Oleh: Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, MS
1. Pilar Kedua Ekonomi Syariah: Sektor Moneter
Pilar kedua Ekonomi Syariah adalah sektor moneter. Sektor ini
akan berjalan dengan baik apabila Lembaga Keuangan Syariah (LKS), baik
perbankan syariah maupun non perbankan syariah berjalan dengan baik.
Alhamdulillah sektor moneter ini telah menunjukkan kemajuan yang signifikan,
walaupun belum optimal. Hal ini ditandai antara lain oleh:
- Jumlah lembaga keuangan syariah, seperti
perbankan syariah semakin meningkat, demikian pula jumlah assetnya.
- Kajian tentang ilmu ekonomi syariah juga
semakin meningkat, terutama di kalangan Perguruan Tinggi. Misalnya: IPB
dan Unair telah membuka program S-1 Ekonomi Syariah, di samping PT lainnya
seperti UI, UIKA, UIN, IAIN, STAIN, SEBI, TAZKIA, STAI Al-Hidayah Bogor,
dll.
Dukungan pemerintah terhadap sektor ini semakin kentara dengan
sosialisasi yang dilakukan secara terus-menerus. salah satu sosialisasi yang belum
ada ini dilakukan adalah Program GRES (Gerakan Ekonomi Syariah) oleh Presiden
Republik Indonesia pada Ahad, 17 Nopember 2013 M/13 Muharram 1435 H. Presiden telah mencanangkan kembali gerakan ekonomi
syariah (GRES) yang diharapkan akan menguatkan peran ekonomi syariah terhadap
ekonomi umat dan bangsa.
Regulasi tentang kegiatan Ekonomi Syariah telah semakin terarah,
seperti UU No 21 / 2008 tentang Perbankan Syariah, UU No. 19 / 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara, Fatwa DSN-MUI tentang kegiatan ekonomi syariah
telah mencapai sekitar 80 buah fatwa, dll. Demikian pula kegiatan LKS non bank,
seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, BMT dll. telah menunjukkan
kemajuan yang menggembirakan. Hal terbukti dengan berkembangnya lembaga-lembaga
tersebut yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Selain itu tumbuh dan
berkembang pula asosiasi-asosiasi ekonomi syariah, baik di pusat maupun daerah,
seperti MES (masyarakat ekonomi syariah), PKES (pusat kajian ekonomi syariah),
IAEII (ikatan ahli ekonomi Islam Indonesia) ASBISINDO (asosiasi bank syariah
Indonesia), disamping juga BAZNAS (badan amil zakat nasional) dan BWI (badan
wakaf Indonesia).
Kemajuan ekonomi syariah tidak akan bisa tercapai tanpa dukungan
dari seluruh elemen umat Islam. Sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi seluruh
kaum muslimin untuk mendukung upaya penguatan lembaga keuangan syariah, baik
dengan bertransaksi melalui LKS maupun dengan menyebarkan dan mendakwahkannya
pada masyarakat. Hal ini dilandasi dengan berbagai alasan, antara lain sebagai
berikut:
Pertama, perintah melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh,
termasuk di bidang mu’amalah, di samping bidang yang lainnya. Allah ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً
وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ. ﴿البقرة:
٢٠٨﴾.
Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Masuk ke dalam Islam secara kaafah (keseluruhan) berarti
melaksanakan seluruh syariat Islam, baik dalam bidang aqidah, ibadah dan
muamalah. Maka ketika seseorang masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, ia
harus pula melaksanakan seluruh aturan syariah yang berkenaan dengan aktifitas
ekonominya. Apalagi dalam Islam aktifitas ekonomi terkait erat dengan
hukum-hukum ibadah, seperti larangan memakan riba, haramnya berjudi,
mengonsumsi minuman keras dan lain sebagainya.
Kedua, pelaksanaan
ekonomi syariah ini sesungguhnya merupakan implementasi dari fiqih mu’amalah
yang sudah dibahas oleh para ulama sejak zaman dahulu dengan berasaskan
al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Ia adalah salah satu bab dari empat (4) bab kajian
fiqih (hukum Islam) yaitu fiqih ibadah, fiqih munakahat, fiqih muamalat, dan
fiqih jinayah.
