Oleh: Abdurrahman Misno Bambang Prawiro
Hukum Islam adalah dua kata dalam bahasa Indonesia
yang merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yaitu kata "hukum" dan
"Islam". Hukum dalam bahasa Arab الحكم (al- hukmu) merupakan kata benda
bentuk tunggal, adapun bentuk jama'nya adalah الأحكام (al-ahkam).
Secara bahasa al-hukmu berarti القضاء (al-qadha) yaitu memutuskan,
memimpin, memerintah, menetapkan dan menjatuhkan hukuman. Bentuk fa'il-nya
adalah الحاكم – الحكيم (al-haakim-al-hakiim)
yaitu orang yang memutuskan suatu perkara dan menjatuhkan hukuman kepada yang
bersalah.
Dalam Lisan Al-'Arab disebutkan :
الحَكَمُ الله تعالى قال
الأَزهري من صفات الله الحَكَمُ والحَكِيمُ والحاكِمُ ومعاني هذه الأَسماء
متقارِبة . قال ابن الأَثير في أَسماء
الله تعالى الحَكَمُ والحَكِيمُ وهما بمعنى الحاكِم وهو القاضي فَهو فعِيلٌ بمعنى
فاعَلٍ
Al-Hakam
adalah Allah ta'ala, Al-Azhary berkata bahwa kata Al-Hakam adalah salah satu
dari dari sifat Allah ta'ala, kata-kata al-hakam-al-hakiim-al-haakim
semuanya memiliki makna yang berdekatan. Ibnu Al-Atsir berkata tentang nama
Allah ta'ala al-hakam dan al-hakim keduanya bermakna al-haakim,
seperti kata al-qadhi adalah fa'iil dengan makna faa'il.
Al-Fairuz Abady menyatakan bahwa kata الحكم (al-
hukmu) dengan dhamah berarti القضاء
(al-qadha) yaitu mengadili,
bentuk jama'nya adalah االأحكام (al-ahkam). Abdullah bin Shalih Al-Fauzan dalam Syarh
Al-Waraqat Fi Ushul Al-Fiqh menyatakan :
اللحكم لغة : المنع
والحكم اصطلاحا : ما دل عليه خطاب الشرع المتعلق بأفعال المكلفين من طلب او تخيير
او وضع
Al-Hukmu
secara bahasa adalah mencegah, sedangkan secara istilah adalah segala sesuatu
yang menunjukan padanya kehendak syar'i yang berkaitan dengan amalan-amalan
orang yang sudah dewasa (mukallaf) baik berupa tuntutan kewajiban, pilihan dan
hukum wadh'i.
Nasrun Haroen merinci pengertian dari kata
"al-hukm" dalam beberapa arti,
yaitu :
1. Menetapkan sesuatu atas sesuatu atau
meniadakannya, seperti menetapkan terbitnya bulan dan meniadakan kegelapan
dengan terbitnya matahari.
2. Khitab Allah, seperti “aqimu ash-shalata”
dalam hal ini yang dimaksud dengan hukum adalah nash yang datang dari Syari'.
3. Akibat dari Khitab Allah, seperti hukum ijab
yang dipahami dari firman Allah “aqimu ash-shalata”. Pengertian ini
digunakan para fuqaha (ahli fiqh)
4. Keputusan hakim di sidang pengadilan.
Dari berbagai pengertian tersebut terlihat adanya
makna yang satu yaitu bahwa al-hukm
adalah :
خطاب الله المتعلق
بأفعال المكلفين طلبا أو تخييرا أو وضعا
Khitab
Allah ta'ala yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan
orang mukallaf yang berupa tuntutan, pilihan atau yang bersifat wadh'i.
Pengertian ini menunjukan bahwa hukum adalah sesuatu
yang menjadi tuntutan syara' atas setiap orang-orang yang sudah mukallaf untuk
melaksanakannya, baik hal itu berupa tuntutan, pilihan atau berbagai sebab yang
mengakibatkan adanya hukum tersebut, seperti ahkam al-khamsah yaitu haram,
makruh, mubah, sunnah dan wajib.
