Fleksibilitas
dipahami sebagai sifat lentur dan mudah menyesuaikan diri dengan unsur lain
yang ada di sekitarnya.[1]
Fleksibilitas hukum Islam berarti kelenturan hukum Islam dalam menghadapi
berbagai permasalahan yang ada di masyarakat. Kondisi masyarakat yang terus
berubah menjadikan hukum Islam harus mampu menjawab berbagai persoalan yang
muncul, terutama berkaitan dengan masalah-masalah kontemporer yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Selain itu fleksibilitas hukum Islam juga dihadapkan dengan
berbagai permasalahan baru yang dihadapi oleh hukum Islam karena kondisi waktu
dan tempat yang berbeda-beda.
Jika
pada awal kemunculannya hukum Islam dihadapkan pada adat kebiasaan masyarakat
Arab, maka ketika Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia hukum Islam
berhadapan dengan adat dari berbagai suku bangsa di dunia. Adat kebiasaan yang
berlaku di masyarakat menguji bagaimana sifat hukum Islam yang fleksibel dan
mampu menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya.
Beberapa
kaidah yang telah dirumuskan oleh ahli hukum Islam menunjukan bagaimana sifat
dari hukum Islam yang fleksibel, diantaranya adalah:
الْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ
عِلَّتِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا
“Hukum itu berputar
bersama illat (sebab)-nya, ada dan tidaknya.”
Hukum
itu akan senantiasa ada bersama dengan adanya sebab, jika sebab itu sudah tidak
ada maka hukum tersebut tidak lagi ada. Ini berkaitan dengan hukum yang
berkaitan dengan sebab-musabab suatu kejadian entah itu waktu ataupun tempat.
Kaidah fiqhiyah lainnya menyebutkan:
لاَيُنْكَرُ تَغَيُّرُ الأحْكاَمِ بِتَغَيُّرِ الأزْماَن
Tidak dapat diingkari
adanya perubahan hukum lantaran berubahnya masa.
Kaidah
ini sebagai penguat dari kaidah sebelumnya bahwa perubahan waktu itu akan
mempengaruhi perubahan hukum. Selain hukum, fatwapun bisa berubah dengan
perubahan zaman, sebagaimana disebutkan dalam sebuah kaidah:
لا يُنكَرُ تغيُّرُ الفتوى بتغيُّر الأزمان
Tidak dapat diingkari
adanya perubahan fatwa lantaran berubahnya masa.
Fatwa
sebagai hasil dari ijtihad seorang mufti untuk menjawab suatu
permasalahan umat dihasilkan dari istidlal al-ahkam dari nash al-Qur’an
dan al-Hadits. Jika tidak ditemukan pada keduanya maka didasarkan kepada metode
ijtihadnya, dalam hal ini yang menjadi pertimbangan adalah waktu, tempat,
keadaan dan adat kebiasaan di wilayah tersebut. Sebagaimana dalam sebuah kaidah
dirumuskan:
تغير الفتوى بتغير الزمان والمكان والأحوال
والعادات
Perubahan fatwa terjadi
dengan berubahnya zaman, tempat, keadaan, dan adat kebiasaan.
Para
ahli hukum Islam selanjutnya mengembangkan kaidah ini dengan menambahkan adanya
unsure niat dan individu yang meminta fatwa:
تغير الفتوى بتغير الأزمنة والأمكنة والأحوال
والأشخاص والنيات والعوائد
Perubahan fatwa terjadi
dengan berubahnya zaman, tempat, keadaan, individu, niat dan adat kebiasaan.
Berdasarkan
kaidah tersebut maka sejatinya hukum Islam akan fleksibel dalam menghadapi berbagai
keadaan masyarakat. Selain adanya nash-nash hukum yang menunjukan kelenturan
hukum Islam, perkembangan fiqh di beberapa wilayah juga menunjukan bahwa
hukum Islam sangat fleksibel dengan keadaan masyarakat. Sebagai contoh corak
hukum Islam di Saudi Arabia akan berbeda dengan corang hukum Islam yang ada di
mesir, Sudan, Afganistan, Pakistan dan Indonesia.
Adanya
perbedaan hukum bukan menunjukan bahwa hukum Islam tidak konsisten, sebaliknya
dalam ranah fiqh maka Islam memberikan toleransi yang tinggi untuk
dilaksanakan sesuai dengan keadaan masyarakat di mana hukum Islam dilaksanakan.
Jika selama ini muncul satu opini bahwa antara hukum Islam dan adat kebiasaan
masyarakat selalu bertentangan maka berdasarkan karakteristik dari hukum Islam
yang fleksibel seharusnya hal tersebut bisa diminimalisir.
Pertanyaan
selanjutnya apakah hukum yang fleksibel itu pada keseluruhan hukum Islam atau
hanya pada hukum yang bersifat dzanny? Sebagian ahli hukum berpendapat
bahwa perubahan hukum dapat terjadi pada seluruh bidang hukum Islam baik yang
bersifat qath’i ataupun yang dzanny. Subhi Mahmasani berpendapat
bahwa hukum yang bisa berubah adalah hanya yang berkaitan dengan hukum dzanny
yang dipengaruhi oleh adat kebiasaan dan
hukum yang bersumber dari negara.
ma'af, itu di ambil dari kitab apa ya,,
BalasHapusMaaf tulisannya dirujuk dari mana ya?
BalasHapus