Arsitektur
Kampung Naga
Hunian masyarakat Naga berbentuk rumah panggung
dengan kolong setinggi 40-60 cm dari tanah. Selain untuk pengatur suhu dan
kelembaban, kolong difungsikan sebagai tempat penyimpanan alat pertanian, kayu
bakar serta kandang ternak. Rumah2 persegi panjang ini ditata secara teratur di
atas tanah berkontur berbentuk teras2 yang diperkuat dengan sengked/ turap
batu. Bentuk rumah panggung terkait kepercayaan warga Naga bahwa dunia terbagi
menjadi dunia bawah, tengah dan atas. Dunia tengah melambangkan pusat alam
semesta dengan manusia sebagai pusatnya. Tempat tinggal manusia di tengah,
dengan tiang sebagai penopang yang tak boleh menyentuh tanah, sehingga
diletakkan di atas tatapakan/ umpak batu.
Ukuran rumah tergantung besar kecilnya keluarga dan
kemampuan penghuni. Jika perlu tambahan ruang, dibuatlah sosompang di bagian
kiri atau kanan rumah. Memberi warna pada rumah adalah tabu, kecuali dikapur
atau dimeni. Pintu harus menghadap utara atau selatan, semua pada satu sisi
rumah, sesuai ketentuan adat.
Menghindari petaka
dengan cagak gunting ?
Jenis konstruksi dan atap yang digunakan sangat
genial dalam memecahkan masalah iklim setempat. Struktur tiang dan umpak
membuat bangunan adaptif terhadap gempa dan kontur tanah. Umpak juga mencegah tiang
kayu lapuk terkena kelembaban tanah dan serangan serangga tanah.
Ventilasi diatur agar
rumah tetap kering dan sejuk, mengimbangi kondisi iklim tropis. Bentuk atap
pelana rumah adat Kampung Naga disebut suhunan panjang atau suhunan julang
ngapak ( bila sisi rumah ditambah sosompang ) dan terbuat dari ijuk. Selain
kedap air, atap juga menjaga kehangatan rumah saat malam, karena teritis antar
rumah yang nyaris bersentuhan itu membentuk lorong yang mengurangi masuknya
angin. Berdasar kepercayaan bahwa manusia tak boleh menentang kodrat alam, maka
pada ujung timur dan barat atap, sesuai arah edar matahari, diletakkan dekorasi
cagak gunting atau capit hurang untuk menghindari mala petaka.
Dinding rumah terbuat dari bambu yang dianyam (bilik).
Jenis anyaman sasag paling banyak digunakan karena kuat dan tahan lama. Anyaman
bercelah tsb, terutama dipakai untuk dinding dan pintu dapur, sesuai ketentuan
adat. Untuk keperluan bahan baku bilik, penduduk yang hampir seluruhnya perajin
bambu, menanam bambu di sekitar kampung dan hutan.
Pada dasarnya rumah di Kampung Naga terdiri 3 bagian
; muka (hareup), tengah (tengah imah) dan belakang. Bagian depan berupa
teras/emper, tempat menerima tamu yang dicapai dengan menaiki gelodog
(tangga). Bagian tengah adalah ruangan besar tempat keluarga serta tamu
berkumpul ketika acara selamatan. Di sebelahnya, pangkeng/ enggon ( kamar tidur
), yang kadang hanya berupa area kosong, tanpa penyekat atau pintu, di sudut
ruang tengah. Dapur dan padaringan/ goah ( tempat penyimpanan beras ) terletak
di bagian belakang, tempat yang diperuntukkan khusus untuk kegiatan kaum
perempuan.
Arsitektur pada Kampung
Naga :
Pada arsitektur kampung naga secara mikro, masih
dikenal pembagian ruang yang tegas antara zona maskulin dan feminine. Untuk
pembangunannya pun masih menggunakan tradisi adat yang masih dijaga.
Pembangunan rumah menggunakan material yang berasal dari alam dan diambil
dengan cara dan waktu tertentu. Material alam dipilih untuk menghormati warisan
leluhur dan menghormati alam. Penggunaan material selain material yang
ditentukan dianggap tabu dan menentang hukum alam.
Secara Mezo, kampung naga juga diatur dengan
arsitektur yang dekat dengan alam.
Pembagian zona yang jelas dan penggunaan teknologi
kehidupan yang bersahabat dengan alam.
Rumah naga terbuat dari berbagai bahan alami lokal,
seperti kayu, bamboo, ijuk, dan datum tepus, yang kekeuatan dan ketahanannya
telah teruji oleh alam. Sedikitnya Polusi yang dihasilkan, ringannya beban
bahan bangunan yang harus ditopang, dan efisiennya biaya dalam jangka panjang
adalah nilai tambah dari bahan-bahan ini. Pemakaian bahan alami local merupakan
upaya yang digariskan leluhur dalam mengadaptasi potensi dan daya dukung alam
sekitar.
