2.1 Arab sebelum Islam
Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Bangsa Arab menjadi Tiga bagian, yaitu :
· Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bisa
dilacak secara rinci dan komplit. Seperti Ad, Tsamud, Thasn, Judais, Amlaq dan lain-lainnya.
· Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
· Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma’il, yang disebut pula Arab Adnaniyah.[1]
Peradaban Arab sebelum datangnya Islam
1. Keadaan keagamaan
Mayoritas masyarakat Arab adalah penyembah berhala kecuali sebagian kecil penganut agama Yahudi dan Nasrani. Mereka tidak mempercayai Tuhan yang Maha Esa dan adanya hari pembalasan. Mereka mempunyai berhala yang banyak. Tidak kurang 360 berhala ditata di sekeliling Ka'bah.
Keagamaan pada masa ini terbagi menjadi 4 (empat) golongan :
a) Agama Hanif
èyaitu yang masih mengamalkan ajaran nabi Ibrahim A.S
b) Agama yahudi
c) Agama nashrani
d) Penyembah berhala
2. Keadaan sosial dan budaya
Mereka sangat terkenal kemahirannya dalam bidang sastra yaitu bahasa dan syair.Bahasa mereka sangat kaya sebanding dengan bahasa Eropa sekarang ini.Keistimewaan bangsa Arabia di bidang bahasa merupakan kontribusi mereka yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran agama Islam.
Semenjak zaman jahiliah, sesungguhnya masyarakat Arab memiliki berbagai sifat pemberani, ketahanan fisik yang prima, daya ingatan yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpinnya, pola hidup sederhana, ramah-tamah dan mahir dalam bersyair.
Namun sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan tidak ada artinya
karena suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka, yakni ketidakadilan,
kejahatan dan keyakinan terhadap tahayul.
Wanita menempati kedudukan yang terendah sepanjang sejarah umat manusia.
Mereka sama sekali tidak mendapatkan penghormatan sosial dan tidak memiliki hak
apapun. Mereka juga tidak memiliki hak warisan terhadap harta kekayaan almarhum
ayah dan suaminya atau kerabatnya. Demikianlah sangat rendah dan hina kedudukan
wanita sebelum Nabi Muhammad saw lahir.
3. Keadaan politik
Bangsa Arab sebelum islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri. Satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional. Yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa asyabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bila mana terjadi salah seorang di antara mereka teraniaya maka seluruh anggota-anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka “ Tolong saudaramu, baik dia menganiaya atau dianiaya “.
Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin kabilahnya masing-masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya adalah kesatuan fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah.
Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja. Anggota kabilah harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan damai ataupun perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti layaknya pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang pemimpin murka, sekian ribu mata pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa yang membuat pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah system diktator. Banyak hak yang terabaikan. Rakyat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan hasil dan memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya mengumbar syahwat, bersenang-senang, memenuhi kesenangan dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Rakyat hanya bisa merintih dan mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa mengadakan perlawanan sedikitpun.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.
4. Keadaan ekonomi
Jika melihat hubungan dagang bangsa Arab, Leboun memberikan kesimpulan bahwa bangsa Arab memiliki peradaban yang sangat tinggi dalam memberikan serta ikut andil dalam memberikan saham dalam peradaban dunia. Apalagi hubungan dagang yang dilakukan oleh bangsa Arab telah berlanhsung selama 2000 tahun. Selain berdagang, mayoritas orang-orang arab yang menganut agama yahudi pandai bercocok tanam dan membuat alay-alat dari besi, seprti perhiasan dan persenjataan.
Pada masa awal, Nabi Muhammad mempertahankan atau menyebarkan ajarannya dengan diam-diam selama tiga tahun tetapi orang-orang Quraisy memandang rendah kepadanya juga kepada shahabat-shahabatnya. Setelah da’wah berjalan tiga tahun secara diam-diam, Muhammad diperintahkan Allah untuk melakukan da’wah secara terang-terangan. Dalam Qur’an Surat Al-Hijr [15]:94, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”. Selain itu diperintah Allah swt untuk mengajak para kerabatnya, hal ini ditegaskan dalam QS. As-Syuara, 26:214, “Dan berikanlah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.
Maka, dengan berpedoman pada ayat tersebut, Muhammad mengajak kaum keluarganya, yaitu Bani Hasyim, untuk masuk Islam, akan tetapi mereka tidak menghiraukannya, bahkan pamannya “Abu Lahab” mencemohkannya, hingga turunlah QS al-Lahab, 111:1-5, “Binasalah kedua tangan Abu lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan [begitu juga] isterinya, pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali dan sabut”.
Perjuangan da’wah Islam yang dilakukan Nabi Muhammad di Mekkah ditekankan pada “penanaman dasar-dasar keimanan” yang berlangsung selama 13 tahun. Hal ini berbeda dengan saat Nabi Muhammad berada di Madinah, karena di ibu kota Islam yang baru ini, Nabi Muhammad segera menerapkan membangun sebuah masyarat baru dengan “syariat Islam” dan pembangunan ekonomi, sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[2]
Setelah Nabi diterima masyarakat Yastrib, nabi resmi mejadi pemimpin penduduk kota itu. Sebagai pemimpin Rasul menetapkan beberapa dasarkehhidupan dalam bermasyarakat :
1. Pembangunan masjid
Masjid merupakan tonggak dalam kemajuan Islam karena selain sebagai tempat ibadah, masjid juga sebagai sarana penting ubtuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat musyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi.
2. Ukhuwah Islamiyah
Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut memebantu kaum Muhajirin). Dengan demikian diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan.
Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak yang tidak beragama Islam.
Di Madinah tidak semua masyarakatnya yang menganut agama Islam. Di Madinah juga terdapat orang-orang non muslim seperti Yahudi, Nashrani dan ada juga yang masih mengikuti agama nenek moyang mereka. Hubungan persahabatan ini dijalin agar stabilitas masyarakat terwujudkan.
3. Hubungan persahabatan yang dijalin dengan pihak-pihak non muslim.
Disamping adanya orang-orang islam Arab di Madinah, adapula orang-orang non muslim dan masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat terwujud, maka Rasulullah mengadakan perjanjian dengan mereka, kemudian Rasulullah mengeluarkan sebuah piagam yang berisi tentang kebebasan memilih agama. Dan setiap mayarakat mempunyai hak yang sama dalam menjalankan kegiatan politik dan keagamaan.
Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan disebut dengan Konstitusi Madinah.
Dengan berdirinya kota Madinah, islam bertambah kuat, dan ini dapat memicu gangguan-gangguan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy yang tidak senang dengan islam, untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan tersebut, maka Rasulullah membentuk pasukan tentara. Dan umat islam di izinkan berperang dengan 2 syarat, yaitu:
· Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya.
· Menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halangi.
4. Peletakan asas-asas politik, ekonomi dan social.
Islam adalah agama dan Negara. Maka sudah sepantasnya jika diletakkan dasar-dasar Islam. Maka turunlah ayat-ayat Al-Quran pada periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaiman dijelaskan oleh Rasulullah dengan perkataan dan tindakannya. Maka, hiduplah kota Madinah dalam sebuah kehidupan yang mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang erat diantara anggota masyarakatnya. Dengan demikian, berarti bahwa inilah masyarakat Islam pertama yang dibangun oleh Rasulullah dengan asas-asas yang abadi.[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...