Oleh: Abdurrahman MBP, MEI
Setelah
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat maka berakhir pula wahyu
baik berupa Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Sejak saat itu hukum Islam diyakini
sudah sempurna, tidak ada satu permasalahanpun yang tidak diatur olehnya.
Sebagaimana firman Allah ta’ala:
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًۭا
Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. al-Maidah [5]: 3).
Kesempurnaan
Islam berkenaan dengan hukum-hukum Ibadah adalah sebuah kesepakatan, artinya
tidak ada ibadah selain yang diajarkan oleh Nabi di masa hidupnya. Adapun
berkenaan dengan bidang muamalah maka Islam memberikan kaidah-kaidah umum yang
mencakup ke dalam permasalahan yang mendetail. Termasuk bagaimana sikap Islam
terhadap adat-istiadat yang berlaku pada suatu masyarakat.
Sebagai
bentuk pengembangan dari hukum Islam maka para fuqaha (ahli hukum Islam)
merumuskan berbagai kaidah hukum untuk mengatasi setiap permasalahan yang
muncul. Terutama permasalahan yang tidak ditemukan dalil-nya di dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pada masa shahabat Nabi Muhammad r
terjadi interaksi antara bangsa Arab dan bangsa Persia, Romawi dan
bangsa-bangsa lainnya. Interaksi ini menimbulkan permasalahan yang harus dicari
jalan keluarnya, maka ahli-ahli hukum Islam pada waktu itu merumuskan
kaidah hukum diantaranya adalah Imam
Malik yang mendasarkan amal penduduk Madinah sebagai sumber hukum ketika tidak
ditemukan secara eksplisit dalil di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Adat
oleh sebagian besar fuqaha menjadi metode dalam menetapkan suatu hukum,
sementara oleh yang lainnya menjadi sumber hukum. Penggunaan teori ‘Urf untuk
pertama kali dilakukan oleh Imam Malik bin Anas di mana dalam teori istinabth
al-ahkam beliau menjadikan a’mal ahlu al-madinah sebagai bagian dari
sumber hukum.[1]
Selanjutnya Imam Syafi’i juga menggunakan ‘urf dan kebiasaan
masyarakat sebagai dalil dalam menetapkan suatu hukum. Walaupun tidak secara
terbuka menyebutkan Adat dan ‘Urf sebagai metode ijtihadnya namun
pendapat-pendapatnya ketika berada di Mesir (Qaul Jadid) menunjukan
penggunaan ‘urf penduduknya sebagai bahan acuan fatwanya.[2]
Adat
dan ‘Urf dalam pandangan ahli hukum Islam (fuqaha`) dianggap sebagai
sumber hukum yang dapat dipertanggungjawabkan, sepanjang keberadaannya tidak
bertentangan dengan kaidah-kaidah syar`i. Ibnu Nujaim menyatakan:
وَاعْلَمْ أَنَّ اعْتِبَارَ الْعَادَةِ وَالْعُرْفِ يُرْجَعُ
إلَيْهِ فِي مَسَائِلَ كَثِيرَةٍ حَتَّى جَعَلُوا ذَلِكَ أَصْلًا
Ketahuilah sesungguhnya adat dan urf
menjadi salah satu referensi dalam fiqih Islam untuk memecahkan berbagai macam
persoalan sehingga menjadi salah satu sumber hukum.
Imam al-Sarokhsi menyatakan:
الثابت بالعرف كالثابت بالنص
Hal-hal yang ditetapkan ‘urf
sama kedudukannya dengan hal-hal yang ditetapkan oleh nash.
Ibnu
Qayyim mengatakan bahwa Madzab Hambali dalam berbagai fatwa fiqihnya tidak
kurang 100 masalah khususnya dalam bidang muamalat merujuk kepada urf.
Sebagaimana madzab Syafi’i juga cukup memiliki perhatian besar dalam
menggunakan urf sebagai sumber hukum.