Keterangan gambar
1) Tanduk,
berfungsi untuk menyalurkan air sehingga tidak merembes ke dalamp ar a
(langit-langit rumah)
2) Atap,
Berbentuk sulah nyandah dengan penutup atap berupa dauneu r i h yaitu sebangsa
ilalang, atau daun tepus yang lalu ditutupi oleh ijuk. Bahan ini memungkinkan
pergantian udara ke dalam rumah melalui atap. Masyarakat Naga percaya bahwa
mempergunakan atap genteng adalah tabu. Selain itu, penggunaan ijuk jauh lebih
awet daripada genteng.
3) Dinding,
mempunyai rangka dari kayu albasia berukuran 5x10cm. untuk penutup dipergunakan
anyaman sasag, anyaman bilik, dan papan kayu. Jenis bamboo yang untuk bahan
dinding adalah bamboo tali (awi tali). Sebelum digunakan, semua bahan bamboo
dijemur terlebih dahulu untuk meningkatkan keawetannya.
4) Tiang
/ tihang, Terbuat dari kayu albasia yang dipotong 10x10cm. supaya lebih awet,
tiang dan bahan kayu lain direndam dalam lumpur minimal 40 hari, dibersihkan,
dan dijemur. Untukmenghindari kelembaban tanah, tiang (tihang) tidak diletakkan
langsung diatas tanah melainkan diberi alas batu yang disebut tatapakan.
5) Pintu
/ panto, Letak pintu berdasarkan perhitungan weton (hari lahir) istri pemilik
rumah. Lebar pintu sekitar 70cm dengan ketinggian 150-170cm. umumnya dibuat
dari kayu dengan tebal 4cm dan kaca sebagai tambahan. Khusus untuk pintu dapur
diwajibkan penggunaan anyaman sasag vertical.
6) Jendela,
daun jendela umumnya terbuat dari kayu suren atau albasia. Ukuran jendela
berkisar antara 40x60cm atau 50x70cm
7) Lantai,
Terbuat dari papan kayu memanjang, lebarnya 15-20cm. kadang dialasi tikar untuk
duduk-duduk. Dapur menggunakan lantai palupuh. Bamboo yang digunakan untuk
membuat palupuh adalah jenis awi surat berdiameter ±20cm.
8) Golodog,
Ruang peralihan sebelum masuk ke dalam rumah ini terbuat dari kayu dan bambu
dengan bentuk empat persegi panjang. Ketinggiannya tergantung pondasi sehingga
dapat mempunyai satu atau dua undakan.
9) BatuPondasi/
tatapakan, ada dua jenis tatapakan, yaitu tatapakan jangkung dengan permukaan
atas20cx20cm dan permukaan bawah25x25cm, dan tatapakan buleud (bundar). Gaya
berat rumah tersalur ke dalam tanah melalui banyak titik tatapakan, yaitu 5
titik disisi panjang (palayu) dan 4 titik di sisi pendek (pongpok).
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung,
bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau
alang-alang yang diganti tiap 7 tahun sekali apabila sudah rusak, lantai rumah
harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara
atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari
bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Material bahan bangunannya
adalah kayu albasiah yang banyak tumbuh disekitar kampung naga. Rumah tidak
boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni karena harus menggunakan bahan-bahan
alami tidak boleh menggunakan bahan kimia. Bahan rumah tidak boleh menggunakan
tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).
Pondasi rumah terbuat dari batu asli yang berasal
dari alam yang dipahat membentuk kotak atau trapesium yang kemudian ditanam
±5cm ke dalam tanah. Alasan digunakannya pondasi batu menjadikannya rumah
panggung agar kayu sebagai material utama dalam bangunan tidak dimakan rayap
dan tetap awet dalam jangka waktu lama. Sebelum di bangun sebagai rumah tanah
di kampung naga sudah di kavling-kavling sesuai peraturan adat yang ada karena
tanah tersebut merupakan milik adat bukan milik perorangan. Penduduk boleh
membangun di kampung naga asalkan tempatnya masih tersedia, tetapi jika tidak
cukup penduduk harus membangun diluar area kampung naga. Menggunakan pondasi
seperti tadi selama bertahun-tahun membuat permukiman kampung naga tahan akan
gempa, kebiasaan penduduk kampung naga saat gempa bukan malah keluar rumah
tetapi berdiam diri didalam rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...