Konsep Pemilihan Presiden di
Indonesia dalam Perspektif Islam
Indonesia adalah negara di Asia Tenggara
yang terletak di antara benua Asia dan benua Australia, serta antara samudra
Pasifik dan samudra Hindia. Indonesia terdiri dari 10.508 pulau, sehingga menempatkan
negara ini sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia tercatat
sebagai negara berpenduduk terbanyak ke-empat di dunia dengan jumlah penduduk
sekitar 237,641,326 jiwa.[1] Di samping itu, Indonesia juga merupakan negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk muslim sekitar
217,346,140 jiwa.[2]
Walaupun mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam, tetapi Indonesia bukanlah sebuah negara Islam. Sistem
pemerintahan negara ini adalah republik presidensial yang berasaskan Pancasila,
dengan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan politiknya. Oleh karena itu,
kekuasaan dipegang oleh rakyat dengan menempatkan para wakilnya untuk
menjalankan pemerintahan, rakyat secara langsung menunjuk Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
Presiden dan wakilnya dipiih dan
ditunjuk langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum yang dilakukan setiap lima
tahun sekali. Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan hanya
untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan
presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR,
disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan
ke dalam proses pemilu.
Dalam pemilihan presiden dan wakilnya,
rakyat secara merata memilih langsung pasangan calon presiden dan wakil
presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari
lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua
puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah
jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.[3]
Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung ini telah dilakukan dua
kali, pada pemilihan umum tahun 2004 dan tahun 2009. Dalam perkembangannya,
tata cara pemilihan secara langsung ini dilakukan untuk memilih kepala daerah
dan wakilnya.[4]
Dari konsep pemilihan secara langsung
ini, Indonesia mendapatkan pujian dari beberapa pihak. Wakil ketua DPR Drs.
Priyo Budi Santoso mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia jauh lebih baik dari
Amerika Serikat.[5] Duta besar Amerika untuk Indonesia pun mengatakan hal yang
hampir sama, ia mengatakan bahwa perkembangan demokrasi di Indonesia lebih
maju.[6] Hillary Clinton pun tanpa sungkan memberikan pujian kepada pemerintah,
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat itu mengatakan bahwa Indonesia adalah model
bagaimana Islam, demokrasi, modernitas, dan hak-hak wanita bisa tumbuh
bersamaan dan harmonis dalam satu negara.[7] Lebih jauh lagi Din Syamsuddin
menyatakan keberhasilan Indonesia dalam mengusung demokrasi, menjadi rujukan
bagi sejumlah negara di Timur Tengah yang sedang dilanda konflik seperti Mesir,
Tunisia dan Libya.[8]
Sebagai seorang muslim dan sebagai
negara yang memiliki jumlah penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia,
maka wajar apabila kita melihat segala sesuatu di negara ini dari sudut pandang
Islam. Oleh karena itu, marilah kita mengkaji ulang konsep pemilihan presiden
sebagai kepala negara dan pemimpin masyarakat, apakah telah sesuai dengan
prinsip-prinsip dalam Islam, atau malah sebaliknya, melenceng jauh dari apa
yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para Khalifah.
Pemimpin umat Islam dalam menjalankan
pemerintahan disebut dengan istilah khalifah, imam, atau imaratul mu’minin.
Walaupun berbeda pengertian dan tugas antara seorang khalifah dan presiden,
tetapi keduanya merupakan pemimpin dan kepala negara yang diserahkan amanat
dari masyarakat untuk menjalankan negara dan memimpin mereka. Oleh karena itu
sebagai pembanding, penulis akan mengangkat prinsip-prinsip dasar yang
dikemukakan oleh para mayoritas ulama dalam memilih khalifah.
Pada dasarnya dalam konsep pemerintahan
Islam, semua anggota masyarakat harus
ikut berperan serta dalam memilih khalifah. Tetapi dalam perkembangan sejarah,
seiring dengan meluasnya wilayah Islam, mengumpulkan semua orang dalam satu
waktu dan dalam satu tempat untuk bermusyawarah menjadi hal yang tidak mungkin.
Oleh karena itu, seluruh anggota masyarakat diwajibkan untuk memilih wakil
mereka dalam memilih khalifah sebagai pemimpin,[9] wakil dari umat ini
dinamakan dengan Ahlul Hal wal Aqd. Wakil-wakil rakyat ini terdiri dari utusan
dari berbagai golongan masyarakat dan harus memiliki syarat-syarat yang harus
dipenuhi.[10] Syarat-syarat tersebut antara lain adil,[11] mengenal dengan baik
para calon khalifah yang akan dipilih, dan kemampuan serta kebijaksanaan mereka
dalam mengambil keputusan dan menentukan siapa yang pantas untuk menjadi
pemimpin umat.
