Tuntunan Nabi صلي الله عليه وسلم Dalam Jima’
Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah رحمه الله
Adapun jima’ atau hubungan seksual, sungguh petunjuk beliau dalam masalah ini merupakan petunjuk yang paling sempurna. Dengan jima’, kesehatan akan terjaga, kelezatan dan keceriaan jiwa akan sempurna, dan akan tercapai semua maksud yang telah diletakkan karenanya/untuknya.
Jima' atau hubungan seksual pada dasarnya diletakkan untuk tiga perkara yang merupakan tujuan asalnya:
Pertama: menjaga keturunan, melestarikan makhluk jenis manusia sampai sempurnanya jumlah/bilangan yang telah ditentukan oleh Allah عزّوجلّ kemunculannya di alam semesta ini.
Kedua: mengeluarkan air mani/sperma, yang jika ditahan dan tidak dikeluarkan akan membawa kemudharatan bagi badan.
Ketiga: menyalurkan nafsu syahwat, dan mendapatkan kelezatan serta bersenang-senang dengan kenikmatan. Dan ini adalah satu-satunya faedah jima' yang akan dijumpai di dalam surga, yang di sana tidak terdapat perolehan keturunan (maksudnya hubungan yang terus menerus tidak akan menyebabkan hamil, pent), dan tidak akan dijumpai tertahannya huhungan seksual karena selesainya hubungan tersebut dengan keluarnya sperma. Para ahli kedokteran memandang bahwa hubungan seksual merupakan salah satu sebab terjaganya kesehatan.
Jalinus berkata: "Mayoritas unsur sperma adalah gabungan antara dua unsur panas dan dingin. Dan percampurannya hangat lembab karena sperma diproses dari darah murni yang menyalurkan makanan bergizi ke seluruh anggota badan atau mengeluarkan yang tertahan darinya. Apabila sperma itu terus menerus tertahan tidak dikeluarkan, maka akan menyebabkan penyakit yang hina/rendah seperti was-was, gila, sakit kepala dan lain sebagainya. Dan terkadang akan menyebabkan terbebas dari penyakit-penyakit ini apabila banyak digunakan (sperma sering dikeluarkan melalui hubungan seksual yang dihalalkan oleh agama, yaitu dilakukannya dengan para istrinya, pent).”
Akan tetapi apabila terlalu lama menahannya, maka akan merusak tubuh dan menjadi sebab utama munculnya penyakit-penyakit yang rendah dan hina sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu sperma akan keluar secara alami melalui mimpi jika jarang digunakan untuk berjima'/berhubungan seksual.
Sebagian Salaf berkata: "Setiap orang wajib melaksanakan tiga perkara untuk dirinya:
1. Tidak meninggalkan berjalan kaki dalam sehari sesuai kebutuhan yang ia tentukan untuk dirinya.
2. Seyogyanya tidak meninggalkan makan. Jika ia meninggalkan makan, lambungnya akan menyempit.
3. Hendaknya tidak meninggalkan hubungan seksual. Sebagaimana sumur, apabila airnya tidak diambil, rnaka airnya akan sirna/lenyap dengan sendirinya.''
Muhammad bin Zakariya berkata: "Barangsiapa meninggalkan hubungan seksual dalam jangka waktu yang sangat lama, kekuatan otot-ototnya akan melemah, salurannya akan tersumbat, dan kemaluannya akan mengkerut."
la mengatakan: "Aku menjumpai sekelompok orang meninggalkan perkara ini dalam rangka menjalankan taqasysyuf (kehidupan yang meninggalkan kesenangan duniawi seperti hubungan seksual yang merupakan kesenangan duniawi yang tertinggi, pent). Maka dinginlah badan-badan mereka, gerakan mereka menjadi sulit/lamban, dan pada mereka akan muncul rasa sedih tanpa sebab, dan pada akhirnya melemahlah syahwat mereka."
Dan di antara manfaat hubungan seksual adalah:
1. Tertunduknya pandangan.
2. Menahan diri.
3. Kemampuan untuk menjaga kehormatan dari perkara yang diharamkan.
Dan perkara di atas juga didapati oleh wanita. Maka jima' itu bermanfaat bagi dirinya di dunia dan akhirat, dan bermanfaat pula bagi wanita. Oleh karena itu Rasulullah صلي الله عليه وسلم sangatlah menyukai perkara ini, sebagaimana dalam sabdanya:
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيْبُ
Dan dalam Az-Zuhd karya Al-lmam Ahmad, di dalam hadits tersebut ada sedikit tambahan, yaitu:
أَصْبِرَ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلاَ أَصْبِرُ عَنْهُنَّ
"Aku bisa sabar dari makan dan minum, akan tetapi aku tidak bisa sabar dari mereka (para wanita)."
Dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah melalui sabdanya:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
"Menikahlah kalian, sesungguhnya aku akan berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat. "[2]
Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata: "Sebaik-baik orang di dalam umat ini adalah yang paling banyak istrinya."[3]
Dan beliau صلي الله عليه وسلم bersabda:
إِنِّي أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ وَأَنَامُ وَأَقُومُ وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
"Sesungguhnya aku mengawini wanita-wanita, aku tidur dan aku juga bangun (menegakkan shalat, pent), aku berpuasa dan aku juga berbuka. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku, ia tidak termasuk ke dalam golonganku."[4]
Beliau صلي الله عليه وسلم bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai para pemuda! Barangsiapa diantara kalian telah memiliki kemampuan, maka hendaklah dia menikah. Karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak mempunyai kemampuan, hendaklah dia berpuasa, sesungguhnya puasa itu sebagai tameng baginya."[5]
Ketika Jabir menikahi seorang janda, beliau صلي الله عليه وسلم bersabda kepadanya: "Mengapa engkau tidak memilih gadis sehingga engkau dapat bersenang-senang dengannya dan diapun dapat bersenang-senang denganmu"[6]
Dan telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya dari hadits Anas bin Malik رضي الله عنه, ia berkata: "Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa ingin menjumpai Allah dalam keadaan suci dan disucikan, hendaklah dia menikahi wanita-wanita merdeka."[7]
Dan di dalam Sunan-nya juga dari hadits Ibnu Abbas رضي الله عنهما secara marfu, beliau berkata: "Tidaklah kami jumpai -bagi dua orang yang saling mencintai- sesuatu yang semisal pernikahan."[8]
Di dalam Shahih Muslim dari hadits Abdullah bin Umar رضي الله عنهما, ia berkata: "Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: "Dunia itu perhiasan, dan sebaik-sebaik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah."[9]
Beliau menganjurkan umatnya untuk menikahi gadis-gadis yang baik yang mempunyai semangat agama. Di dalam Sunan An-Nasa'i dari Abu Hurairah رضي الله عنه ia berkata:
Rasulullah صلي الله عليه وسلم ditanya: "Wanita yang bagaimanakah yang paling baik?" Beliau صلي الله عليه وسلم bersabda:
الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فيِ نَفْسِهَا وَمَالِهِ
“Yang menggembirakan suaminya apabila dia memandangnya, menaatinya ketika diperintah, dan tidak menyelisihi suaminya dalam hal yang tidak disukai oleh suaminya baik yang berkaitan dengan dirinya maupun harta suami."[10]
Di dalam Shahihain dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dari Nabi, beliau صلي الله عليه وسلم bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
"Wanita itu dinikahi karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka carilah yang memiliki agama, jika tidak engkau akan celaka."[11]
Beliau صلي الله عليه وسلم juga menganjurkan agar menikahi wanita yang subur, dan beliau tidak menyukai wanita mandul yang tidak dapat melahirkan anak. Sebagaimana disebutkan dalam Sunan Abi Dawud dari Ma'qil bin Yasar, bahwa seseorang datang kepada Nabi صلي الله عليه وسلم dan berkata: "Sesungguhnya aku mendapati wanita yang mempunyai nasab yang baik dan cantik, akan tetapi dia tidak dapat melahirkan anak. Apakah aku menikahinya?" Beliau صلي الله عليه وسلم bersabda: "Tidak." Kemudian ia mendatangi beliau untuk yang kedua kalinya, dan beliau mencegahnya. Kemudian ia datang lagi untuk ketiga kalinya, beliau menyatakan: "Nikahilah wanita-wanita yang penyayang dan subur, sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian."[12]
Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Ma'qil bin Yasar pula secara marfu':
"Empat perkara yang merupakan sunnah para rasul, yaitu: menikah, menggunakan siwak, memakai minyak wangi, dan memakai hinna' (pewarna yang terbuat dari daun, biasa digunakan untuk mewarnai rambut kepala atau jenggot yang sudah memutih. Diistilahkan pula dengan daun pacar, pent)."[13]
Dan diriwayatkan dalam Al-Jami' dengan huruf nun dan ya'.[14] Dan aku telah mendengar Abui Hajjaj Al-Hafizh mengatakan: "Yang benar adalah al-khitan, telah terjatuh huruf nun dari hasyiyah (catatan). Demikianlah yang diriwayatkan oleh Al-Muhamili dari guru Abu Isa At-Tirmidzi."
Dan yang harus didahulukan dalam berjima' atau berhubungan seksual ialah mencumbu sang istri, menciumnya, dan menghisap lidahnya.[15] Hal ini dilakukan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم terhadap para istrinya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya bahwasanya beliau mencium Aisyah رضي الله عنها dan menghisap lidahnya.[16]
Dan disebutkan dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: "Rasulullah صلي الله عليه وسلم melarang hubungan seksual sebelum dilakukannya mula'abah (pemanasan seksual)."
Terkadang beliau menyetubuhi semua istrinya dengan sekali mandi. Dan terkadang beliau mandi setiap selesai dari menyetubuhi salah seorang istrinya. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Anas, bahwa Nabi pernah berkeliling kepada para istrinya[17] dengan sekali mandi.[18]
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya dari Abu Rafi' maula Rasulullah صلي الله عليه وسلم, bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم telah menggilir seluruh istrinya dalam satu malam dan mandi pada setiap istri. Lalu aku mengatakan: "Ya Rasulullah صلي الله عليه وسلم, andai engkau mandi sekali saja." Beliau menjawab: "Ini lebih menyegarkan dan lebih bersih serta lebih baik."[19]
Orang yang melakukan hubungan seksual dan ingin mengulangi hubungannya sebelum mandi, disyariatkan untuk berwudhu. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri رضي الله عنه, ia berkata: Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ
"Apabila salah seorang dari kalian berhubungan seks dengan istrinya kemudian ingin mengulanginya, hendaklah dia berwudhu."[20]
Di dalam mandi dan berwudhu terdapat kegairahan (mandi atau berwudhu setelah jima' dapat membangkitkan gairah seks, kembali segar dan siap melakukan hubungan lagi, pent), menyegarkan jiwa, memulihkan sebagian rasa letih setelah melakukan hubungan seksual, menyempurnakan kesucian dan kebersihan, mengumpulkan kehangatan alami ke dalam badan setelah tersebar dengan berjima', diperolehnya kebersihan yang dicintai oleh Allah عزّوجلّ dan Allah عزّوجلّ benci lawannya. Dan ini merupakan pengaturan yang paling baik dalam jima', menjaga kesehatan dan kekuatan di dalam jima'.
Manfaat jima’
Jima' yang paling bermanfaat adalah yang dilakukan setelah tercernanya makanan, dan ketika badan dalam kondisi yang pertengahan baik panas dan dinginnya, kering dan lembabnya, maupun kosong dan penuhnya (perut). Kemudharatannya ketika badan dalam keadaan penuh lebih ringan dan lebih sedikit daripada ketika kosongnya. Demikian pula kemudharatannya lebih ringan ketika kelembabannya tinggi daripada ketika kering. Dan kemudharatan jima' keitika badan dalam keadaan panas lebih sedikit daripada ketika badan dalam keadaan dingin.
Seyogyanya hubungan badan dilakukan apabila syahwat dan gairah seks mulai bangkit dan memuncak. Bukan karena memaksakan diri memikirkan gambar porno, dan bukan pula karena pandangan yang terus menerus. Dan tidak sepantasnya untuk mencari-cari sebab bangkitnya syahwat seksualnya dan membebani serta memaksakan diri untuk melakukannya. Dan hendaknya segera melakukan hubungan seksual apabila telah tergerak untuk melakukannya karena banyaknya sperma, dan mulai menguat serta membesar nafsu syahwatnya. Hendaklah menjauhi hubungan seksual dengan wanita yang sudah tua renta (yang telah menegai masa menopause dan tak layak lagi untuk melakukan hubungan seks, pent), anak kecil yang tidak bisa digauli (anak kecil yang belum mencapai masa baligh/masih kanak-kanak, pent), wanita yang tidak mempunya syahwat, wanita yang sakit, wanita yang jelek dipandang, dan wanita yang dibenci. Menggauli mereka ini akan melemahkan kekuatan, khususnya kemampuan hubungan seks.
