Oleh: Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri
Pada hakikatnya
Sirah Nabawiyah merupakan gambaran risalah (misi) yang dibawa oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada umat manusia, untuk mengeluarkan mereka
dari kegelapan menuju cahaya, dari ibadah kepada hamba menuju ibadah kepada
Allah. Gambaran risalah yang amat menawan dan sempurna ini tidak mungkin dapat
dihadirkan kecuali setelah melakukan komparasi antara latar belakang risalah
ini (Risalah Nabawiyyah) dan implikasi-implikasinya.
Berangkat dari
sinilah kami merasa perlu mengemukakan suatu pasal yang berbicara seputar
kaum-kaum Arab dan perkembangannya sebelum Islam, serta tentang situasi dan
kondisi saat Nabi Muhammad diutus.
Posisi Bangsa
Arab
Kata ‘Arab’
menggambarkan perihal padang pasir (sahara), tanah gundul dan gersang yang tiada
air dan tanaman di dalamnya. Sejak periode-periode terdahulu, lafazh “Arab” ini
ditujukan kepada Jazirah Arab, sebagaimana ia juga ditujukan kepada suatu kaum
yang menempati tanah tersebut, lalu mereka menjadikannya sebagai tanah air
mereka.
Jazirah Arab
dari arah barat berbatasan dengan Laut Merah dan semenanjung gurun Sinai; dari
arah timur berbatasan dengan Teluk Arab dan bagian besar dari negeri Irak
bagian selatan; dari arah selatan berbatasan dengan laut Arab yang merupakan
perpanjangan dari laut Hindia dan dari arah utara berbatasan dengan wilayah
Syam dan sebagian dari negeri Irak, terlepas dari adanya perbedaan dalam
penentuan batasan ini. Luasnya diperkirakan antara 1.000.000 mil persegi hingga
1.300.000 mil persegi.
Jazirah Arab
memiliki peran yang amat menentukan karena letak alami dan geografisnya.
Sedangkan dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi
padang Sahara dan gurun pasir dari seluruh sisinya. Karena kondisi seperti
inilah, jazirah Arab menjadi benteng yang kokoh, yang seakan tidak
memperkenankan kekuatan asing untuk menjajah, mencengkramkan pengaruh serta
wibawa mereka. Oleh karena itu, kita bisa melihat penduduk jazirah Arab hidup
bebas dalam segala urusan semenjak zaman dahulu. Padahal mereka bertetangga dengan
dua imperium raksasa saat itu dan tidak mungkin dapat menghadang
serangan-serangan mereka andaikan tidak ada benteng pertahanan yang kokoh
tersebut.
Sedangkan
hubungannya dengan dunia luar, Jazirah Arab terletak di antara benua-benua yang
sudah dikenal di dalam dunia lama dan menyambung dengannya pada tapal batas
daratan dan lautan. Sisi barat lautnya merupakan pintu masuk ke benua Afrika;
arah timur laut merupakan kunci masuk menuju benua Eropa dan arah timurnya
merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa asing, Asia tengah dan Timur jauh,
terus mencapai ke India dan Cina. Demikian pula, setiap benua lautnya bertemu
dengan Jazirah Arab, setiap kapal dan bahtera laut yang berlayar tentu akan
bersandar di pangkalannya.
Karena letak
geografisnya seperti itu pula, hingga arah utara dan selatan jazirah Arab
menjadi tempat berlabuh bagi berbagai suku bangsa dan pusat pertukaran niaga,
peradaban, agama dan seni.
Kaum-kaum Arab
Para sejarawan
membagi kaum-kaum Arab berdasarkan garis keturunan asal mereka menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Arab
Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab kuno yang sudah punah dan tidak mungkin melacak
rincian yang cukup tentang sejarah mereka, seperti Ad, Tsamud, Thasm, Judais,
Imlaq (bangsa Raksasa) dan lain-lainnya.
2. Arab Aribah,
yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin
Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
3. Arab
Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan Ismail,
yang disebut pula Arab Adnaniyah.
Tempat
kelahiran Arab Aribah (kaum Qahthan) adalah negeri Yaman, lalu berkembang
menjadi beberapa kabilah dan anak kabilah (marga), yang terkenal darinya ada
dua kabilah, yaitu:
A. Himyar; anak
kabilahnya yang paling terkenal adalah Za’id al Jumhur, Qudha’ah dan Sakasik.
B. Kahlan; anak
kabilahnya yang paling terkenal. adalah Hamadan, Anmar, Thayyi’, Madzhaj,
Kindah, Lakham, Judzam, Azd, Aus, Khazraj dan anak cucu dari Jafnah yang
merupakan para raja di Syam serta lain-lainnya.
Anak-anak
kabilah (marga) Kahlan banyak yang pergi meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke
berbagai penjuru Jazirah. Ada yang mengatakan bahwa kepergian mereka terjadi
menjelang banjir besar saat mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan akibat
tekanan dari Bangsa Romawi dan dikuasainya jalur perdagangan laut oleh mereka,
dilumpuhkannya jalur darat serta keberhasilan mereka menguasai Mesir dan Syam,
(dalam riwayat lain) dikatakan, bahwa kepergian mereka setelah terjadinya
banjir besar tersebut.
