Oleh: Abd Misno
Bulan Ramadhan adalah bulan mulia, karena pada bulan ini amal
kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Sebagaimana banyak sekali riwayat yang
telah sampai kepada kita dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ
ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ
ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا
أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ
فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ
أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan
dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali
lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan
puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan
dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa
akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan
kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari
no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Sebagaimana
pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di
bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini
semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan
adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan
puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.”
(Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 271)
Sebuah riwayat yang dhaif menjelaskan mengenai
dilipatgandakannya amalan di bulan ini, yaitu:
يا أيها الناس
قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة، وقيام
ليله تطوعا ، من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه، ومن أدى
فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه
“Wahai sekalian manusia, telah datang pada kalian bulan yang mulia.
Di bulan tersebut terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Puasanya
dijadikan sebagai suatu kewajiban. Shalat malamnya adalah suatu amalan sunnah.
Siapa yang melakukan kebaikan pada bulan tersebut seperti ia melakukan kewajiban
di waktu lainnya. Siapa yang melaksanakan kewajiban pada bulan tersebut seperti
menunaikan tujuh puluh kewajiban di waktu lainnya.” (HR. Al-Mahamili dalam
Al-Amali 5: 50 dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 1887. Syaikh Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini munkar seperti dalam Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dha’ifah no. 870)
Walaupun Riwayat ini lemah, namun secara umum bahwa pahala seseorang
akan berlipatganda di bulan ini walaupun tidak spesifik 70 kali lipat, karena
akan bisa lebih dari itu.
Adapun beberapa atsar dari ulama diantaranya adalah yang dikatakan
oleh guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah, “Jika tiba bulan
Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut
lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii
sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhal
dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” Imam An-Nakha’i rahimahullah
mengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhal dari puasa di seribu
hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) di bulan
Ramadhan lebih afdhal dari seribu bacaan tasbih di hari lainnya. Begitu juga
pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari seribu raka’at di
bulan lainnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 270).
Dilipatgandakannya pahala di bulan ini bukan hanya ucapan Nabi,
namun juga amalan beliau, sebagaiaman hadits dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata,
كَانَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ
فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ
السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ
الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ
الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar
bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan
Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap
malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai
angin yang bertiup.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Al juud berarti rajin dan
banyak memberi (berderma)” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 291). Jadi maksud hadits
adalah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– rajin memberi sedekah
pada orang lain di bulan Ramadhan. Ibnu Rajab juga menyebutkan, “Pada diri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terkumpul berbagai macam sifat dermawan. Beliau
gemar berderma dengan ilmu dan harta beliau. Beliau juga mengorbankan jiwa
untuk memperjuangkan agamanya. Beliau juga memberikan manfaat pada umat dengan
menempuh berbagai macam cara. Bentuk kemanfaatan yang beliau berikan adalah
dengan memberi makan pada orang yang lapar, menasihati orang yang bodoh,
memenuhi hajat dan mengangkat kesulitan orang yang butuh.” (Lathaif Al-Ma’arif,
hlm. 293).
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, “Siapa yang tidak bisa
menggapai derajat itsar (mendahulukan orang lain dari diri sendiri, pen.), maka
jangan sampai ia tidak mencapai derajat orang yang rajin membantu orang lain
(muwasah).” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 300)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku sangat senang ketika
melihat ada yang bertambah semangat mengulurkan tangan membantu orang lain di
bulan Ramadhan karena meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga
karena manusia saat puasa sangat-sangat membutuhkan bantuan di mana mereka
telah tersibukkan dengan puasa dan shalat sehingga sulit untuk mencari nafkah
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contoh ulama yang seperti itu adalah Al-Qadhi
Abu Ya’la dan ulama Hambali lainnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 301)
Bukti lain bahwa bulan Ramadhan pahala amal ibadah itu dilipatgandaan
adalah riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada seorang
wanita,
مَا مَنَعَكِ
أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا
“Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?”.
Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada
seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya
–ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum,
lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut. Lantas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا كَانَ
رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ
“Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan
senilai dengan haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256).
Dalam lafazh Muslim disebutkan,
فَإِنَّ
عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Muslim no.
1256)
Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan,
فَإِنَّ
عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى
“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.”
(HR. Bukhari no. 1863)
Al-Qari dalam Mirqah Al-Mafatih (8: 442) berkata, “Maksud senilai
dengan haji adalah sama dan semisal dalam pahala.” Akan tetapi yang sebenarnya
terjadi pahala haji lebih berlipat-lipat daripada pahala umrah. Karena haji
adalah salah satu rukun Islam. Haji adalah
rukun dalam Islam sedangkan umrah tetap hukumnya sunnah, persamaannya adalah
pada pahala yang akan diterima karena terkait dengan Ramadhan yang mulia.
Merujuk kepada Riwayat-riwayat tersebut makan dapat disimpulkan
bahwa Ramadhan adalah bulan yang mulia dan penuh keberkahan karena salah
satunya adalah pahala di bulan ini dilipatgandakan pahalanya. Semoga kitab isa mengisi
bulan mulia ini dengan amal kebaikan… Wallahu’alam. 13 April 2022.