Middle theory
yang digunakan adalah Teori Fungsionalisme Struktural dari Talcott Parson.
Teori ini dipengaruhi oleh adanya asumsi bahwa ada kesamaan antara kehidupan
organisme biologis dengan struktur sosial yaitu adanya keteraturan dan
keseimbangan dalam masyarakat.[1]
Asumsi dasar teori ini adalah bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar
kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang
mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut
dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu
keseimbangan. Dengan demikian masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem
sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.[2]
Sistem sosial terdiri
dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi
yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang
mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk mengoptimalkan
kepuasan yang hubungannya dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi
dalam term sistem simbol bersama yang terstruktur secara kultural.[3]
Seluruh tindakan
manusia bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada
dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati.
Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan
tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi,
dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.[4]
Prinsip-prinsip
pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan
pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang
unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan
dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa
tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar,
yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.[5]
Tindakan setiap
individu dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada
akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga dipengaruhi oleh
kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan
bimbingan nilai dan ide serta norma. Tindakanindividu juga ditentukan oleh
orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi
nilai. Tindakan individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam
karena adanya unsur-unsur lainnya.
Merujuk pada pendapat
Talccott Parson maka aksi (action) itu bukan perilaku (behaviour).
Aksi merupakan tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku
adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Ia beranggapan bahwa yang
utama bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial
yang menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan
komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan
sosial tertentu. Talcott Parsons juga beranggapan bahwa tindakan individu dan
kelompok itu dipengaruhi oleh system sosial, system budaya dan system
kepribadian dari masing-masing individu tersebut. Talcott Parsons juga
melakukan klasifikasi tentang tipe peranan dalam suatu system sosial yang disebutnya
Pattern Variables, yang di dalamnya berisi tentang interaksi yang afektif,
berorientasi pada diri sendiri dan orientasi kelompok.[6]
Selanjutnya Parson
menyebutkan bahwa Teori Sistem adalah suatu kerangka yang terdiri dari beberapa
elemen/sub elemen/sub system yang saling berinteraksi dan berpengaruh. Konsep
system digunakan untuk menganalisis perilaku dan gejala sosial dengan berbagai
system yang lebih luas maupun dengan sub system yang tercakup di dalamnya.
Contohnya adalah interaksi antar keluarga disebut sebagai system, anak
merupakan sub system dan masyarakat merupakan supra system, selain kaitannya
secara vertikal juga dapat dilihat hubungannya secara horizontal suatu system
dengan berbagai system yang sederajat.
Masyarakat adalah suatu
organisme hidup merupakan system yang terbuka yang berinteraksi dan saling
mempengaruhi dengan lingkungannya. System kehidupan ini dapat dianalisis melaui
dua dimensi yaitu interaksi antar bagian-bagian/elemen-elemen yang membentuk
system dan interaksi/pertukaran antar system itu dengan lingkungannya. Talcott
Parsons membangun suatu teori system umum (Grand Theory) yang berisi
empat unsur utama yang tercakup dalam segala system kehidupan, yaitu: Adaptation,
Goal Attainment, Integration dan Latent Pattern Maintenance.[7]
Setiap individu
memiliki perilaku dalam bentuk gerakan fisik yang dilakukan karena adanya suatu
kebutuhan. Perilaku ini tidak ada kaitannya dengan kondisi lingkungan
sekitarnya. Misalnya perilaku seseorang untuk berpakaian apa adanya ketika
berada di kamar atau di rumahnya. Kemudian perilaku ini akan berubah ketika ia
dihadapkan pada orang lain yang akan menemuinya. Ia memakai pakaian yang
“layak” dan rapi untuk menemui orang lain tersebut. Perilaku individu yang
dipengaruhi oleh lingkungan disebut dengan tindakan (action).
Pada dasarnya tindakan
seseorang akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sebagai contoh seseorang
yang bertempat tinggal di pantai akan berperilaku dengan cara bicara yang keras
karena ia harus menyesuaikan diri (adaptation) dengan lingkungan di
sekitarnya. Tindakan seseorang dengan berbicara keras karena tinggal di sekitar
pantai bertujuan agar pihak yang diajak bicara bisa mendengarkan pembicaraannya
tersebut. Tujuan ini dalam teori Parson disebut goal attainment.
