Setiap mu`min
dan mu`minah wajib untuk mentaati Rasulullah, mengagungkan Sunnahnya,
mendahulukan perkataan, petunjuk dan jalan beliau di atas perkataan, petunjuk
dan jalan selain beliau. Bahkan ini adalah syarat dari Syahadat
"Muhammadur Rasuulullaah".
Allah Ta'ala
Berfirman: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu`min dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mu`min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata." (Al-Ahzaab:36)
"Barangsiapa
yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah."
(An-Nisaa`:80)
"Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah." (Al-Ahzaab:21)
"Dan jika
kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang."
(An-Nuur:54)
"Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan ditimpa fitnah
atau ditimpa 'adzab yang pedih." (An-Nuur:63)
Berkata Al-Imam
Ahmad: "Tahukah engkau, apakah fitnah itu? Fitnah itu adalah kesyirikan,
barangkali apabila dia menolak sebagian saja dari sabda Rasulullah, akan muncul
di hatinya penyimpangan lalu dia binasa." (Al-Ibaanatul Kubraa, Ibnu
Baththah 1/260 no.97)
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian lebih dari
suara Nabi dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras
sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kalian terhadap sebahagian yang lain,
supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian sedangkan kalian tidak
menyadari." (Al-Hujuraat:2)
Berkata Ibnul
Qayyim memberikan komentar terhadap ayat ini: "Maka Allah memperingatkan
kaum mu`minin dari gugurnya amalan-amalan mereka dengan mengeraskan (suara)
kepada Rasulullah, sebagaimana sebagian mereka mengeraskan (suara) terhadap
sebagian yang lainnya. Dan bukanlah hal ini menunjukkan kemurtadan, akan tetapi
(hanya) merupakan kemaksiatan yang dapat menggugurkan amalan sedangkan
pelakunya tidak merasakan dengannya."
Ibnul Qayyim
(juga) berkata: "Dan jika ditanyakan: "Bagaimana amalan-amalan akan
gugur tanpa kemurtadan?" Jawabnya: "Ya", sesungguhnya Al-Qur`an
dan As-Sunnah serta apa-apa yang dinukilkan dari para shahabat telah
menunjukkan: Bahwa kejelekan dapat menghapuskan kebaikan, sebagaimana juga
kebaikan dapat menghapuskan kejelekan. Allah Ta'ala berfirman: "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) shadaqah
kalian dengan menyebut-nyebutnya (mengungkit-ngungkitnya) dan menyakiti
(perasaan si penerima)�."
(Al-Baqarah:264)
Allah (juga)
berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan
suara kalian lebih dari suara Nabi dan janganlah kalian berkata kepadanya
dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kalian terhadap
sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian sedangkan
kalian tidak menyadari." (Al-Hujuraat:2)
Dan berkata
'A`isyah kepada Ummu Zaid bin Arqam: "Kabarkan kepada Zaid bahwa dia telah
membatalkan jihadnya (yang) bersama Rasulullah, kecuali kalau (dia) mau bertaubat."
(Karena dia telah melakukan jual beli dengan cara 'iinah, yaitu seseorang
menjual barang dengan harga di belakang (kredit), tetapi sebelum si pembeli
melunasinya, si penjual membelinya kembali dengan harga yang lebih murah,
pent.)."
Dan sungguh Al-Imam
Ahmad telah menjelaskan atas perkara ini lalu beliau menyatakan:
"Hendaklah bagi seorang hamba di zaman ini untuk berhutang kemudian
menikah agar dia tidak melihat kepada apa yang tidak dihalalkan, sehingga dapat
menggugurkan amalannya."
Subhaanallaah!
Beliau menyatakan hal itu pada zaman yang mayoritas orang-orangnya menegakkan
sunnah, baik dalam masalah hijab atau pun yang lainnya, maka bagaimana
perkataan beliau kalau hidup pada zaman kita sekarang ini!!!