Dalam musyawarah pemilihan khlaifah,
para anggota Ahlul Hal wal Aqd memilih khalifah dengan dengan proses yang
panjang. Para wakil rakyat ini harus mencari tahu dan mengenal betul setiap
calon khalifah, kemudian memilah dan memilih mana yang tepat untuk memimpin dan
sesuai dengan kebutuhan negara pada waktu itu. Misalnya ketika negara mengalami
masa peperangan, maka yang lebih diutamakan adalah pemimpin yang kuat dan
berani, walaupun memiliki kekurangan di bidang lain.[12] Begitu pula dalam
memilih wakil, para anggota Ahlul Hal wal Aqd harus memilih wakil yang dapat
mendukung dan menutupi kekurangan khalifah yang dipilih, sehingga terciptalah
pemerintahan yang seimbang. Apabila terdapat beberapa calon yang mempunyai
kemampuan yang sama dan dianggap pantas, barulah dilakukan pemilihan dengan
jalan voting atau pengambilan keputusan dengan suara terbanyak.[13]
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat
dalam konsep pemerintahan Islam seorang khalifah benar-benar diseleksi dan
dipilih oleh orang-orang yang telah diseleksi dan dipilih oleh seluruh anggota
masyarakat. Seorang khalifah dipilih oleh orang-orang yang mengenal dia, baik
itu kelebihan maupun kekurangannya. Ia pun dipilih berdasarkan musyawarah dan
berdasarkan kebutuhan negara pada masa Ia menjabat. Disamping itu pula seorang
khalifah mempunyai seorang wakil yang dapat saling melengkapi antara satu sama
lain.
Di Indonesia, pasangan presiden dan
wakilnya diajukan oleh gabungan partai politik dan dipilih secara langsung oleh
masyarakat. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang menjadi acuan masyarakat
dalam memilih, bagaimana masyarakat dapat menilai dan menimbang pasangan
manakah yang akan mereka pilih dalam pemilihan umum, dan apakah pengenalan para
capres dan cawapres cukup hanya ketika masa kampanye saja. Disamping itu,
masyarakat Indonesia tersebar diseluruh wilayah Indonesia yang sangat luas dan
terdiri dari beberapa agama, suku, ras dan golongan. Dapat dipastikan mayoritas
masyarakat dalam memilih presiden lebih mengutamakan kebutuhan di sekitarnya,
tanpa melihat dan mengetahui apa yang menjadi kebutuhan negara pada umumnya.
Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa presiden Indonesia dipilih secara
langsung oleh masyarakat yang dipaksa utnuk mengenal beliau.
Pasangan capres dan cawapres yang akan
dipilih diajukan oleh gabungan partai politik. Pada kenyataannya mayoritas
partai hanya menunjuk seseorang yang mempunyai kekuatan tertentu untuk diajukan
sebagai presiden tanpa mempertimbangkan kebutuhan negara. Wakil presiden yang
diajukan pun cenderung dipilih dari golongan tertentu dengan tujuan hanya untuk
menarik simpati masyarakat, sehingga pada akhirnya partai ataupun gabungan
partai tersebut memenangkan pertarungan di pemilihan umum.
Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa
presiden dan wakil presiden di Indonesia tidak benar-benar diseleksi dengan
baik, baik itu oleh masyarakat secara luas maupun oleh partai politik yang
mengusungnya. Tidak terseleksi oleh masyarakat karena sebagian besar dari
mereka tidak mengenal calon presiden dan calon wakil presiden yang diajukan
oleh partai-partai politk. Kemudian tidak terseleksi oleh partai pengusung
karena mayoritas partai hanya untuk kepentingan golongan dan sekelompok orang tertentu saja.
Daftar Pustaka
Al_Mawardi. al_Ahkam as_Sulthaniyah wa
al_Wilayat ad_Diniyah. Kuwait: Daar Ibnu Qutaibah, 1989
Badan Pusat Statistik - Sensus penduduk
tahun 2010
Batamtoday, Senin 25 Juli 2011
Data Kementerian Agama tahun 2009
Kompas, 25 Februari 2009
Ridho, Muhammad Rasyid. Tafsir Al_Qur’an
al_Hakim al_Masyhur bi Tafsir al_Manar, jilid ke-5. Beirut: Daar el_Kutub, 2005
Taimiyah, Ibnu. as_Siyasah asy_Syar’iah
fi Islahir Raa’I war Raa’iyah. Beirut: Darul Ifqaq, 1403
UU No. 22 Tahun 2007
UUD 1945 Pasal 6A
Voice of Amerika, 13 April 2011
Wartapedia, 7 Oktober 2010
[1] Sensus penduduk tahun 2010
[2] Data Kementerian Agama tahun 2009
[3] Pasal 6A UUD 1945
[4] UU No. 22 Tahun 2007
[5] Batamtoday, Senin 25 Juli 2011
[6] Wartapedia, 7 Oktober 2010
[7] Kompas, 25 Februari 2009
[8] Voice of Amerika, 13 April 2011
[9] Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir
Al_Qur’an al_Hakim al_Masyhur bi Tafsir al_Manar, jilid ke-5, (Beirut: Daar
el_Kutub, 2005), hal. 153
[10] Al_Mawardi, al_Ahkam as_Sulthaniyah
wa al_Wilayat ad_Diniyah, (Kuwait: Daar Ibnu Qutaibah, 1989), hal. 4
[11] adil di sini diartikan dengan
istiqamah dan amanah
[12] Ibnu Taimiyah, as_Siyasah
asy_Syar’iah fi Islahir Raa’I war Raa’iyah, (Beirut: Darul Ifqaq, 1403), hal.
17
[13] Ibid, hal. 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...