Berbeda dengan makna hukum sebelumnya, Muhammad Daud
Ali menyatakan kata "hukum" berasal dari bahasa Arab yaitu al-hukm
yang berarti kaidah, norma, ukuran, tolok ukur, patokan, pedoman yang
dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda. Hal
ini sama seperti yang diungkapkan oleh M. Hasbi Ash-Shiddieqy yang menyatakan
“Istilah hukum Islam walaupun berlafadz Arab, namun telah dijadikan bahasa
Indonesia, sebagai terjemahan dari Fiqh Islam atau Syariat Islam”.
Jika kita cermati, kata "hukum" dilihat
dari asal kata bahasa Arab, maka makna yang sebenarnya tidaklah sama dengan
kata hukum yang telah menjadi bahasa Indonesia. Kata hukum ini telah mengalami
perubahan dan perluasan makna sehingga tidak sesuai lagi dengan makna bahasa
asalnya. Adapun kata yang semakna dengan hukum dalam bahasa Arab adalah syariah
dan fiqh.
Syariah menurut bahasa adalah الوارد (al-waarid) yang berarti jalan,
dikatakan pula نحو الماء yaitu tempat keluarnya
(mata) air. Al-Raghib menyatakan syariah
adalah metode atau jalan yang jelas dan terang. Dikatakan : شرعت له نهجا (aku mensyariatkan padanya sebuah jalan), الشريعة al-syari'ah bisa pula bermakna sebuah tempat
di tepi pantai. Manna' Khalil Al-Qathan berkata : Syariat pada asalnya menurut
bahasa adalah sumber air yang digunakan untuk minum, kemudian digunakan oleh
orang-orang Arab dengan arti jalan yang lurus (al-syirath al-mustaqim)
yang demikian itu karena tempat keluarnya air adalah sumber kehidupan dan
keselamatan/kesehatan badan, demikian
juga arah dari jalan yang lurus yang mengarahkankan manusia kepada kebaikan,
padanya ada kehidupan jiwa dan pengoptimalan akal mereka
Kata atau lafadz "syariah" banyak terdapat
di dalam Al-Qur’an, misalnya firmanNya dalam:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى
شَرِيعَةٍ مِّنَ اْلأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَآءَ الَّذِينَ
لاَيَعْلَمُونَ
Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama
itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui. (QS. al-Jatsiyah [45]: 18).
Makna syariah pada ayat ini adalah peraturan atau
cara beragama. Sedangkan dalam bermakna memberikan tata cara beragama :
شَرَعَ
لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ
وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ
وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَاتَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ
اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Dia telah mensyari'atkan bagi
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah
Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. al-Syura [42]: 13).
Makna syariah yang serupa disebutkan dalam Allah
berfirman :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم
مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ
بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ
Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak
diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah)
tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu
akan memperoleh azab yang amat pedih,. (QS. al-Syura [47]: 21).
Dari beberapa ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kata syariah bermakna peraturan, agama dan tata cara ibadah. Pengertian ini
telah mengarah kepada makna secara istilah, karena khitab dari ayat-ayat
tersebut adalah orang-orang yang beriman agar mereka dapat merealisasikan
syariat tersebut.
Secara terminologi/istilah, syariat adalah
“Seperangkat norma yang mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara beribadah
kepada Allah ta'ala, serta bermuamalah dengan sesama manusia”. Al-Fairuz Abady
menyebutkan bahwa syariat adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada para
hambaNya. Ibnu Mandzur menyatakan bahwa
syariah adalah :
والشريعةُ والشِّرْعةُ
ما سنَّ الله من الدِّين وأَمَر به كالصوم والصلاة والحج والزكاة وسائر أَعمال
البرِّ
Segala
sesuatu yang ditetapkan Allah dari dien
(agama) dan diperintahkanya seperti puasa, shalat, haji, zakat dan amal
kebaikan lainnya.
Definisi ini seperti yang disebutkan oleh Manna'
Al-Qathan yang menyebutkan bahwa syariat secara istilah adalah “Setiap sesuatu
yang datang dari Allah ta'ala yang disampaikan oleh utusan/RasulNya kepada para
hambanya, dan Dia adalah pembuat syariat yang awal, hukumNya dinamakan
syar'an.
Mahmud Syalthut mendefinisikan syariah dengan
"Sebuah nama untuk tata peraturan dan hukum yang diturunkan oleh Allah
ta'ala dalam bentuk ushulnya dan menjadi kewajiban setiap muslim sebagai
pedoman dalam berhubungan dengan Allah dan antar sesama manusia."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...