Telah keliru orang yang mengatakan dan kalangan para dokter: "Hubungan seks dengan seorang janda lebih bermanfaat daripada hubungan seks dengan perawan, bahkan hal itu lebih menjaga kesehatan." Ini merupakan kias yang rusak, sehingga barangkali sebagian mereka telah memperingatkan dari hal ini. Namun hal ini menyelisihi pendapat orang-orang yang berakal, dan menyelisihi apa yang telah disepakati oleh tabiat/ ftrah manusia dan syariat. Di dalam berhubungan seks dengan perawan terdapat kekhususan dan kesempurnaan hubungan, keterpautan hati antara si gadis dengan orang yang menggaulinya, hatinya dipenuhi oleh perasaan cinta kepada orang tersebut, jiwa dan perasaannya tidak terbagi antara lelaki yang menggaulinya dengan selainnya. Tidak seperti keadaan seorang janda.
Nabi صلي الله عليه وسلم telah bersabda kepada Jabir: "Mengapa engkau tidak menikahi perawan saja?" Dan sungguh Allah عزّوجلّ telah merjadikan kesempurnaan wanita-wanita surga dari kalangan bidadari, bahwa mereka itu belum pernah disentuh oleh siapapun juga (hal iri menunjukkan keperawanan mereka, pent).
Aisyah رضي الله عنها berkata kepada Nabi: "Bagaimana pendapatmu andai engkau melewati sebuah pohon yang pernah disinggahi oleh orang lain, dan sebuah pohon yang belum pernah disinggahi oleh siapapun. Di pohon manakah tungganganmu akan engkau tambatkan?" Beliau صلي الله عليه وسلم bersabda: "Tentu di pohon yang belum pernah disinggahi."[21]
Dan Aisyah رضي الله عنها menginginkan dengan pertanyaan itu bahwa beliau tidak menikahi perawan selainnya.
Berhubungan seks dengan wanita yang dicintai oleh jiwa akan mengurangi kelemahan pada badan, walaupun sperma banyak dikeluarkan. Dan melakukan hubungan seks dengan Wanita yang dibenci justru akan meletihkan badan dan melemahkan kekuatan, walaupun sperma yang dikeluarkan sedikit.
Menggauli wanita yang sedang haidh diharamkan, baik secara tabiat/fitrah manusia maupun secara syariat, karena hal itu sangat berbahaya. Para ahli kedokteran secara jelas dan tegas melarang serta memperingatkan perbuatan ini.
Sebaik-baik metode/bentuk hubungan seks dengan istri adalah posisi suami berada di atas istri. Si istri telentang dan si suami menindihnya setelah dilakukannya pemanasan, cumbu rayu, ciuman dan lain-lain.
Dan dengan inilah wanita itu dinamakan sebagai firasy (tempat tidur), sebagaimana beliau صلي الله عليه وسلم telah bersabda: "Seorang anak itu milik tempat tidur." Dan posisi ini menunjukkan kesempurnaan perlindungan seorang lelaki terhadap wanita, sebagaimana firman Allah عزّوجلّ:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء
"Kaum lelaki adalah pemimpin bagi para wanita." (QS: An-Nisa': 34)
Seperti yang telah dikatakan (seorang penyair);
Bila aku menginginkannya..
dia menjadi tempat tidur yang menghampiriku…
Dan ketika aku selesai,..
dia adalah pembantu yang penyayang
Allah عزّوجلّ telah berfirman:
هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
"Mereka para wanita itu sebagai pakaian bagi kalian dan kalianjuga sebagai pakaian bagi mereka." (QS: Al-Baqarah: 187)
Pakaian yang paling sempurna dan paripurna adalah dalam keadaan ini.[22] Sesungguhnya tempat tidur laki-laki merupakan pakaian baginya, dan selimut wanita merupakan pakaian baginya. Maka ini merupakan bentuk/cara (berhubungan seks) yang utama yang diambil pengertiannya dari ayat ini, dan dengannya menjadi baiklah penggunaan istilah libas atau pakaian dari kedua belah pihak terhadap yang lainnya (antara suami dan istri).
Dan dalam hal ini terdapat sisi lain, yaitu bahwasanya istri terkadang minta dikasihani dan disayangi oleh suaminya. Maka jadilah suami itu sebagai pakaian baginya. Seorang penyair berkata:
Bila tempat tidur mempertemukan keindahannya
Jadilah dia terlipat
Dan dia menjadi pakaian baginya (silaki-laki)
Sejelek-jelek posisi ketika berhubungan seks adalah istri berada di atas suami dan suami menyetubuhinya dari arah punggungnya (dari arah belakang, pent). Ini menyelisihi cara alami yang telah Allah tetapkan bagi laki-laki dan wanita, bahkan bagi seluruh jenis lelaki dan perempuan.
Dalam posisi tersebut, yaitu istri berada di atas suami ketika bersetubuh, terdapat beberapa kemudharatan:
Sperma suami akan mengalami kesulitan untuk keluar secara tuntas.
Bisa jadi sperma tersebut akan tersisa di dalam tubuh dan menjadi rusak serta akan merusak, dan akan memudharatkan bagi suami.
Cairan sperma itu mungkin akan mengalir kembali (keluar) dari kemaluan istri.
Rahim istri tidak akan mapan menerima dan mengumpulkan sperma tersebut di dalamnya guna terjadinya penciptaan anak.
Menurut kebiasaan yang alami dan secara syar'i, istri itu sebagai obyek. Maka apabila dia yang berperan sebagai subyek (dengan posisinya di atas dan menindih suami, pent), ini menyelisihi fitrah wanita dan syari'at.
Sedangkan orang-orang dari kalangan ahli kitab menyetubuhi para istrinya dari arah samping, dan mereka mengatakan bahwa posisi ini lebih memudahkan bagi wanita. Adapun orang Quraisy dan Anshar menyukai untuk menyetubuhi istri mereka dari arah belakang, lalu orang-orang Yahudi mencela mereka. Maka turunlah ayat Allah عزّوجلّ:
نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
"Istri-istri kalian itu ibarat sawah ladang bagi kalian, maka datangilah sawah ladang kalian dari arah mana pun yang kalian sukai." (QS: Al-Baqarah: 223)
Di dalam Ash-Shahihain dari Jabir, ia berkata: "Dahulu kaum Yahudi mengatakan: "Apabila seseorang menyetubuhi istrinya dari arah belakang pada kemaluannya, maka anaknya akan lahir dalam keadaan juling matanya." Maka Allah عزّوجلّ turunkan ayat 223 surat Al-Baqarah."
Dan dalam lafadz Muslim: 'Jika ia menginginkan posisi istrinya dalam keadaan telungkup (wajahnya membelakangi suami), dan jika mau dengan posisi selain itu, hanya saja (penis suami) harus tetap masuk ke lubang vagina istri."
