Oleh: Sugeng Priyono
Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam. Wakaf
disyariatkan setelan Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam berada di Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada
dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha) tentang siapa yang pertama kali
melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa
yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah Saw, yaitu wakaf tanah
milik Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Umar bin Syabah dari Amr bin Sa’ad bin Mu’adz, ia berkata: ”Dan
diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Mu’ad berkata, Kami
bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah
wakaf Umar, sedangkan orang-orang Anshor mengatakan adalah wakaf Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam.”
(Asy-Syaukani: 129).
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam pada tahun ketiga Hijriyah pernah
mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebun Airaf,
Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebun lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama
mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin
Khatab.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah.
Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah)
biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf.
Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang
diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ
مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ
صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia
maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah
(yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang
mendoakannya.” (HR Muslim)
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah
jariyah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya kepedulian dan
tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, Rasulullah Saw bersabda dalam
salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ
الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiapa yang tidak memperhatikan
urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al
Hadits)
Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan
pribadi. Wakaf biasanya
diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan.
Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى
مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus
didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...