Oleh: Nadia Aona Zulfa
A.PEGERTIAN PAJAK
Definisi pajak dikemukakan oleh Remsky K. Judisseno (1997:5) adalah
sebagai berikut: “Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengapdiaan
peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai
berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya
diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan
dan negara”.
Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan
kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya
pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur
dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.
Undang-Undang Perpajakan memberikan kepercayaan kepada
setiap wajib pajak untuk melakukan kegiatan perpajakannya sendiri mulai dari
menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya ke kantor
pelayanan pajak. Pajak yang dibayar oleh wajib pajak dimaksudkan untuk membantu
pemerintah dalam membiayai keperluan penyelenggaraan kenegaraan yakni
pembangunan nasional, dimana pelaksanaan pembangunan nasional diatur dalam
Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan
negara.
Kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan
system perpajakan yang dianut oleh pemerintah yakni sistem self-assessment yang berarti wajib pajak melakukan sendiri
kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sistem self-assessment tersebut, pemerintah mengharapkan kejujuran dan
kesadaran dari setiap wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya
sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.
Sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku pada
saat ini menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia maupun warga negara asing
yang telah menetap di Indonesia selama 183 hari secara berturut-turut dan
memperolah penghasilan dari kegiatan usahanya wajib untuk melakukan kegiatan
perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Dengan adanya system self-assessment
yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang perpajakan, berarti kewajiban
perpajakan setiap wajib pajak, dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan
dilaporkan sendiri oleh wajib pajak ke pemerintah dalam hal ini kantor
pelayanan pajak dimana wajib pajak terdaftar atau berdomisili.
B.Jenis-jenis Pajak
Pada umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi:
A. Menurut Golongannya
- Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus
dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan
- Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada
akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:
Pajak Pertambahan nilai.
B. Menurut Sifatnya
- Pajak subjektif, yaitu Pajak yang berpangkal
atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri
wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
- Pajak Objektif, yaitu pajak yang
berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib
pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
BArang mewah.
C. Menurut Lembaga Pemungutnya
- Pajak Pusat, yaitu Pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
- Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut
oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah. Contoh: Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan
bermotor, pajak hotel dan restoran (pengganti pajak pembangunan),
pajak hiburan, dan pajak penerangan jalan.
C.PAJAK
DALAM PANDANGAN ISLAM
Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak membiarkan manusia saling menzhalimi satu dengan yang
lainnya, Allah dengan tegas mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Nya, juga
atas segenap makhluk-Nya. [1] Kezhaliman dengan berbagai ragamnya telah
menyebar dan berlangsung turun temurun dari generasi ke generasi, dan ini
merupakan salah satu tanda akan datangnya hari kiamat sebagaimana Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّا س زَمَانٌ لاَيُبَاليَّ الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَ منْ حَلاَل أَم منْ حَرَام
“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” [HR Bukhari kitab Al-Buyu : 7]
Di antara bentuk kezhaliman yang hampir merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslimin, dengan alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama. Untuk itulah, akan saya jelaskan masalah pajak ditinjau dari hukumnya dan beberapa hal berkaitan dengan pajak tersebut, di antaranya ialah sikap kaum muslimin yang harus taat kepada pemerintah dalam masalah ini. Mudah-mudahan bermanfaat.
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّا س زَمَانٌ لاَيُبَاليَّ الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَ منْ حَلاَل أَم منْ حَرَام
“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” [HR Bukhari kitab Al-Buyu : 7]
Di antara bentuk kezhaliman yang hampir merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslimin, dengan alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama. Untuk itulah, akan saya jelaskan masalah pajak ditinjau dari hukumnya dan beberapa hal berkaitan dengan pajak tersebut, di antaranya ialah sikap kaum muslimin yang harus taat kepada pemerintah dalam masalah ini. Mudah-mudahan bermanfaat.
DEFINISI PAJAK
SECARA BAHASA
Dalam
istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama الْعُشْرُ (Al-Usyr), atau الْمَكْسُ (Al-Maks), atau bisa juga disebut لضَّرِيْبَةُ (Adh-Dharibah), yang artinya adalah ; “Pungutan yang ditarik
dari rakyat oleh para penarik pajak” ,atau suatu ketika bisa disebut الْخَرَاجُ (Al-Kharaj), akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk
pungutan-pungutan yang berkaitan dengan tanah secara khusus.Sedangkan para
pemungutnya disebut صَاحِبُ الْمَكْسِ (Shahibul Maks)
Dalam
Islam telah dijelaskan keharaman pajak dengan dalil-dalil yang jelas, baik
secara umum atau khusus masalah pajak itu sendiri.
Adapun dalil secara umum, semisal firman Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil….”[An-Nisa : 29]
Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya
Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya”
Adapun dalil secara khusus, ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ
“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” (HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah).
Adapun dalil secara umum, semisal firman Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil….”[An-Nisa : 29]
Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya
Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya”
Adapun dalil secara khusus, ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ
“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” (HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah).
Dan
islam pun lebih menganjurkan untuk diberlakukannya sistem zakat karena zakat
lebih menguntungkan antar sesame manusia dan dapat juga mengangkat
perekonomianyang makin hari makin terpuruk keadaannya,adapun perbedaan antar
zakat dan pajak adalah sebagai berikut:
·
Zakat adalah memberikan
sebagian harta menurut kadar yang ditentukan oleh Allah bagi orang yang
mempunyai harta yang telah sampai nishabynya.Sedangkan pajak tidak ada
ketentuan yang jelas kecuali ditentukan oleh penguasaa di suatu tempat.
·
Zakat berlaku bagi kaum muslimin saja, hal itu
lantaran zakat berfungsi untuk menyucikan pelakunya, dan hal itu tidak mungkin
kita katakan kepada orang kafir karena orang kafir tidak akan menjadi suci
malainkan harus beriman terlebih dahulu. Sedangkan pajak berlaku bagi
orang-orang kafir yang tinggal di tanah kekuasaan kaum muslimin
·
Yang dihapus oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penarikan sepersepuluh dari
harta manusia adalah pajak yang biasa ditarik oleh kaum jahiliyah. Adapun
zakat, maka ia bukanlah pajak, karena zakat termasuk bagian dari harta yang
wajib ditarik oleh imam/pemimpin dan dikembalikan/diberikan kepada orang-orang
yang berhak.
·
Zakat adalah salah satu bentuk syari’at Islam
yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan pajak
merupakan sunnahnya orang-orang jahiliyah yang asal-usulnya biasa dipungut oleh
para raja Arab atau non Arab, dan diantara kebiasaan mereka ialah menarik pajak
sepersepuluh dari barang dagangan manusia yang melalui/melewati daerah
kekuasannya. [Lihat Al-Amwal oleh Abu Ubaid.
Sangatlah jelas antara
perbedaan zakat dan pajak dan manakah yang lebih menguntungkan untuk sesame
kehidupan manusia,dan penarikan pajak diperbolehkan ketika persediaan zakat di
baitul mal memang sudah tidak ada ataupun sudah habis.Demikian yang bisa saya
terangkan mudah-mudahan dapat dapat bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...