Adapun menyetubuhi istri pada dubur/pantat, tidak diperbolehkan sama sekali melalui lisan para Nabi. Dan barangsiapa menisbatkan kepada sebagian salaf tentang bolehnya menyetubuhi istri pada lubang pantatnya, sungguh dia telah salah dan keliru. Disebutkan di dalam Sunan Abi Dawud dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata: "Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى الـمَرْأَةً فِي دُبُرِهَا
Dan dalam lafadz Ahmad dan lbnu Majah:
لَا يَنْظُرُ اَللَّهُ إِلَى رَجُلٍ جَامَعَ اِمْرَأَةُ فِي دُبُرِهَا
Dalam lafadz At-Tirmidzi dan Ahmad disebutkan:
مَنْ أَتَي حَائِضًا أَوِ اِمْرَأَةُ فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فَقَدْ كَفَرَ بِـمَا أُنْزِلَ عَلَي محمد
Barangsiapa menggauli wanita yang sedang haidh, atau menggauli wanita di lubang pantatnya, atau mendatangi dukun kemudian membenarkan apa yang diucapkan oleh si dukun tersebut, maka sungguh orang tersebut telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad[25]
Dan di dalam lafadz Al-Baihaqi:
"Barangsiapa mendatangi sesuatu dari laki-laki dan wanita pada pantat-pantat mereka, maka dia sungguh telah kafir."
Dan di dalam Munshif (karya) Waki': Zam'ah bin Shalih telah berkata kepadaku, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya dari Amr bin Dinar dari Abdullah bin Yazid, ia berkata: "Umar bin A'-Khaththab رضي الله عنه berkata: Rasulullah صلي الله عليه وسلم telah bersabda:
إِنَّ اللّهَ لاَ يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ لاَ تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي أَعْجَازِهِنَّ
"Sesungguhnya Allah tidak malu dalam urusan kebenaran,janganlah kalian menggauli wanita di lubang pantat mereka." Dan beliau berkata suatu kali: "Di lubang dubur mereka."[26]
Dan di dalam riwayat At-Tirmidzi, dari Ali bin Thalq رضي الله عنه , ia berkata: Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
لاَ تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي أَعْجَازِهِنَّ، فَإِنَّ اللّهَ لاَ يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ
'Janganlah kalian menggauli wanita di lubang pantat mereka, sesungguhnya Allah tidak malu dalam urusan kebenaran."[27]
Dan di dalam Al-Kamil karya lbnu 'Adiy, dari haditsnya, dari AI-Muhamili. dari Sa'id bin Yahya Al-Umawi, ia berkata: Muhammad bin Hamzah telah berkata kepada kami dari Zaid bin Rafi' dari Abu Ubaidah dari Abdullah bin Mas'ud رضي الله عنه secara marfu':
'Janganlah kalian menggauli para wanita di lubang pantat mereka."[28]
Dan telah kami riwayatkan di dalam hadits Al-Hasan bin Ali Al-Jauhari, dari Abu Dzar رضي الله عنه secara marfu':
"Barangsiapa menggauli lelaki dan wanita di lubang pantatnya, maka sungguh ia telah kafir."
Diriwayatkan oleh Isma'il bin lyasy dari Suhail bin Abi Shalih dari Muhammad bin AI-Munkadir dari Jabir رضي الله عنه secara marfu:
اِسْتَحْيُوْا مِنَ اللهِ، فَإِنَّ اللّهَ لاَ يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ، لاَ تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي حُشُو شِهِنَّ
"Malulah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam urusan kebenaran. Janganlah kalian menggauli para wanita di lubang kotoran mereka (pantat)."
Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dari jalan ini, dan lafadznya:
فَإِنَّ اللّهَ لاَ يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ لاَ يُحِلُّ مَأْتَاكَ النِّسَاءَ فِي حُشُو شِهِنَّ
"Sesungguhnya Allah tidak malu dalam urusan kebenaran, tidak dihalalkan bagi kalian untuk menggauli wanita di lubang pantat mereka."[29]
Al-Baghawi berkata:
"Hudbah telah berkata kepada kami, Hammam telah berkata kepada kami, ia berkata: "Qatadah ditanya tentang orang yang menyetubuhi istrinya di lubang pantatnya, maka ia berkata: "Amr bin Syu'aib telah berkata kepadaku, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
تِلْكَ اللُّوْطِيَّةُ الصُغْرَي
"Itu merupakan perbuatan kaum Luth yang kecil." (al-luthiyyah ash-shughra adalah semi homoseks, pent).
Ahmad berkata dalam Musnad-nya: "Abdurrahman telah berkata kepada kami, ia berkata: "Hammam telah berkata kepada kami, Qatadah telah mengabarkan kepada kami dari Amr bin Syu'aib darinya ayahnya dari kakeknya lalu ia menyebutkan hadits tersebut"[30]
Dan di dalam Al-Musnad juga, dari Ibnu Abbas: "Ayat ini: نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ("Istri-istri kalian ibarat sawah ladang kalian") ditujukan kepada sekelompok shahabat dari kalangan Anshar. Kemudian mereka mendatangi Rasulullah صلي الله عليه وسلم dan menanyakan tentang ayat tersebut. Beliau صلي الله عليه وسلم bersabda:
Dan juga terdapat dalam Al-Musnad dari lbnu Abbas, ia berkata: "Umar bin al-Khattab datang kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم, ia berkata: "Ya Rasulullah, celaka aku." Beliau صلي الله عليه وسلم bersabda: "Apa yang telah menyebabkan engkau celaka?" la berkata: "Aku telah mengubah posisi tungganganku tadi malam (yaitu mengubah posisi dalam berhubungan seks dengan istrinya, pent)." lbnu Abbas رضي الله عنهما berkata: "Beliau tidak menjawab sepatah katapun. Lalu Allah عزّوجلّ mewahyukan kepada Rasul-Nya ayat dalam surat Al-Baqarah yang berbunyi:
نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
"Istri-istri kalian itu ibarat sawah ladang bagi kalian, maka datangilah sawah ladang kalian dari arah manapunyang kalian sukai."
