ABSTRAK
Praktek
gadai tanah sudah lama dilakukan ditengah-tengah masyarakat Kabupaten Bogor.
Praktek gadai tanah yang terjadi adalah seseorang yang membutuhkan dana/modal
untuk pribadi atau keluarganya sebagai debitur datang kepada pihak kreditur
sebagai pemilik modal. Uang pinjaman yang diberikan kreditur distandarkan
dengan nilai harga emas. Debitur menyerahkan sawahnya sebagai jaminan kepada
kreditur untuk diambil hasilnya sampai debitur mampu melunasi utangnya. Waktu
pengembalian uang pinjaman tersebut tidak ada batasan waktu bahkan sampai
mencapai puluhan tahun serta pelaksanaan akadnyapun hanya
berdasarkan ijab kabul tanpa adanya saksi dan bukti tertulis. Lebih dari itu pihak krditur akan membeli tanah yang dijadikan jaminan
kepada debitur dengan harga yang sangat murah jika debitur tidak sanggup
mengembalikan uang yang dipinjamkan dengan harga tanahnyapun berada dibawah
standar harga normal. Apabila pihak debitur meninggal dunia, maka tanah
tersebut dikuasai sepenuhnya oleh kreditur dengan imbalan biaya yang sangat
murah.
Akad
semacam ini tentunya sangat merugikan salah satu pihak, khususnya debitur
sebagai pemilik tanah, dan tanah yang dijadikan jaminan dimanfaatkan sepenuhnya
oleh kreditur tanpa ada bagi hasil sedikitpun dengan debitur. Sampai
pelaksanaan jual gadai/gadai tanah seperti itu dikatakan oleh salah seorang pemikir Mesir M.
Zuhailli , “Transaksi jual gadai/gadai tanah penuh mubadzir, uyub, banyak keprihatinan, kekurangan dan penuh
problematika.” Hal inilah kirnya yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian lebih mendalam tentang praktek gadai tanah di Kabupaten Bogor untuk
dibahas dan dianalisis lebih mendalam sekitar jaminan kepastian dan
perlindungan hukum gadai tanah di tinjau dari hukum Islam.
Jenis penelitian ini adalah
penelitian lapangan (field reaserch) yang dilaksanakan di Kabupaten
Bogor khususnya di lima Desa yaitu Bantar Sari,
Desa Bantar Jaya, Desa Rancasari, Desa Pasir Gaok, dan Desa Rancabungur.
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah normatif yakni mengkaji data yang ada
di masyarakat lima desa tersebut kemudian dianalisis berdasarkan norma-norma
yang terkandung dalam Hukum Islam. Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan
adalah dengan menggunakan angket kepada masyarakat di lima Desa tersebut di
Kabupaten Bogor dengan jumlah sampel perdesa sebanyak sepuluh orang. Selain
dengan angket juga dilakukan interview khususnya kepada tokoh
masyarakat, tokoh adat, para Kyai dan Asatidz yang mengerti dan memahami
persoalan yang berkaitan dengan gadai tanah dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
dengan cara bertanya langung agar data serta informasinya lebih valid dan bisa
dipertanggung jawabkan. Sampel yang dilakukan adalah dengan sampel random
yaitu cara pengambilan data secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi yang dijadikan objek penelitian.
Berdasarkan hasil
penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan praktek gadai tanah
dilihat dari akadnya perlu dikaji kembali. Bagi pihak debitur, menggadaikan
tanah karena adanya keperluan yang sangat mendesak. Bagi pihak kreditur yang
seakan-akan telah menjadi rentenir dengan mencari orang yang ingin menggadaikan tanahnya
untuk memperbanyak keuntungan yang diambil kreditur. Sedangkan dalam
pemanfaatan tanah gadaian, pihak kreditur telah melakukan perbuatan yang tidak
sesuai dengan hukum Islam. Karena adanya unsur eksploitasi dari pihak pemilik
modal, dimana seharusnya akad tabarru’ lebih dikedepankan maka nilai
maslahat dan keadilan akan tercipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...