidak melihat sesuatu yang mengundang
syahwat hingga tidak berinteraksi dengan orang-orang yang mengumbar hawa
nafsunya. Selain itu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam juga
mengajarkan agar senantiasa berdoa agar terhindar dari hawa nafsu yang buruk. Doa
beliau adalah “Allahumma inni a’udzu bika min munkarootil akhlaaqi wal
a’maali wal ahwaa’ (Ya Allah, aku berlindung kepada-mu dari akhlak, amal,
dan hawa nafsu yang jelek).” HR. Tirmidzi, No. 3591.
Kesimpulannya adalah bahwa, ketika hawa nafsu membelennggu
hendaknya kita ingat selalu, sebagai hamba yang harus tunduk patuh kepada
seluruh syariat Allah Ta’ala. Teruslah mengajarkan, menahan dan mendidik hawa
nafsu agar selalu tunduk pada aturanNya, tidak melakukan hal-hal yang dapat
membangkitkan hawa nafsu, dan terakhir berdoa dari keburukan nafsu yang
membelenggu. Wallahu a’lam. 19012022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...