Oleh: Misno Mohamad Djahri
Salah satu fenomena yang terjadi di
awal Ramadhan adalah sebagian masyarakat yang meminta maaf atas segala
kesalahan baik yang disengaja atau tidak. Trend ini semakin meluas seiring
dengan perkembangan media sosial, sehingga menjadi semcam keharusan bagi umat
Islam untuk saling meminta maaf ketika akan memasuki bulan mulia ini.
Sejatinya tidak jauh berbeda dengan
tradisi lainnya yaitu saling bermaaf-maafan di hari Raya Idhul Fitri dan
terkadang ada juga di Idhul Adha. Sebagai sebuah trend yang berkembang di
masyarakata tentu saja kita sebagai muslim tidak dengan mudah mengikutinya
tanpa adanya ilmu. Ini sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ
أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا
Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. QS.
Al-Isra: 36.
Merujuk pada ayat ini maka kita
sebagai muslim tidak boleh sembarangan mengikuti suatu amalan yang belum kita
ketahui ilmunya. Apalagi itu terkait dengan syiar-syiar agama yang telah
dijelaskan secara sempurna oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dan
dilaksanakan oleh para shahabatnya.
Terkait dengan saling meminta maaf
di awal Ramadhan, maka ini didasarkan pada salah satu riwayat yang banyak beredar
di masyarakat, yaitu riwayat “Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat
Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para
sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan
mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah
berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat
bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “ketika aku sedang
berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan
do’a ku ini,” jawab Rasullullah. Do’a Malaikat Jibril itu adalah “Ya Allah
tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan
dia tidak melakukan hal-hal yang berikut: pertama, Tidak memohon maaf terlebih
dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada). Kedua, Tidak bermaafan
terlebih dahulu antara suami istri; ketiga, Tidak bermaafan terlebih dahulu
dengan orang-orang sekitarnya.
Sayangnya riwayat ini tidak ada
sumbernya sama sekali, khususnya lafadz ““Ya Allah tolong abaikan puasa
ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan
hal-hal yang berikut: pertama, Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua
orang tuanya (jika masih ada). Kedua, Tidak bermaafan terlebih dahulu antara
suami istri; ketiga, Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang
sekitarnya”. Sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk saling meminta maaf
di awal Ramadhan, apalagi meyakini riwayat tersebut dan mengamalkannya serta
menjadikan seolah-olah menjadi syiar agama Islam.
Riwayat yang shahih terkait dengan
hadits tersebut adalah:
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال
: آمين آمين آمين فقيل له : يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل
: أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد
أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو
بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين قال
الأعظمي : إسناده جيد
“Dari Abu Hurairah: Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para
sahabat bertanya: “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian
beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang
hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan,
‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang
mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah
(karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’.
Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hambar yang tidak
bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.” Al A’zhami
berkata: “Sanad hadits ini jayyid”. HR. Al Mundziri, Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar
Al Asqalani.
Riwayat ini berbeda dengan riwayat
sebelumnya yang menambahkan lafadz saling meminta maaf, sehingga saling meminta
maaf di awal Ramadhan merupakan sesuatu yang tidak ada sandarannya dan tidak
pernah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, para
shahabat dan generasi Islam terdahulu.
Adapun apabila kita melakukan
kesalahan, baik yang disengaja atau tidak maka hendaknya segera untuk meinta
maaf tanpa menunggu awal Ramadhan atau hari raya Idhul Fitri. Sebagaimana dasar
yang sudah jelas dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
خُذِ
ٱلْعَفْوَ وَأْمُرْ بِٱلْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْجَٰهِلِينَ
"Jadilah pemaaf dan suruhlah
orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang
bodoh". (QS. Al-A'raf: 199)
Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassalam bersabda "Barangsiapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim)
terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta
kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika
itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada
hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak
kezhalimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan
saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya". HR.
Bukhari.
Oleh karena itu mari sebagai muslim
kita beramal dalam agama sesuai dengan apa yang ada di dalam al-Qur’an dan
al-Hadits yang shahih serta dilaskanakan oleh para shahabat. Karena hanya
dengan beragama menghikuti manhaj merekalah keselamatan dan kebahagiaan akan
didapatkan. Wallahu a’lam. Malam Awal Ramadhan 1444 H (22032023).