Beliau صلي الله عليه وسلم menjawab: "Lakukan dari muka ataupun dari belakang. Namun hindarilah wanita yang sedang haidh dan juga pantat."[32]
Dan di dalam riwayat At-Tirmidzi dari lbnu Abbas رضي الله عنهما secara marfu': "Sesungguhnya Allah عزّوجلّ tidak akan melihat kepada seseorang yang menggauli laki-laki atau menggauli wanita di lubang pantatnya."[33]
Telah kami riwayatkan dari hadits Abu Ali Al-Hasan bin Al-Husain bin Duma dari Al-Bara' bin Azib, secara marfu':
"Sepuluh orang dari umat ini telah kafir kepada Allah yang Maha Besar: pembunuh, tukang sihir, dayyuts (orang yang membiarkan kemungkaran terjadi pada keluarganya, pent), orang yang menggauli istrinya di lubang pantatnya, orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang yang mempunyai keluasan harta, waktu dan tenaga lalu mati dan belum sempat melakukan ibadah haji, peminum khamr, orang yang selalu menebarkan Fitnah, orang yang menjual senjata dari kalangan ahli perang, dan orang yang menikahi seorang wanita yang masih ada hubungan mahram dengannya."[34]
Abdullah bin Wahhab berkata: "Abdullah lbnu Lahi'ah telah berkata kepada kami dari Masyrah bin Ha'an dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَلْعُونٌ مَنْ يَاْ النِّسَاءَ فِي مُحَاشِّهِنَّ
Dan di dalam Musnad Al-Harits bin Abi Umamah, dari hadits Abu Hurairah dan lbnu Abbas رضي الله عنهم, keduanya mengatakan; "Rasulullah صلي الله عليه وسلم telah berkhutbah kepada kami sebelum wafatnya, dan itu merupakan khutbah terakhir beliau di Madinah sebelum beliau صلي الله عليه وسلم menghadap Allah عزّوجلّ Beliau memberikan nasehat kepada kami dalam khutbah tersebut dan bersabda:
"Barangsiapa menyetubuhi wanita atau lelaki atau anak yang masih kecil di lubang pantatnya, dia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan baunya lebih busuk daripada bau bangkai, dan manusia akan merasa terganggu dengan baunya. Sampai dia dimasukkan ke dalam neraka, digugurkan pahalanya oleh Allah, dan tidak akan diterima darinya sedikitpun. Dan dia akan dimasukkan ke dalam tabut (peti) dari api neraka, dan akan dihimpit dengan paku-paku dari api neraka."
Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: "Ini bagi orang yang tidak bertaubat."
Dan disebutkan oleh Abu Nu'aim Al-Ashbahani dari hadits Khuzaimah bin Tsabit, secara marfu': "Sesungguhnya Allah tidak malu dalam urusan kebenaran, janganlah kalian menggauli wanita di lubang pantat mereka."[36]
Imam Asy-Syafi'i berkata:
"Pamanku, Muhammad bin Ali bin Syafi' mengabarkan kepadaku, ia berkata: "Abdullah bin Ali bin As-Sa'ib telah mengabarkan kepadaku, dari Amr bin Uhaihah bin Al-Jallah, dari Khuzaimah bin Tsabit, bahwa seseorang telah bertanya kepada Nabi tentang menggauli wanita di pantat mereka, lalu beliau صلي الله عليه وسلم bersabda:
"Halal." Maka ketika orang tersebut telah pergi, beliau memanggilnya seraya bersabda: "Apa yang engkau katakan tadi? Di lubang manakah? Apakah melalui pantatnya namun masuknya di lubang vagina? Maka itu boleh. Atau dari pantatnya di lubang pantatnya? Maka yang demikian ini dilarang. Sesungguhnya Allah tidak malu dalam urusan kebenaran, janganlah kalian menggauli wanita di lubang pantat mereka."[37]
Ar-Rabi' berkata: "Dikatakan kepada Asy-Syafi'i: "Apa yang Anda katakan?" Dia berkata: "Pamanku tsiqah, Abdullah bin Ali juga tsiqah, dan dia telah memuji si Anshari ini -yakni Amr bin Al-Jallah - dengan kebaikan, dan Khuzaimah termasuk orang yang tidak diragukan ketsiqahannya. Dan bukanlah aku seorang yang memberikan keringanan di dalamnya, bahkan aku melarang darinya (menyetubuhi wanita di lubang pantatnya, pent)."
Aku (Ibnul Qayyim) berkata:
"Dari sini nampaklah kekeliruan orang yang telah menukilkan dari beliau (Al-lmam Asy-Syafi'i, pent) tentang pembolehan salaf dan para imam untuk melakukan perbuatan tersebut. Yang benar adalah bahwasanya mereka membolehkan seseorang melakukan hubungan seksual dan menjadikan pantat sebagai jalan untuk memasukkan penis ke dalam vagina, sehingga hubungan seks itu terjadi melalui pantat (lewat belakang), bukan di pantat (bukan memasukkan penis di lubang pantat, pent). Dan hal ini menjadi samar bagi orang yang mendengar kata min (yang berarti "dari") dengan fi (yang bermakna "di"). Dan orang ini tidak mengira bahwa antara keduanya terdapat perbedaan. Maka inilah yang dibolehkan oleh salaf dan para imam. Dengan demikian, mereka terjerumus ke dalam kekeliruan yang fatal dan keji dalam hal ini." Allah عزّوجلّ telah berfirman:
فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ
"Datangilah mereka (para wanita) di tempat yang telah diperintahkan oleh Allah kepada kalian." (QS: Al-Baqarah: 222)
Mujahid berkata: "Aku bertanya kepada Ibnu Abbas رضي الله عنهما tentang firman Allah عزّوجلّ di atas, beliau berkata: "Engkau gauli dia sebagaimana engkau diperintah, dan tinggalkan dia yakni ketika sedang haidh."[38]
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما, bahwa dia mengatakan: "Di dalam lubang vagina, dan janganlah engkau melewatinya menuju selainnya."
Dan sungguh ayat tersebut telah menunjukkan haramnya menyetubuhi wanita di lubang pantatnya dilihat dari dua sisi, salah satunya:
Bahwasanya Allah عزّوجلّ membolehkan menggauli wanita di dalam harts, yaitu tempat anak, bukan di dalam husy, yaitu tempat kotoran (pantat). Dan tempat menanam itulah yang dimaksudkan dalam firman-Nya: مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ ("di tempat yang telah diperintahkan oleh Allah kepada kalian" ). Allah عزّوجلّ berfirman: فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ ("datangilah sawah ladang kalian dari arah mana yang kalian suka" ). Maka menggauli istri di lubang vaginanya melalui pantatnya (lewat belakang), diambil pemahamannya dari ayat ini juga, karena Allah عزّوجلّ mengatakan: "dari mana yang engkau suka", yaitu dari arah mana yang engkau sukai, dari depan ataupun dari belakang. Ibnu Abbas رضي الله عنهما mengatakan: "Datangilah sawah ladang kalian, yakni di kemaluan."