Dan ayat-ayat
muwaazanah (yang menunjukkan adanya penimbangan atau pembandingan antara
kebaikan dan kejelekan, pent.) di dalam Al-Qur`an, (juga) menunjukkan atas
perkara ini, maka sebagaimana bahwasanya kejelekan akan terhapus dengan
kebaikan yang lebih besar dari kejelekan (tersebut) maka kebaikan pun akan
terhapus pahalanya dengan sebab kejelekan yang lebih besar dari kebaikan
(tersebut)." (Kitaabush Shalaat, Ibnul Qayyim hal.65)
Maka bagaimana
persangkaan (kita) terhadap orang yang mendahulukan perkataan, petunjuk dan
jalan selain Rasul di atas perkataan, petunjuk dan jalannya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam?!?!
Bukankah hal ini
sungguh telah menggugurkan amalannya, sedangkan dia tidak merasakannya?!!
(Al-Waabilush Shayyib hal.24)
Berkata Abu
Bakar Ash-Shiddiq: "Tidaklah aku meninggalkan sesuatu perbuatan yang
Rasulullah telah melakukannya, melainkan aku selalu melakukannya. Dan
sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan sesuatu dari perintahnya, aku akan
menyimpang (sesat)."
Ibnu Baththah
mengomentari hal ini dengan berkata: "Wahai saudaraku�Inilah Ash-Shiddiiqul Akbar,
beliau merasa takut terhadap dirinya dari penyimpangan jika beliau menyelisihi
sesuatu dari perintah Nabinya. Maka bagaimana pula terhadap suatu zaman yang
masyarakatnya telah menjadi orang-orang yang memperolok-olok Nabi mereka dan
perintah-perintahnya serta saling membanggakan diri dengan menyelisihinya dan
bangga dengan memperolok-olok Sunnahnya?!! Kita meminta kepada Allah agar
terjaga dari ketergelinciran dan memohon keselamatan dari amalan-amalan yang
jelek." (Al-Ibaanah 1/246)
Berkata 'Umar
bin 'Abdul 'Aziz: "Tidak ada pendapat bagi siapa pun di atas suatu Sunnah
yang Rasulullah telah menjalaninya." (I'laamul Muwaqqi'iin 2/282)
Dari Abi Qilabah
berkata: "Jika kamu mengajak berbicara kepada seseorang dengan Sunnah,
kemudian orang tersebut berkata: "Tinggalkan ini dan berikan padaku Kitab
Allah (saja)!", maka ketahuilah bahwasanya dia adalah orang yang
sesat." (Thabaqaat Ibni Sa'ad 7/184)
Adz-Dzahabiy
mengomentari hal ini dengan perkataannya: "Apabila kamu melihat seorang Ahlul
Kalam dan Ahli bid'ah berkata: "Tinggalkan kami dari Al-Kitab dan
Hadits-hadits Ahad dan berikanlah padaku (secara) akal!", maka ketahuilah
bahwasanya dia adalah Abu Jahl. Dan apabila kamu melihat As-Saalikut Tauhiidiy
(salah satu tingkatan dalam Shufi) berkata: "Tinggalkan kami dari
nash-nash dan dari akal dan berikanlah padaku (secara) perasaan dan
naluri!", maka ketahuilah bahwasanya Iblis sungguh telah menampakkan diri
dalam bentuk manusia atau telah menyatu padanya, maka jika kamu takut darinya, maka
larilah! Kalau tidak, ajak berkelahi dia dan dudukilah dadanya serta bacakan
padanya Ayat Kursi dan cekiklah dia!!! (Siyar A'laamin Nubalaa` 4/472)
Berkata Al-Imam
Asy-Syafi'i: "Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Hanifah bin Sammak bin
Al-Fadhl Asy-Syihabiy dia berkata: "Telah berkata kepadaku Ibnu Abi Dzi`b
dari Al-Muqri dari Abi Syuraih Al-Ka'biy: Bahwasanya Nabi Shallallahu 'alai
wasallam bersabda pada hari Fath (kemenangan): "Barangsiapa yang
keluarganya dibunuh, maka baginya ada dua pilihan, jika dia mau dia boleh
mengambil diyat dan jika dia mau maka baginya qishash."
