Oleh: Abu Aisyah
Manusia memang memiliki rasa suka, ia
tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan fisik dan mentalnya. Jika pada
masa anak-anak rasa suka itu hanya pada hal-hal yang menyenangkan, semisal
gula-gula dan berbagai makanan lezat, maka pada perkembangan berikutnya muncul
rasa suka dengan sesuatu yang muncul dari dalam jiwa. Sebenarnya rasa suka
semacam ini ada juga, misalnya kita suka jika berdekatan dengan orang tua kita
atau orang-orang yang sejak kecil dekat dengan kita. Hanya, rasa itu sepertinya
rasa suka karena seseorang itu akan memberikan sesuatu kepada kita. Bagaimana dengan
rasa suka yang tumbuh bersama dengan tumbuhnya raga dan sukma?
Suka dengan orang lain yang tumbuh dari
jiwa memang sesuatu yang menjadi fitrah manusia. Ia akan muncul seiring dengan
bertambahnya usia. Saat kita menginjak remaja kita sudah mulai suka dengan
seseorang menurut kita istimewa, entah itu karena mukanya, tingkah lakunya,
sikapnya atau sekadar menyenangkan kita. Penyebab rasa suka ini biasanya karena
seseorang itu memberikan satu pengalaman yang begitu berkesan dalam jiwa,
inilah kenapa terkadang rasa suka pada awal pertama itu sangat sulit untuk
dilupakan. Dengan bertambahnya usia kita makin menyadari bahwa rasa suka itu
bukan rasa yang biasa, ia muncul dan menyeruak dalam jiwa berkembang bersama
dengan perkembangan jiwa dan raga kita. Rasa suka itu ada… semakin ada dan
membentuk satu rasa yang pada akhirnya tertuju pada seseorang yang memiliki kriteria
yang sedari kecil telah terbentuk dalam
jiwa.
Bilakah rasa suka itu ada? Lagi-lagi dengan
bertambahnya usia rasa suka itu semakin konkrit mengkristal dalam jiwa, pondasi
dasar yang telah terbangun semakin menysa susun dan meninggi menjadi sebuah rasa
suka pada seseorang. Rasa suka pada benda-benda lainnya mungkin masih ada namun
ia kalah dan mengalah dibanding dengan rasa suka pada manusia lainnya. Apakah kita
akan mengikuti rasa suka itu atau menahan dan menguburnya hingga raga kita
tersiksa?
Rasa suka itu ada… hanya saja dengan
bertambahnya usia rasa itu dihiasi dengan pesona dunia, keinginan hawa dan
sejuta perhiasannya. Rasa suka itu menjelma dalam bentuk pemuasan hawa manusia,
entah apa orang menyebutnya, Suka atau Hawa? Hingga saat ini sangat sulit untuk
membedakan antara keduanya. Para pemuja rasa suka akan menganggap bahwa rasa
suka itu adalah karunia Sang Pencipta hingga tidak boleh untuk diperdaya. Sebaliknya
para pencari citra menggap rasa suka hanya akan menyebabkan manusia terlena
dengan dunia hingga lupa akan nirwana. Bagaimana seharusnya kita menyikapinya?
Rasa suka itu memang ada… ia adalah
anugerah Yang Kuasa, namun rasa itu tidak boleh ada pada hal-hal yang
diharamkannya. Rasa suka itu harus disalurkan dalam ikatan suci mahligai
surgawi yang disebut pernikahan. Bagaimana cara membedakan antara rasa suka dan
hawa? Rasa suka adalah fitrah yang telah ada pada diri manusia, maka rasa
sukanya sudah selayaknya didasarkan pada kehendakNya bukan pada hal-hal yang
mendatangkan murkaNya. Sedangkan hawa adalah setiap rasa suka yang hanya
menginginkan kenikmatan raga di dunia tak pernah memikirkan kenikmatan di
akhirat sana. Hawa akan sengaja memberikan iming-iming bagi raga bahwa itu
adalah karunia Rabbnya maka nikmatilah ia padahal kemurkaan Allah ada di
belakangnya. Hawa selalu mengajak manusia kepada hal-hal yang mempesona mata
padahal ia adalah hal yang menjadikan buta mata hati kita.
Rasa suka itu ada… pada setiap diri
manusia. Suka dengan dunia tidak tercela asal sewajarnya saja, suka dengan
wanita juga adalah fitrahNya tapi bukan sembarang wanita. Suka dengan sesame juga
karuniaNya namun jangan pada hal-hal yang diharamkanNya. Jika rasa suka itu
masih ada… setirlah ia… arahkan ia pada hal-hal yang dirihaiNya… semoga rasa
suka itu akan mendatangkan pahala di sisiNya dan membalaskan balasan sesuai
dengan perjuangan kita untuk membawanya pada hal-hal yang diridhaiNya. Semoga kita
bisa…….. wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...