Oleh:
AM Bambang Prawiro
Dua hari setelah pertemuan terakhir saya dengannya menjadikan diri saya “tersiksa”
tanpanya. Buka suka, apalagi cinta, hanya rasa kagum dan ikatan emosional yang begitu
kuat sehingga membutuhkan beberapa hari untuk “melupakannya”. Bayang-bayangnya
senantiasa muncul di kepala saya, sulit untuk melupakannya. Walaupun berulang
kali dia menyakiti hati dan tidak sesuai dengan keinginan pribadi, namun rasa
kagum padanya menjadikan saya tidak bisa untuk “membencinya”. Padahal secara
syar’i dan rasional tidak ada alasan untuk mengaguminya. Tidak ada sama sekali,
bahkan secara syar’I bisa jadi saya seharusnya membencinya karena dia sering
meninggalkan shalat dan tidak istiqamah dalam agamanya. Namun, jujur saja
memang sulit untuk melupakannya apalagi untuk membencinya tidak mungkin bisa
terjadi.
Itu barangkali sepenggal kisah seorang yang sedang dilanda rasa suka,
berbagai alasan ia gunakan untuk menguatkan perasaannya. Segala cara juga
diusahakan untuk bisa dekat dengannya, semua bisa dikorbankan dan lebih dari
itu rasio-nya sudah lagi tidak berfungsi. Hanya rasa kagum saja dan ikatan
emosi yang ada di benaknya, sehingga semua yang berkaitan dengannya pasti
indah, menyenangkan dan mengundang hasrat untuk selalu bersamanya.
Tahukah anda bahwa perasaan ini bukan hanya milik remaja, atau mereka
yang sedang jatuh cinta? Ia bisa dirasa oleh seluruh umat manusia selama masih
ada nyawa di dalam raga. Tentu saja tidak salah dan juga belum tentu benar,
jika ia diarahkan kepada hal-hal yang positif bisa jadi ia akan mendatangkan
karunia, sebaliknya jika ia dibawa kepada hal-hal yang negative niscaya ia akan
menjadi bencana, tidak hanya di dunia namun juga di akhirat sana.
Duka yang melanda sering kali karena keinginan untuk dekat bersamanya
tidak bisa tercapai. Lara yang dirasa juga karena rasa di dada yang selalu
ingin melihatnya tidak lagi bisa terlaksana. Duka itu akan semakin bertambah
ketika terus mengingat dan menyebut si dia. Apalagi jika hal-hal yang
berhubungan dengannya selalu diingat, dilihat, dan dirawat. Sebagai contoh
ketika ia selalu melihat gambarnya, menyebut namanya, mengingat raut mukanya
dan semua hal yang ada hubungan dengannya maka duka itu akan semakin terasa. Bagaimana
cara mengatasinya?
Obat bagi rasa duka karena selalu mengingatnya adalah dengan mencoba
untuk melepaskan diri dari sikap dominan emosional yang ada. Ketika emosi kita
semakin dominan maka rasional kita semakin berkurang. Ketika kita kagum kepada
seseorang maka rasional tentang dia tidak lagi berperan, sehingga sangat wajar
ketika dia melakukan sebuah kesalahan dan melakukan perbuatan yang menyakitkan
ia tidak terasa, yang ada adalah rasa kagum dan suka padanya sehingga semua
tentangnya indah belaka. Penawar berikutnya bagi obat duka lara ini adalah
mengurangi keinginan-keinginan kita yang tidak rasional, misalnya keinginan
kita untuk selalu berasamanya. Secara rasional tidak mungkin seseorang akan
sealu bisa bersama, apalagi jika ia adalah orang lain yang bukan siapa-siapa,
bukan istri atau suami bukan pula keluarga dekat sehingga sangat tidak mungkin
ketika ingin selalu bersamanya.
Kekurangannya seharusnya juga harus selalu diingat, apalagi jika
berkaitan dengan agama kita. Tidak mungkin kita akan kagum kepada seseorang
yang menyia-nyiakan shalat dan sering meninggalkannya. Tidak mungkin pula kita
suka dengan seseorang yang sering kali menghina syar-syiar Islam. Berjuta alasan
tidak akan diterima ketika syiar-syiar Allah itu disia-siakan, apalagi sampai
kagum dengan para pelakunya. Sadar wahai saudara, duka yang melanda karena
tidak bisa bersua dengannya sejatinya adalah skenarioNya agar engkau selalu
berada di jalanNya, bukan jalan mereka yang menyia-nyiakan syariatNya. Dekatkanlah
diri ini kepadaNya, niscaya duka itu tak akan lagi terasa, semoga…
Pasirtengah, 04 Januari 2014
Pukul 20.36 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...