Berikut ini
adalah penjelasan dari masing-masing ayat tersebut beserta dengan
penafsirannya;
11.
QS. Al-A’raaf: 80-81.
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا
سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan
perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di
dunia ini) sebelum kalian?”. QS. Al-A’raaf: 80.
Ayat ini
mengisahkan tentang perilaku homoseksual yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ‘Alaihis
Salam. Allah Ta’ala menyebutkan bahwa perbuatan homo seksual yang dilakukan
antar sesama pria merupakan perbuatan fahisyah, yaitu suatu perbuatan
yang sangat hina dan mencakup berbagai macam kehinaan serta kerendahan.
Allah SWT dalam
Al-Qur’an menyebut zina dengan kata faahisyah (tanpa alif lam), sedangkan
homoseksual dengan al-faahisyah (dengan alif lam), (jika ditinjau dari sisi
bahasa Arab) tentunya perbedaan dua kata tersebut sangat besar. Kata faahisyah
tanpa alif dan lam dalam bentuk nakirah yang dipakai untuk makna
perzinaan menunjukkan bahwa zina merupakan salah satu perbuatan keji dari
sekian banyak perbuatan keji. Akan tetapi, untuk perbuatan homoseksual dipakai
kata al-faahisyah dengan alif dan lam yang menunjukkan bahwa perbuatan
itu mencakup kekejian seluruh perbuatan keji.
Ibnu Katsir menafsirkan
ayat ini dengan menyatakan bahwa Allah Ta’ala mengutus Luth Alaihi Salam kepada
kaum Sodom dan negeri-negeri di sekitarnya agar menyembah Allah, mengajak
mereka kepada perbuatan yang ma’ruf dan mencegah segala bentuk perilaku haram
yang mereka lakukan (homoseksual) yang tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh
anak keturunan Adam dan yang selainnya.[1]
Abdur Rahman bin
Nashir As-Sa’di rahimahullah, menjelaskan makna fahisyah dalam
ayat ini;
الخصلة التي بلغت – في العظم والشناعة – إلى أن استغرقت أنواع الفحش
Perbuatan yang sampai pada tingkatan mencakup berbagai macam
kehinaan, jika ditinjau dari sisi besarnya dosa dan kehinaannya.[2]
Salah satu dari
sifat kehinaan tersebut adalah sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah Ta’ala
:
مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
…yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum
kalian. QS. Al-A’raaf: 80.
Maksudnya bahwa
perbuatan sodomi yang telah dilakukan kaum Nabi Luth ‘Alaihis Salam
tersebut, belumlah pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum mereka. Hal ini
disebabkan sodomi itu adalah perbuatan menyelisihi fitrah, perbuatan ini sangat
menjijikkan, karena seorang laki-laki mensetubuhi dubur laki-laki lain,
sedangkan di dalam dubur itu adalah tempat kotoran besar yang bau, kotor, jorok
lagi menjijikkan. Sehingga pantaslah fitrah yang lurus pastilah menolaknya.
Lanjutan ayat
ini adalah firmanNya:
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ
بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian
(kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang
melampaui batas. QS. Al-A’raaf: 81.
Al-Baghawi rahimahullah,
menjelaskan makna “musyrifiin (melampui batas)” dalam ayat ini,
مجاوزون الحلال إلى الحرام
Melampui batasan yang halal (beralih) kepada perkara yang haram.[3]
Maksudnya
adalah bahwa perbuatan melampaui batas tersebut adalah melampaui fitrah yang
telah diciptakan Allah Ta’ala kepada manusia, yaitu seorang laki-laki mencintai
perempuan. Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata :
متجاوزون لما حده اللّه متجرئون على محارمه
Melampui batasan yang telah Allah tetapkan lagi berani melanggar
larangan-Nya yang haram dikerjakan.[4]
Keharaman dari
perbuatan homoseksual sudah sangat jelas dalam ayat ini, penyebutan sebagai
perbuatan al-fakhisyah dan al-khaba’its telah menunjukan
keharamannya. Demikian pula hukuman atas perbuatan mereka juga merupakan
ancaman yang tegas yang menunjukan kepada keharaman dari perbuatan ini.
Ibnu katsir
juga berpendapat bahwa perbuatan homoseksual termasuk ke dalam perbuatan yang
dzalim dan berlebih-lebihan (israf). Karena berpaling dari perempuan yang
telah Allah ciptakan kepada perempuan, yang merupakan tindakan dzalim karena
meletakan sesuatu tidak pada tempatnya.[5]
Allah Ta’ala telah
memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku homoseksual yaitu dalam
firmanNya:
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا ۖ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُجْرِمِينَ
Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kriminal itu. QS. Al-A’raaf: 80.
Allah Ta’ala dalam
ayat di atas menyebut kaum Nabi Luth ‘alaihis salam yang melakukan perbuatan
sodomi tersebut dengan sebutan “para pelaku kriminal”, yaitu kaum yang teah
melakukan kejahatan di atas kejahatan. Dengan demikian, mereka ini sesungguhnya
layak untuk disebut “penjahat seksual”, karena telah melakukan kejahatan
(kriminal) dalam menyalurkan hasrat seksual mereka ditempat yang terlarang. Inilah firman Allah Ta’ala yang
menyebutkan bahwa pelaku sodomi sebagai kaum perusak dan orang yang zhalim.
[1] Abu Al-Fida’
Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi ad-Dimasyqi, 1421 H/2001 M. Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Adhiim, Kuwait: Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islami, hlm.
1134.
[2] Tafsir
As-Sa’di,
[3] Tafsir
Al-Baghawi.
[4] Tafsir
As-Sa’di
[5] Abu Al-Fida’
Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi ad-Dimasyqi, 1421 H/2001 M. Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Adhiim, Kuwait: Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islami, hlm.
1135.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...