Dan apabila Allah عزّوجلّ mengharamkan berhubungan seks di vagina karena kotoran yang menghalangi (ketika wanita sedang haidh, pent), maka bagaimana anggapanmu dengan husy (yaitu dengan memasukkan penis ke dalam pantat, pent) yang merupakan tempat kotoran yang lazim, disertai adanya mafsadah (kerusakan), yaitu terputusnya keturunan dan merupakan pengantar yang paling dekat dari pantat wanita kemudian berpindah ke pantat anak-anak kecil?[39]
Dan juga, seorang istri mempunyai hak yang wajib dilaksanakan oleh seorang suami dalam masalah hubungan seksual. Menggauli istri di lubang pantatnya berarti menghilangkan hak istri, tidak menyalurkan syahwatnya, dan tidak menyampaikan maksudnya.
Juga, bahwasanya pantat itu tidaklah dipersiapkan untuk amalan ini (bukan tempat untuk digauli, pent), dan tidak diciptakan untuknya. Sesungguhnya yang dipersiapkan untuk hubungan badan (penyaluran nasfu seks/syahwat, pent) adalah lubang vagina. Maka suami yang mengalihkan penisnya dari lubang vagina ke pantat berarti ia telah keluar dari hukum Allah عزّوجلّ dan syari'at-Nya secara keseluruhan.
Juga, bahwa perbuatan ini memudharatkan kaum laki-laki. Oleh karena itu, para dokter yang berakal dari kalangan ahli filsafat dan selain mereka melarang perbuatan ini. Karena vagina wanita itu khusus untuk menarik air (sperma) yang tertahan, dan seorang lelaki akan merasa lega dengan keluarnya sperma tersebut. Berhubungan seks di lubang pantat tidaklah membantu untuk mengeluarkan sperma secara keseluruhan. Dan semua sperma yang tertahan tidak akan keluar disebabkan penyelisihannya terhadap perkara yang alami.
Juga, perbuatan ini akan memudharatkan dari sisi yang lain, yaitu membutuhkan gerakan-gerakan yang melelahkan sekali karena perbuatan ini menyelisihi tabiat manusia. Juga, bahwasanya pantat itu tempat kotoran, tetapi dihadapi oleh seorang lelaki dengan wajahnya, serta digaulinya dengan intim. Juga, perbuatan ini sangat membahayakan si wanita, karena ini merupakan perbuatan yang aneh dan jauh dari tabiat manusia yang sesungguhnya, yang akan menyebabkan wanita itu benar-benar takut.
Juga, bahwasanya perbuatan ini dapat menimbulkan kegundahan dan kegelisahan bagi pelakunya, dan manusia akan meninggalkan subyek (pelaku) dan obyek (korban) nya. Juga, perbuatan ini akan menghitamkan wajah, menghitamkan hati, mematikan cahaya hati, dan akan membungkus wajah dengan penampilan yang keji/buas, sehingga ia akan menjadi seperti sebuah tanda yang akan dikenali oleh siapapun juga.
Juga, perbuatan ini akan menimbulkan pertentangan, kebencian yang sangat, terputusnya hubungan antara si pelaku dan si korban, dan ini merupakan suatu konsekuensi. Juga, akan menimbulkan kerusakan bagi si pelaku dan si korban, yaitu kerusakan yang hampir tidak dapat diharapkan lagi ada kebaikan selelahnya, kecuali yang dikehendaki oleh Allah عزّوجلّ dengan taubat nashuha.
Juga, akan menghilangkan kebaikan-kebaikan dari keduanya (suami dan istri), dan keduanya akan mengenakan lawannya (kejelekan). Sebagaimana juga akan sirna kasih sayang di antara keduanya, dan dengan perbuatan itu akan diganti untuk keduanya saling membenci dan melaknat. Juga, bahwasanya perbuatan itu merupakan sebab terbesar hilangnya kenikmatan dan datangnya kesengsaraan. Perbuatan itu mengharuskan datangnya laknat dan kemurkaan dari Allah عزّوجلّ, dan Allah عزّوجلّ berpaling darinya serta enggan untuk memandangnya. Maka kebaikan manakah yang akan mereka harapkan setelah ini? Dan kejahatan manakah yang akan menjadikan dirinya aman dan tentram? Dan bagaimanakah kelangsungan hidup seorang hamba, yang laknat Allah عزّوجلّ dan kemurkaan-Nya telah datang kepadanya, dan Allah عزّوجلّ berpaling darinya serta tidak akan melihatnya?
Juga, perbuatan itu akan menghilangkan rasa malu secara total, padahal rasa malu merupakan kehidupan hati. Apabila rasa malu ini lenyap dari diri seseorang, maka ia akan menganggap yang baik itu busuk dan yang busuk itu baik. Pada saat itulah kerusakannya benar-benar nampak dengan jelas.
Juga, perbuatan itu akan mengubah tabiat yang telah disusun oleh Allah عزّوجلّ, dan mengeluarkan manusia dari tabiatnya kepada tabiat yang tidak disusun oleh Allah عزّوجلّ sedikitpun bagi makhluknya, bahkan itu merupakan tabiat yang terbalik. Apabila tabiat sudah terbalik, maka akan terbaliklah hati dan jiwanya, amalan, serta petunjuk. Perbuatan dan tingkah laku yang sebenarnya busuk dan keji, akan dianggap baik. Keadaan dan amalan serta pembicaraannya akan rusak tanpa daya dan upayanya.
Juga, perbuatan itu akan mewariskan kekerasan dan keberanian yang tidak akan diwariskan oleh perbuatan selainnya. Juga, perbuatan itu akan mewariskan kerendahan dan kehinaan yang tidak diwariskan oleh perbuatan selainnya. Juga, perbuatan itu akan mengenakan pakaian kepada hamba tersebut, berupa kemurkaan dan kutukan Allah عزّوجلّ serta pelecehan dan perendahan manusia terhadapnya, dan manusia menganggapnya kecil. Dan ini kenyataan yang dapat dirasakan dengan panca indera. Maka shalawat dan salam Allah عزّوجلّ terhadap orang yang kebahagiaan di dunia dan akhirat berada di dalam petunjuknya (yakni Nabi) serta mengikuti apa yang telah datang kepada beliau. Dan kebinasaan di dunia dan akhirat bagi orang yang menyelisihi petunjuknya.
Kemudian di halaman berikutnya Al-Imam Ibnul Oayyim menyatakan yaitu hal 265 juz 4 dengan tahqiq:
"Dan waktu yang paling bermanfaat untuk melakukan hubungan seksual antara suami dan istri ialah setelah tercemanya makanan di dalam perut, yaitu di waktu yang sedang atau tengah-tengah, bukan dalam keadaan lapar. Melakukan hubungan seksual dalam keadaan lapar akan melemahkan kehangatan alami yang ada dalam tubuh.
