Oleh: Abd Misno
Bulan Ramadhan yang hadir setiap tahun memberikan fenomena tersendiri
bagi umat Islam, ia juga mewarnai budaya di seluruh semesta. Kehadirannya disambut
dengan suka cita oleh seluruh umat Islam di berbagai penjuru dunia, dari
gempita Eropa hingga pedalaman Afrika dan belantara Asia. Semua umat Islam
merayakan Ramadhan dengan suka cita, hingga perayaannya menghiasi berbagai
media.
Shaum (puasa) di bulan Ramadhan merubah
beberapa sendi kehidupan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Dari mulai tidak
makan dan minum di siang hari, sehingga banyak warung makan dan restaurant yang
tutup karena tidak ada pembeli, tradisi berbuka puasa yang selalu dibarengi
dengan ta’jil, buka puasa bersama dan berbagai sajian khas yang
mengiringinya. Selain itu banyak lagi tradisi yang menjadi kekhasan dari Ramadhan
di berbagai penjuru dunia.
Berbagai tradisi yang mengiringi Ramadhan memunculkan berbagai gaya
hidup, khususnya terkait dengan konsumsi yang mengalami peningkatan. Jika hari
biasa makan “seadanya” maka di bulan Ramadhan akan lebih “istimewa” karena
ketika berbuka akan bertambah hidangan khas di dalamnya semisal kurma atau
Kolak di Indonesia. Pada tingkat yang masih ditoleransi tentu tidak masalah,
sebagai bentuk suka cita di bulan mulia. Menyediakan makanan yang lebih dari
hari-hari biasa serta kegiatan lainnya yang membawa pada peningkatan ketakwaan
kepada Allah Ta’ala.
Namun yang tidak tepat adalah ketika konsumsi di bulan ini
mengalami peningkatan signifikan, hingga memunculkan sifat pemborosan dan mubadzir
dalam makanan dan minuman. Ini tentu tidak sesuai dengan syariah Islam yang
menganjurkan untuk sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Standar suatu hidangan
dianggap berlebihan atau mubadzir adalah ketika makanan yang dihidangkan
melebihi apa yang dibutuhkan, hingga makanan itu berlebihan dibuang atau
menjadi basi. Apalagi jika konsumsi yang berlebihan akan memudharatkan
kesehatan bagi umat Islam, karena setelah seharian berpuasa, kemudian ketika berbuka
makan sebanyak-banyaknya.
Tingkat konsumsi yang meningkat seringkali dimanfaatkan oleh para produsen,
distributor dan pedagang untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Hingga umat
Islam dibuat susah karena harga barang-barang dan jasa naik berlipat ganda,
padahal seharusnya Ramadhan menjadi bulan mulia justru dinodai dengan kesusahan
dari umat karena naiknya harga-harga sehingga membuat susah dalam mendapatkan
keuntungannya.
Kenaikan harga adalah hal wajar ketika terjadi mekanisme pasar yang
benar, meningkatnya demand (permintaan) tentu akan menaikan harga, apalagi jika
supply (persediaan) mengalami pengurangan. Namun jika kenaikan harga bukan
karena mekanisme pasar tapi ada hal lain semisal ihtikar (penimbunan)
atau kesewenang-wenangan dalam menentukan harga maka hal ini haruslah ditindak
oleh pihak berwenang. Pemerintah tentu saja hal ini harus hadir untuk memastikan
mekanisme pasar berjalan dengan benar.
Ramadhan di persimpangan jalan, di mana bulan suci yang penuh dengan
kemuliaan ini di mana umat Islam disyariahkan untuk beribadah di dalamnya
justru seringkali diwarnai dengan tingkat konsumsi yang berlebihan serta
harga-harga di pasar meningkat hingga membuat susah umat. Sebagai umat Islam
kita harus sadar dan dapat mengambil jalan yang benar dalam menyikapo Ramadhan,
tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi di bulan ini serta ketika menjadi produsen,
distributor atau pedagang tidak menaikan harga tanpa adanya mekanisme pasar
yang benar. Demikian pula tidak melakukan berbagai hal yang bertentangan dengan
syariah Islam, utamanya dalam aktifitas di bulan Ramadhan ini.
Mari mengisi Ramadhan dengan penuh peribadahan, apabila melakukan
aktifitas ekonomi semisal konsumsi maka sesuaikanlah dengan kemampuan dan
selalu bersifat sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Apabila kita sebagai produsen,
distributor atau pedagang makan hendaknya tidak berbuat curang atau karena
kepentingan dunia kemudian menaikan harga semaunya. Kebijakan pemerintah yang
meningkatkan beberapa komidtas dan jasa mencapai 30% masih bisa dilakukan
dengan syarat tidak memberatkan masyakarat. Wallahua’lam, Jumat 15 April 2022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...