Oleh:
Abdurrahman
Menyampaikan kebenaran adalah kewajiban bagi seluruh umat Islam, walaupun
kewajiban ini berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas
ilmu masing-masing. Seorang yang memiliki ilmu lebih dibanding yang lainnya
tentu memiliki kewajiban lebih besar untuk menyampaikan kebenaran dibandingkan
orang lainnya yang memiliki ilmu pas-pasan apalagi yang tidak memiliki ilmu.
Apa jadinya jika orang yang tidak memiliki ilmu atau kurang ilmu menyampaikan
kebenaran tersebut? bisa jadi yang terjadi adalah kebenaran yang bercampur
dengan pendapat-pendapat pribadinya tanpa didasari oleh ilmu yang benar.
Fenomena penyampaian kebenaran oleh para dai Islam menarik untuk
diperbincangkan, banyaknya bertebaran kelompok-kelompok dakwah tentu saja
menambah marak suasana penyampaian kebeneran ini (baca dakwah). Satu sisi
fenomena ini menggembirkan bagi umat Islam karena mereka akan mendapatkan
pencerahan dari para dai tersebut, namun di sisi lain muncul pula kegamangan
ketika dai tersebut ternyata memiliki ilmu yang kurang sehingga sering sekali
menjustise suatu kebenaran sebagai miliknya sendiri. Seorang dai menganggap
bahwa metode dakwah dan yang disampaikannya adalah yang lebih benar sehingga
dengan mudah menyalahkan orang dan kelompok lainnya.
Realitas inilah yang terkadang membuat saya miris, prihatin dan khawatir.
Kekhawatiran itu muncul sudah sejak lama, namun kembali terusik ketika
mendengar beberapa stasiun radio dakwah yang menyampaikan tentang masalah
khilafah. Dai di radio tersebut membahas tentang khalifah dan khilafah dengan
penuh semangat dan antusias, sangat disayangkan ketika ia membahas tentang
adanya kelompok lain yang memiliki pandangan berbeda tentang hal ini langsung
menyalahkan dengan argument-argumennya. Tentu saja argumen yang dikemukakan
oleh dai tersebut sangat subyektif, walaupun diambil dari al-Qur’an dan
al-Sunnah.
Merasa dirinya paling benar yang kemudian diikuti oleh jamaahnya serta
menyalahkan jamaah lain dalam suatu masalah adalah fenomena yang hingga saat
ini terus berkembang. Hawa nafsu dan ashabiyah telah menjadikannya buta
sehingga dengan mudah menyalahkan jamaah lainnya. Hawa nafsu diri yaitu merasa
bahwa apa yang menjadi pendapatnya dengan menfasirkan ayat dan hadits dianggap
paling benar sehingga yang berbeda dengannya adalah salah. Sementara fanatik
golongan yaitu bangga dengan golongannya dan merasa perjuangan golongannya
adalah yang paling benar dan menyalahkan metode golongan lain yang berbeda
adalah sesuatu yang tidak bijak. Bagaimana mungkin merasa diri dan jamaahnya
paling benar padahal hal tersebut merupakan masalah ijtihadiyah yang secara
nash tidak disebutkan dengan qath’iy.
Maka, di antara dosa da’i Islam adalah tidak menjaga lisannya dari
membicarakan kesalahan orang lain dan kelompok lain di luar dirinya. Padahal
mereka adalah saudara kita sesama muslim, maka sangat tidak pantas ketika
mencela mereka, menyalahkan apalagi sampai menyesatkannya. Sudah saatnya kita
tidak lagi terkotak-kotak dalam jamaah dakwah yang justru akan membuat bingung
umat. Kalaupun tidak bisa dihindarkan harus membuat jamaah maka sudah
selayaknya untuk dengan mudah menyalahkan jamaah lainnya. Apalagi dalam masalah
ijtihadiyah dan metode dakwah.
Mungkin masing-masing akan menyatakan bahwa ini bukan masalah ijtihadiyah
atau metode dakwah, atau ini adalah masalah prinsip yang sudah jelas
nash-nya dari al-Quran dan al-Sunnah. Serta argumentasi lainnya yang menguatkan
pendapatnya masing-masing, maka saya katakana silahkan saja berargumentasi
namuan jangan lupa bahwa orang yang anda salahkan juga memiliki argumentasi
lainnya. Sehingga kebenaran yang mereka klaim masing-masing memiliki argument,
solusinya adalah lebih mawas diri dan tidak langsung menyalahkan argument orang
lain. Apalagi jika argument dirinya dan orang yang berbeda dengannya adalah
masalah yang bersifat dzanny maka tidak layak untuk dengan mudah
menyalahkan orang lain. Wallahu a’lam #ambp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...