Dan juga bukan dalam kedaan kenyang. Yakni seseorang tidaklah baik melakukan hubungan seks dengan istrinya ketika ia kenyang (langsung setelah makan). Hal itu akan mendatangkan penyakit yang berbahaya bagi pelakunya.
Demikian pula melakukan hubungan seks bukan dalam keadaan lelah dan letih, bukan dalam keadaan sakit demam/ panas, bukan pula dalam keadaan mual perutnya, dan bukan pula dalam keadaan gundah dan gelisah serta terlalu sedih atau terlalu gembira.
Sedangkan waktu yang paling tepat untuk melakukan hubungan seksual dengan istri, yaitu di sebagian waktu malam hari apabila bertepatan dengan turunnya makanan dalam perut (sudah tidak terlalu kenyang, pent), kemudian mandi atau berwudhu, dan tidur setelahnya. Maka dengan itu, akan kembalilah kekuatannya. Dan hendaklah waspada dari banyak gerak atau olah raga setelah melakukan hubungan seks, karena hal itu sangat berbahaya. Penerjemah: Hannan Hoesin Bahannan
[1] Diriwayatkan oleh Ahmad (3/128,199,285), An-Nasai (7/61) dalam 'Isyratun Nisa', Bab: Hubbun Nisa', dari hadits Anas bin Malik, dan sanadnya hasan, dishahihkan oleh Al-Hakim
[2] Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan lafadz ini di dalam Syu'abul Iman dari hadits Abu Umamah. Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud (2050) dan An-Nasa'i (6/65j66) dari hadits Ma'qil bin Yasar secara marfu' dengan lafadz (yang artinya):
"Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, sesungguhnya aku akan berbangga dengan banyaknya kalian di hadapan umat." Sanadnya hasan
Dan hadits ini mempunyai syahid dari hadits Anas bin Malik, diriwayatkan oleh Ahmad (3/158,245) dan sanadnya hasan, dan dishahihkan oleh lbnu Hibban (1228)
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (9/89,90) dalam An-Nikah, Bab: Tazwij At-Tarqhib fin nikah dan Muslim (1401) dalam An-Nikah, Bab: Istihbab An-Nikah liman thaqat Nafsuhuilahi
[5] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (/92,95) dan Muslim (1400) dari hadits Abdullah bin Mas'ud. Yang dimaksud dengan الْبَاءَةَ dalam hadits adalah kinayah dari pernikahan.
Dikatakan bahwa kemampuan jima'/hubungan seksual juga merupakan makna dari الْبَاءَةَ. Dan asalnya ialah tempat yang digunakan untuk berteduh oleh manusia. Pernikahan dinamakan dengan الْبَاءَةَ karena orang yang telah menikahi perempuan menempatkannya di sebuah tempat (rumah).
Dan وِجَاءٌ menumbuk atau meremukkan kedua buah pelir. Sedangkan al-ikhsh: mencabut kedua buah pelir tersebut (pengebirian). Dan yang dimaksud di sini adalah bahwa puasa itu akan memutus syahwat dan melemahkannya, sebagaimana yang dilakukan وِجَاءٌ
[6] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (9/104,106) dalam An-Nikah, Bab: Tazwij Ats-Tsayyibat, Muslim (3/1221) dalam Al-Masaqat, Bab: Bai'ul Ba'ir Wa Istitsna' Rukubihi, no. hadits khusus (110), (2/1087) dalam Ar-Radha', Bab: Istihbab Nikahil Abkar, no. hadits khusus (56,57).
[7] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1862) dalam An-Nikah, Bab: Tazwijul Hara'ir Wal Walud, dan di dalam sanadnya terdapat Katsir bin Sulaim, dia dha'if. Juga terdapat Salam bin Sulaiman bin Sawwar, Ibnu Adiy berkata tentangnya: "Dia mempunyai hadits-hadits munkar."
[8] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1847) dalam An-Nikah, Bab: Ma Ja'a Fi Fadhlin Nikah, Al-Hakim (2/160), Al-Baihaqi (7/78) dan sanadnya hasan.
[9] Diriwayatkan oleh Muslim (1467) di dalam Ar-Ridha', Bab: Khairu Mata'id Dunya Al-Mar'atush Shalihah.
[10] Diriwayatkan oleh An-Nasa'i (6/86) dalam An-Nikah, Bab: Ayyun Nisa'i Khair, Ahmad (2/251) dan sanadnya hasan
[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (9/115,116) di dalam An-Nikah, Bab: Al-Akfa' Fid Din, Muslim (1466) di dalam Ar-Ridha", Bab: Istibab Nikahi Dzatid Din, dari hadits Abu Hurairah. Dan sabda beliau: "تَرِبَتْ يَدَاكَ" bermakna anjuran, dan asalnya adalah do'a untuk kemiskinan. Dikatakan: "taribar rajulu idza iftaqara", maksud ucapan ini bukanlah (mengharapkan) terjadinya perkara tersebut, akan tetapi itu merupakan kalimat yang biasa keluar dari lisan bangsa Arab, seperti ucapan mereka: tidak ada bumi bagimu, tidak ada ibu bagimu, dan tidak ada bapak bagimu.
[13] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1080) di dalam Awwalun Nikah, Ahmad (5/421) dan di dalam sanadnya ada rawi yang majhul.
[15] Memeluknya dengan erat, mencium dan mengulum bibirnya berkali-kali,meremas-remas kedua buah dadanya, memainkan puting susunya dengan lidah dan tangan, mencium dan menghisap puting susunya dengan lemah lembut, serta mencium leher dan ketiak. Kemudian meraba seluruh bagian tubuhnya terutama meraba paha, meremas-remas pantat dengan lembut, meraba, membelai, dan mengusap vagina dengan jari-jemari. Serta diupayakan untuk meraba, mengusap-usap, dan menekan dengan lembut kelentit/ klitorisnya (bagian dari vagina istri yang terletak di bagian atas) sampai terasa basah dan lengket di jari. Semua ini akan mempercepat rangsangan seksual bagi istri sehingga membuatnya siap untuk melakukan hubungan seks, pent.
[16] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2366) di dalam Ash-Shaum, Bab: Ash-Sha'im Yuballi'ur Riiq, Ahmad (6/123,234). Di dalam sanadnya ada Muhammad bin Dinar Al-Azdi. dia buruk hafalannya, dan gurunya yaitu Sa'id bin Aus Al-Abdi mempunyai kekeliruan.
[17] Beliau صلي الله عليه وسلم pernah menyetubuhi semua istrinya dalam satu malam dengan sekali mandi. Dalam hal ini ada riwayat yang menerangkan bahwa beliau diberi Allah kekuatan (berhubungan seks) sebanding tiga puluh orang laki-laki. Pent
[18] Diriwayatkan Muslim (309) dalam Al-Haidh, Bab: Jawas Naumil Junub.