Berkata Abu
Hanifah: "Maka aku berkata kepada Ibnu Abi Dzi`b: Apakah kamu akan
mengambil ini wahai Abul Harits? Maka dia memukul dadaku dan berteriak kepadaku
dengan teriakan yang keras serta memegang aku lalu berkata: "Aku
mengatakan kepadamu dari Rasulullah, sedangkan kamu mengatakan: Apakah kamu
mengambil dengannya? Ya, aku mengambil dengannya dan yang demikian itu wajib
atasku dan atas orang yang mendengarnya.
Sesungguhnya
Allah telah memilih Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dari kalangan
manusia, lalu Allah memberikan hidayah kepada mereka melalui beliau dan melalui
kedua tangannya serta melalui lisan beliau dan Allah telah memilih bagi mereka
apa-apa yang telah Allah pilih baginya (Rasul). Maka wajib atas makhluk ini
(jin dan manusia) untuk mengikutinya baik dalam keadaan taat maupun
hina/rendah, yang seorang muslim tidak dapat keluar dari yang demikian."
Dia (Abu
Hanifah) berkata: "Dan (dia terus marah) tidak mau berhenti/diam sampai
aku berangan-angan supaya dia mau berhenti." (Ar-Risaalah, Asy-Syafi'iy
hal.450 no.1234)
Berkata Al-Imam
Asy-Syafi'iy: "Kaum muslimin telah bersepakat (ijma'), bahwa barangsiapa
yang telah jelas baginya Sunnah Rasulullah, maka tidak dihalalkan baginya untuk
meninggalkan Sunnah tersebut dikarenakan perkataan seseorang (siapa pun
dia)." (I'laamul Muwaqqi'iin 2/282)
Berkata
Al-Humaidiy: "Suatu hari Al-Imam Asy-Syafi'iy meriwayatkan suatu hadits,
maka aku berkata: Apakah kamu mengambil dengannya (hadits tersebut)? Maka
beliau menjawab: "Apakah kamu telah melihat aku keluar dari suatu gereja
atau apakah terdapat padaku Zannaar (ikat pinggang orang Nashara, pent.),
sehingga apabila aku telah mendengar suatu hadits dari Nabi aku tidak berkata
(berpendapat) dengannya?!" (Hilyatul Ambiyaa` 9/106, Siyar A'laamin
Nubalaa` 10/34)
Al-Imam
Asy-Syafi'iy pernah ditanya tentang suatu permasalahan, maka beliau mengatakan:
"Telah diriwayatkan tentang hal tersebut demikian dan demikian dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam. Maka orang yang bertanya tersebut berkata: Wahai
Abu 'Abdillah�Apakah
kamu berkata (berpendapat) dengannya (hadits tersebut)?! Maka Al-Imam
Asy-Syafi'iy gemetar (karena marah) dan nampak urat lehernya, kemudian beliau
berkata: Wahai kamu�Bumi
manakah yang akan kupijak dan langit manakah yang akan menaungiku apabila aku
telah meriwayatkan suatu hadits dari Nabi kemudian aku tidak berkata
dengannya?! Ya (kata beliau), wajib bagiku (mengambil hadits tersebut, pent.)
dengan pendengaran dan penglihatan." (Shifatush Shafwah 2/256)
Berkata Al-Imam
Ahmad bin Hambal: "Barangsiapa yang menolak suatu hadits Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam, maka dia berada di pinggir jurang kehancuran."
(Thabaqaatul Hanaabilah 2/15, Al-Ibaanah 1/260)
Berkata Al-Imam
Al-Barbahariy: "Apabila kamu mendengar seseorang mencerca atsar atau
menolak atsar atau menginginkan yang selain atsar, maka ragukanlah dia
(tentang) keislamannya, dan janganlah kamu ragu bahwasanya dia adalah seorang
pengikut hawa nafsu dan mubtadi' (ahli bid'ah)." (Syarhus Sunnah hal.51)
Berkata Abul
Qasim Al-Ashbahaniy:
"Telah
berkata Ahlus Sunnah: "Apabila seseorang telah mencela atsar, maka sudah
pantas baginya untuk diragukan keislamannya." (Al-Hujjah fii Bayaanil
Mahajjah 2/428). Wallaahu A'lam.
Diambil dari kitab
"Ta'zhiimus Sunnah" karya 'Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir
As-Sahaibaniy dengan beberapa tambahan dan perubahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...