Merupakan hal
yang tidak dapat disangkal, bahwa -di samping apa yang telah disebutkan di
atas- telah terjadi persaingan antara marga-marga. Kahlan dan marga-marga
Himyar, yang berujung pada hengkangnya marga-marga Kahlan. Hal ini terbukti
bahwa marga-marga Himyar tetap eksis di sana, sedangkan marga-marga Kahlan
hengkang dari sana.
Marga-marga
Kahlan yang (meninggalkan Yaman) bisa dibagi menjadi empat golongan:
[1] Azd; mereka
meninggalkan Yaman setelah mengikuti pendapat pemuka dan sesepuh mereka, Imran
bin Amr Muzaiqiya’. Mereka berpindah-pindah di negeri Yaman dan mengirim para
pemandu, lalu menempuh arah utara dan timur. Berikut rincian tempat-tempat yang
terakhir pernah mereka tinggali setelah perjalanan mereka tersebut:
Tsa’labah bin
Amr dari al-Azd pindah menuju Hijaz, lalu menetap di antara (tempat yang
bernama) Tsa’labiyah dan Dzi Qar. Setelah anaknya dewasa dan kekuasaannya
menguat, dia beranjak menuju Madinah, menetap dan bertempat tinggal di sana. Di
antara anak keturunan Tsa’labah ini adalah Aus dan Khazraj, yaitu dua orang
anak dari Haritsah bin Tsa’labah.
Di antara
keturunan mereka tersebut ada yang berpindah dan menetap di kawasan Hijaz,
yaitu Haritsah bin Amr (dialah Khuza’ah) dan anak keturunannya, hingga
kemudian singgah di Marr azh-Zhahran, lalu menguasai tanah suci dan mendiami
Makkah serta mengekstradisi penduduk aslinya, suku-suku Jurhum.
Sedangkan Imran
bin Amr singgah di Omman lalu menetap di sana bersama anak-anak keturunannya,
yaitu Azd Omman. Kabilah-kabilah lainnya, yaitu kabilah-kabilah Nashr bin
al-Azd menetap di Tuhamah. Mereka ini lebih dikenal dengan nama Azd Syannuah.
Jafnah bin Amr
berangkat menuju ke wilayah Syam dan menetap di sana bersama anak
keturunannya. Dialah bapak para raja al-Ghassasinah. Kata ‘al-Ghassasinah’
tersebut merupakan sumber air di Hijaz yang dikenal dengan nama Ghassan.
Sebelum pindah ke wilayah Syam, mereka ini pernah singgah di sana terlebih
dahulu.
[2] Lakhm dan
Judzam; mereka pindah ke bagian timur dan utara. Di kalangan Lakhm ini terdapat
seorang yang bernama Nashr bin Rabi’ah. Dia adalah bapak raja-raja
al-Manadzirah di Hirah.
[3] Bani
Thayyi’; Setelah perjalanan yang dilakukan oleh Azd, mereka pindah ke arah
utara hingga singgah di kawah dua bukit; Aja dan Salma, dan akhirnya tinggal di
sana sehingga kedua gunung tersebut itu kemudian dikenal dengan nama dua gunung
Thayyi’.
[4] Kindah;
Mereka singgah di Bahrain, kemudian mereka terpaksa meninggalkannya dan singgah
di Hadhramaut. Agaknya, mereka mengalami cobaan yang sama seperti ketika berada
di Bahrain. Mereka kemudian mampir di Najd. Di sana, mereka membentuk
pemerintahan besar dan diperhitungkan namun pemerintahan itu demikian cepat
tumbang tanpa meninggalkan bekas sedikit pun. Ada lagi satu kabilah dari suku
Himyar yaitu Qudha’ah, terlepas dari masih diperselisihkan penisbatannya kepada
Himyar, yang meninggalkan Yaman dan bermukim di daerah pedalaman as-Samawah
yang terletak di pinggiran Irak.[1]
Foot Note:
[1] Lihat
rincian tentang kabilah-kabilah ini dan hijrahnya dalam buku-buku: “Nasab Mad’
wal Yaman al-Kabir?’, “Jamharatun Nasab’, “al-lqdul Farid’, ” Qalaidul Jumman,
” Nihayatul Arib’, ” Tarikh Ibnu Khaldun’, “Sabaikudz Dzahab’, dan lain-lain.
Terdapat perbedaan yang cukup mendalam antara berbagai referensi sejarah dalam
menetapkan periode perpindahan yang mereka lakukan dan sebab-sebabnya. Tapi
setelah mengamati secara cermat dari berbagai sudut pandang, kami telah
menetapkan pendapat yang kami anggap kuat dalam bab ini berdasarkan dalil yang
ada.
Bersambung..
Sumber: Buku
“Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”,
Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit Darul Haq
Sumber : kisahislam.net/2012/06/01/sirah-nabi-bagian-01 dan 02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...