Ketiga, terdapat perbedaan yang mendasar antara LKS dengan Lembaga
Keuangan Konvensional (LKK) misalnya perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional, antara lain sebagai berikut:
1)
Akad dan
Aspek Legalitas: Akad dalam bank syariah senantiasa merujuk pada ketentuan
syari’ah, seperti tidak boleh ada unsur riba (bunga) yang secara jelas
diharamkan. Akadnya bervariasi, ada: wadi’ah, mudharabah, musyarakah,
murabahah, ijarah, dan lain sebagainya. Jika terjadi perselisihan diselesaikan
melalui mekanisme musyawarah dan atau melalui Badan Syari’ah Arbitrase Nasional
(BASARNAS). Struktur Organisasi: Bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syari’ah
(DPS) yang salah satu fungsi utamanya mengawasi operasional bank syariah dan
produknya agar sesuai dengan ketentuan syari’ah. DPS berada di bawah Dewan Syari’ah Nasional Majlis Ulama
Indonesia (DSN-MUI). Fatwa-fatwa dikeluarkan oleh DSN, sedangkan DPS hanya
mengawasi pelaksanaan fatwa di bank syariah sekaligus memberikan pendapat
syari’ah (syari’ah opinion) jika diperlukan.
2)
Bisnis
dan Usaha Yang Dibiayai, disamping memperhatikan aspek keuntungan juga harus
mempehatikan hal-hal yang terkait dengan syariah, misalnya:1. Apakah kegiatan bisnis itu halal ataukah
haram? 2.Apakah manfaat ataukah mafsadat? 3.Apakah memperkuat/memperlemah
da’wah/syi’ar Islam? 4 Apakah berkaitan
dengan perbuatan a-susila ataukah tidak? 5.Apakah berkaitan dengan perjudian? 6.Apakah
berkaitan dengan kegiatan ilegal (senjata ilegal) atau senjata pemusnah?.
3)
Lingkungan
Kerja dan Corporate Culture: Sebuah bank syari’ah diharapkan mempunyai
lingkungan kerja yang sejalan dengan syari’ah. Dalam hal etika, misalnya, sifat
amanah dan shiddiq harus melandasi setiap karyawan sehingga tercipta
profesionalisme yang berdasarkan Islam. Demikian pula dalam hal reward and
punishment (imbalan dan sangsi), diperlukan sistem penggajian yang sesuai
dengan syari’ah. Selain itu, cara berpakian dan tingkah laku dari para karyawan
merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang
membawa nama Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang
tidak mencerminkan akhlaqul karimah. Demikian pula dalam mengahadapi nasabah,
akhlaq harus senantiasa terjaga, misalnya dalam bentuk keramahan dan
menjelaskan yang baik kepada nasabah.
4)
Bank
syariah disamping memperhatikan hasil juga memperhatikan proses. Akad-akad dan
persyaratan kegiatan usaha tersebut adalah mencerminkan pentingnya proses yang
transparan dan sejalan dengan ajaran Islam. Sistem bagi hasil adalah sistem
yang mengutamakan proses disamping hasil. Sedangkan sistem bunga yang
diutamakan hasil bukan proses. Ternyata ini punya dampak terhadap perilaku umat
manusia. Sistem bunga menyebabkan perilaku instant (ingin cepat berhasil yang
kadangkala tidak memperhatikan cara dan proses). Sedangkan sistem bagi hasil
yang merupakan sistem yang sejalan dengan ajaran Islam adalah sistem yang
menyebabkan orang berpikir tentang proses disamping hasil. Karena itu al-Qur’an
sangat keras memerangi riba/bunga ini. Allah ta’ala berfirman:
يَمْحَقُ اللهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ
كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿٢٧٦﴾ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ
وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ
وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٢٧٧﴾ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم
مُّؤْمِنِينَ ﴿٢٧٨﴾ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ
وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ
تُظْلَمُونَ. ﴿البقرة: ٢٧٩﴾.
Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (276) Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (277) Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278).” (QS.
Al-Baqarah [2]: 276-278).
Proses dalam Islam memiliki nilai penting selain hasil.
Sehingga sesuatu bisa haram apabila proses yang dilakukan haram walaupun
tujuannya baik. Salah satu analoginya adalah dengan kegiatan dakwah yang harus
memperhatikan proses disamping hasil. Perhatikan firman-Nya dalam QS. An-Nahl
[16]: 125.
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ. ﴿النحل: ١٢٥﴾.
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16]: 125).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...