[19] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (219) dalam Ath-Thaharah, Bab: Al-Whudu’ Liman Arada An Ya’uuda, Ibnu Majah (590) dan sanadnya bisa dianggap hasan.
[20] Diriwayatkan Oleh Muslim (308).
[22] Yang dimaksud dalam keadaan ini ialah ketika seorang suami posisinya sedang berada di atas istrinya dan menindihnya dalam hubungan seks. Al-lmam lbnul Qayyim ber-istinbath dari ayat 34 surat An-Nisa' dan ayat 187 surat Al-Baqarah bahwa posisi inilah yang menunjukkan bahwa laki-laki itu benar-benar sebagai pelindung dan pakaian yang sempurna bagi wanita, pent
[23] Diriwayatkan oleh Ahmad (2/444, 379), Abu Dawud (2162), dan sanadnya dishahihkan oleh Al-Bushiri. Hadits ini memiliki syahid (pendukung), diriwayatkan oleh lbnu Adiy (211/1) dan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath seperti di dalam Al-Majma' (4/299), dari hadits (Jqbah bin Amir. Dan sanadnya hasan menjadi kuat dengannya.
[24] Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam Al-Musnad (2/272, 344) dan lbnu Majah (1923). Dan hadits ini memiliki syahid dengan sanad hasan sehingga menjadi kuat dengan syahid tersebut, dari hadits lbnu Abbas, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh lbnu Hibban (1302).
[25] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (135), lbnu Majah (639), Ahmad (2/ 408, 467), Abu Dawud (3904), Ad-Darimi (1/259), dari hadlts Abu Hurairah, dan sanadnya kuat.
[26] Zam'ah bin Shalih, dia dha'if, dan dicantumkan oleh At-Tirmidzi di dalam At-Targhib wat Tarhib (3/200) dan ia berkata: "Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dengan sanad yang jayyid." Dan disebutkan oleh Al-Haltsami dalam Majma' Az-Zawa'id (4/298, 299) dan ia menambah nisbatnya kepada Ath-Thabrani di dalam Al-Kabir dan Al-Bazzar dan ia berkata: “rijal Abu Ya’la rijal shahih”, kecuali Ya’la bin Al Yaman dan dia tsiqat.
[27] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1164) dan Ad-Darimi (1/260). Dihasankan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Hadits ini memiliki syahid (pendukung) dari hadits Khuzaimah bin Tsabit, diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i (2/360), Ahmad (2/213), Ath-Thahawi (2/25), dan sanadnya shahih. Dishahihkan oleh lbnu Hibban (1299) dan lbnu Al-Mulaqqin di dalam Khulashatul Badril Munir. Al-Hafizh menyebutkan di dalam Al-Fath (8/142) bahwa hadits ini merupakan salah satu hadits yang baik sanadnya.
[28] Abu Ubaidah tidak mendengar dari ayahnya. Dan di dalam masalah ini ada hadits dari Ali رضي الله عنه yang diriwayatkan oleh Ahmad dan rijal-nya tsiqah.
[29] Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni (3/288) dan disebutkan oleh Al-Haitsami di dalam Al-Majma' dan ia berkata: "Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan rijal-nya (periwayatnya) tsiqah (terpercaya).
[30] Diriwayatkan oleh Ahmad (6706) (6967) dengan sanad hasan. Dan telah disebutkan oleh Al-Mundziri di dalam At-Targhib wat Tarhib (3/200) dan ditambahkan nisbatnya kepada Al-Bazzar dan ia berkata: "Rijal keduanya rijal shahih." Dan disebutkan pula oleh Al-Haitsami di dalam Al-Majma' (4/298) dan ditambahkan nisbatnya kepada Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath, dan ia berkata: "Rijal Ahmad rijal shahih." Dan ucapan keduanya perlu diteliti kembali, karena di dalam istilah ahli hadits, istilah ini (rijal-nya rijal shahih) secara mutlak adalah untuk para perawi yang telah diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan atau salah satunya. Sedangkan Amr bin Syu'aib tidak diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan dan tidak pula salah satunya sama sekali. Dan diriwayatkan oleh Ath-Thabari (2/234), Ahmad (6968), Al-Baihaqi (7/199), dari Qatadah, ia berkata: "Uqbah bin Wisaj berkata kepadaku dari Abu Darda', ia berkata tentang menggauli wanita di lubang duburnya: "Perbuatan itu tidaklah dilakukan kecuali oleh seorang kafir." Dan sanadnya shahih
[31] Diriwayatkan oleh Ahmad (1/268) dan di dalam sanadnya ada Rusydin bin Sa’ad, dan dia dhaif. Akan tetapi telah berlalu riwayat yang menjadi syahid bagi riwayat ini.
[33] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1165) dengan sanad hasan, dan dishahihkan oleh lbnu Hibban (1302)
[34] Disebutkan oleh As-Suyuthi di dalam Al-Jami' Ash-Shaghir dan dia menisbatkannya kepada lbnu Asakir dan ditandai dengan tanda dha'if.
[35] Sanadnya hasan, diriwayatkan oleh lbnu Adiy di dalam Al-Kamil (211/1). Dan hadits ini memiliki syahid (pendukung) dari hadits Abu Hurairah, yang telah lalu.
[37] Hadits shahih, diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i (2/260), dan darinya Al-Baihaqi (7/196), Ath-Thahawi (2/25), An-Nasa'i di dalam Al-'Isyrah, dan Ibnu Hibban (1299) (1300). Dishahihkan oleh Ibnul Mulaqqin di dalam Khulashatul Badril Munir, Ibnu Hazm di dalam Al-Muhalla (10/70) dan Jawadah Al-Mundziri (3/200).
[38] Diperbolehkan melakukan cumbu mesra dengan istri yang sedang haidh kecuali hubungan seks (yakni memasukkan penis ke dalam lubang vagina). Rasulullah صلي الله عليه وسلم ditanya tentang wanita yang sedang haidh, beliau mengatakan: "Lakukan apa saja yang kamu kehendaki, kecuali jima'." pent.
[39] Maksud ucapan Al-lmam Ibnul Qayyim di atas, bahwa jika seorang lelaki senang menggauli istrinya di lubang pantatnya, maka perbuatan keji ini akan menjadi mediator/pengantar tercepat untuk menyukai perbuatan sodomi (menyetubuhi pantat anak lelaki yang masih kanak-kanak), sebagaimana beliau katakan: "Dari pantat wanita akan berpindah ke pantat anak-anak yang masih kecil." Kita berlindung kepada Allah agar kita dijauhkan dari perbuatan ini sejauh-jauhnya, amin. pent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...