Imam
al-Suyuti mengatakan:
Bahwa adat dan
urf merupakan sumber hukum yang bisa memecahkan dalam berbagai persoalan
diantaranya masalah Haid masalah batas dewasa dll.
Lebih
tegas lagi ketika kita simak perkataan al-Qarafi dalam pandangannya terhadap
sikap yang diambil oleh mujtahid ketika menerbitkan hukum, ”Sesungguhnya
tindakan memberlakukan hukum berdasarkan adat yang berubah-ubah adalah
bertentangan dengan ijmak dan dianggap berlaku bodoh terhadap agama -bukannya
demikian-, melainkan ketentuan hukum syariah harus disesuaikan dengan adat/ urf
yang berubah-ubah tersebut.
Syihabuddin al-Qorofi:16
بالنظر
الدقيق فى العرف و أمثلته و ما قال الأصولييون و الفقهاء فيه يتبين أنه ليس دليلا
مستقلا بشرع الحكم فى الواقعة بناء عليه و إنما هو دليل يتوصل به إلى الفهم المراد
من عبارات النصوص و من ألفاظ المتعاملين و إلى تخصيص العام و تقييد المطلق
Dengan mempelajari dengan seksama dalam maslah ‘urf,
contoh-contohnya, apa yang dikatakan oleh para ahli Ushul Fikih dan Fikih, akan
menjadi jelas bahwa dalam suatu perkara, ‘urf itu bukanlah dalil yang berdiri
sendiri dari syari’at, hukumnya tidaklah berdasarkan ‘urf itu sendiri akan
tetapi hanya dalil yang akan mengantarkan kita untuk bisa memahami maksud yang
diingini oleh redaksi-redaksi nash dan maksud dari perkataan orang-orang yang
terlibat di dalamnya, juga menjadi pengkusus bagi dalil yang umum dan pengikat
bagi dalil yang mutlaq.
Senada
dengan ini apa yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam kitabnya I`lamul
Muwaqqi’in:
ومن أفتى الناس بمجرد المنقول في الكتب على
اختلاف عُرْفهم وعوائدهم، وأزمنتهم وأمكنتهم ، وأحوالهم ولقرائن أحوالهم ، فقد ضل وأضل
..."
Sesungguhnya
orang yang berfatwa hanya berdasarkan dalil naqli dan bertentangan dengan
tradisi, urf, situasi, dan kondisi masyarakat maka berarti dia telah berlaku
sesat dan menyesatkan.[3]
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa semua fuqaha sepakat tentang kedudukan
adat dan urf sebagai sumber hukum. Pada konteks ini Madzab Maliki dianggap
sebagai madzab yang paling dominan menggunakannya dalam ijtihad hukum fikihnya,
dibanding dengan madzab-madzab yang lain, hal itu dikarenakan pertama madzab
Maliki meletakkan kemaslahatan sebagai pilar terbesar dalam ijtihadnya, kedua
urf yang shahih merupakan amalan yang berpangkal pada kemaslahatan oleh sebab
itu madzhab Maliki lebih mendahulukan urf atas analogi (qiyas).
Ketika
Imam Al Qurtubi membaca hadits tentang istri Abu Sofyan yang diizinkan Nabi
untuk mengambil uang secukupnya sebagai nafaqah, menurutnya tindakan ini
dianggap sebagai tindakan urf. Artinya tindakan tersebut bisakah diberlakukan
di seluruh dunia maka jawabnya, apakah urf yang berlaku demikian?.
[1] Ahmad Fahmi Abu Sinnah, Al-‘Urf
Wal ‘Adah fi Ra’yil Fuqaha, (Mesir: Mathba’ah Al-Azhar, tahun 1947), hlm.
[2] Jaih Mubarak, Modifikasi
Hukum Islam : Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid, (Jakarta :
Rajagrafindo Persada, 2002), hlm.
[3] Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyyah, I’lam
al-Muwaqi’in,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...