Tindakan dari individu
yang berada pada suatu wilayah tidaklah sama, oleh karena itu perilaku gerak
fisik dan adaptasi lingkungan akan memunculkan adanya system norma. Sistem ini
berfungsi sebagai patokan bagi setiap individu di suatu masyarakat agar
menyelaraskan perilaku dan tindakannya sesuai dengan norma yang telah
ditentukan tersebut. Sistem sosial ini dilakukan secara terus-menerus (lattency)
sehingga menjadi sebuah system budaya (cultural system). Selanjutnya system
budaya akan mengontrol sistem sosial, sebagaimana sistem sosial mengontrol
tindakan individu.
Hukum sebagai salah
satu sub sistem sosial memiliki fungsi untuk mengontrol perilaku dan tindakan
setiap individu dalam suatu komunitas. Oleh karena itu perubahan hukum akan
dipengaruhi oleh system budaya dan perilaku individu. Sedangkan perubahan
system budaya akan dipengaruhi oleh perilaku dan tindakan individu. Sistem
norma hukum merupakan bagian dari system sosial dengan fungsi integrasi antar
individu. Pada saat yang sama ia merupakan fungsi dari kebudayaan. Maka, hukum
merupakan hubungan timbal balik antara system sosial dan system budaya serta
individu pada suatu komunitas.[8]
Perubahan sosial dalam
suatu masyarakat di dunia ini merupakan suatu hal yang normal, yang tidak
normal justru jika tidak ada perubahan. Demikian juga dengan hukum, hukum yang
dipergunakan dalam suatu bangsa merupakan pencerminan dari kehidupan sosial
suatu masyarakat yang bersangkutan. Dengan memperhatikan karakter suatu hukum
yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa) akan terlihat pula karakter
kehidupan sosial dalam masyarakat itu. Hukum sebagai tatanan kehidupan yang
mengatur lalu lintas pergaulan masyarakat, dengan segala peran dan fungsinya
akan ikut berubah mengikuti perubahan sosial yang melingkupinya.
Cepat atau lambatnya
perubahan hukum dalam suatu masyarakat, sangat tergantung dalam dinamika
kehidupan masyarakat itu sendiri. Apabila masyarakat dalam kehidupan sosialnya
berubah dengan cepat, maka perubahan hukum akan berubah dengan cepat pula,
tetapi apabila perubahan itu terjadi sangat lambat, maka hukum pun akan berubah
secara lambat seiring dan mengikuti perubahan sosial dalam masyarakat itu.[9]
Berdasarkan teori
Fungsionalisme Struktural dapat diketahui bahwa perubahan sosial dalam
kehidupan masyarakat akan membawa konsekuensi pada perubahan hukum dalam
berbagai aspek kehidupan karena berbagai aspek tersebut saling kait mengkait
satu dengan yang lain. Oleh karena kehidupan masyarakat terus berubah sesuai
dengan perkembangan zaman, maka berubah pula budaya masyarakat di suatu tempat
yang pada akhirnya diikuti pula dengan perubahan hukum. Sehingga perubahan
hukum tidak bisa lepas dari perubahan sosial, karena hukum sebagai sub sistem
dari system sosial.[10]
Apabila dikaitkan
dengan masalah penelitian yaitu penerimaan hukum Islam, maka perubahan hukum
suatu komunitas tidak hanya disebabkan oleh perubahan struktur sosial (social
structure) tetapi juga perubahan system budaya (cultural system).
Perubahan hukum dalam penelitian ini adalah penerimaan mereka terhadap system
hukum lain dikarenakan adanya faktor internal dan eksternal pada masyarakat
tersebut.
[1]
Talcott Parsons, Social Systems and The Evolution of Action Theory
(New York: The Free Press, 1975), hlm. 45.
[2] Pip Jones, Pengantar
Teori-teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010) hlm.
67.
[3] Talcott Parsons, Social
Systems and The Evolution of Action Theory, hlm. 5-6.
[4] Jonathan H. Turner, The
Structure of Sociological Theory, (Illinois: The Dorsey Press, 1974), hlm.
30.
[5] Talcott Parsons, Social
Systems and The Evolution of Action Theory, hlm. 8.
[6] Soerjono Soekanto, Talcot
Parson, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hlm. 31
[7] George Ritzer, Sociological
Theory, (New York: The Mcgraw-Hill Companies, Inc, 2010), hlm. 237.
[8] George Ritzer, Sociological
Theory, hlm. 240
[9] Abdul Manan, Aspek-aspek
Pengubah Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 78
[10] Abdul Manan, Aspek-aspek
Pengubah Hukum, hlm. 24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...