Oleh: Abd Misno
Bulan Ramadhan yang penuh dengan kemuliaan tidak selamanya
diagungkan oleh sebagian umat Islam, beberapa mereka masih terlena dengan hawa
dunia hingga puasa yang bertujuan untuk mencapai takwa sering sekali ternoda
dengan dosa yang dilakukannya. Apakah puasa tidak bisa mencegahnya dari sifat
alpha? Kenapa Ramadhan yang katanya Iblis, syaithan dan balatentaranya
dibelenggu masih saja ada dosa yang dilakukan oleh manusia?
Riwayat mengenai dibelenggunya syaithan adalah shahih (benar)
datang dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ
الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup,
dan setan dibelenggu. HR. Bukhari dan Muslim.
Riwayat lainnya menjelaskan:
إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ
الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ
Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu
Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai. HR. Bukhari dan
Muslim.
Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan dalam Fath Al-Bari dan Syarh Shahih
Muslim bahwa yang dimaksud adalah makna secara tekstual dan hakiki. Terbukanya
pintu surga, tertutupnya pintu neraka dan terikatnya setan adalah tanda
masuknya bulan Ramadhan, mulianya bulan tersebut dan setan pun terhalang
mengganggu orang beriman. Ini isyarat pula bahwa pahala dan pemaafan dari Allah
begitu banyak pada bulan Ramadhan. Tingkah setan dalam menggoda manusia pun
berkurang karena mereka bagaikan para tahanan ketika itu. Beliau juga
menyatakan “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan
berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat
malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang
akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan maksiat. Inilah sebab
mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka
dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi
maksiat ketika itu.
Berdasarkan dua riwayat ini sangat jelas sekali bahwa syaithan
diikat atau dibelenggu di bulan Ramadhan, tapi kenapa dosa dan maksiat masih
ada di bulan mulia ini? Abul ‘Abbas Al-Qurthubi menafsirkan makna dari “syaithan
dibelenggu” dengan beberapa perincian; pertama, Setan diikat dari orang yang
menjalankan puasa yang memperhatikan syarat dan adab saat berpuasa. Adapun yang
tidak menjalankan puasa dengan benar, maka setan tidaklah terbelenggu darinya. Kedua,
Seandainya pun kita katakan bahwa setan tidak mengganggu orang yang berpuasa,
tetap saja maksiat bisa terjadi dengan sebab lain yaitu dorongan hawa nafsu
yang selalu mengajak pada kejelekan, adat kebiasaan dan gangguan dari setan
manusia. Ketiga, Bisa juga maksudnya bahwa setan yang diikat adalah umumnya
setan dan yang memiliki pasukan sedangkan yang tidak memiliki pasukan tidaklah
dibelenggu. Intinya maksudnya adalah kejelekan itu berkurang di bulan Ramadhan.
Ini nyata terjadi dibandingkan dengan bulan lainnya.
Penjelasan yang lebih komprehensif disebutkan oleh Ibnu Taimiyah
dalam kitab Majmu’ fatawa beliau
menjelaskan bahwa pada bulan Ramadhan, jiwa lebih condong pada kebaikan dan
amalan shalih, yang dengan kebaikan ini sebagai jalan terbukanya pintu surga.
Begitu pula kejelekan pun berkurang ketika itu yang akibatnya pintu neraka itu
tertutup. Sedangkan setan itu diikat berarti mereka tidaklah mampu melakukan
maksiat sebagaimana ketika tidak berpuasa. Namun maksiat masih bisa terjadi
karena syahwat. Ketika syahwat itu ditahan, maka setan-setan pun terbelenggu.
Menurut Ad-Dawudi dan Al-Mahlab, maksudnya adalah Allah menjaga
kaum muslimin atau mayoritas dari mereka dari kemaksiatan dan kecenderungan
untuk menuruti bisikan setan. Bahkan Al-Mahlab memberikan argumentasi bagi
kalangan yang memahami dibelenggunya setan dalam pengertian hakiki. Menurutnya,
masuknya para pendurhaka (ahlul ma’ashi) pada bulan Ramadhan dalam ketataan
sehingga mereka mengabaikan hawa nafsunya menunjukkan terbelenggunya setan.
Abu Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Baththal Al-Bakri
Al-Qurthubi atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Baththal, menurutnya “Setidaknya
ada dua penjelasan yang diajukan para ulama tentang makna sabda Rasulullah saw
di atas. Pertama, ulama yang memahami secara literalis atau sesuai bunyi teks
haditsnya. Pintu surga dibuka, dan setan dibelenggu dipahami dalam pengertian
yang sebenarnya (al-haqiqi) sehingga intensitasnya dalam menggoda
manusia berkurang pada bulan Ramadhan dibanding dengan bulan lainnya.”
Merujuk pada penjelasan tersebut sangat jelas abgi kita bahwa ada
dua pendapat mengenai makna dari syaithan yang dibelenggu: Pertama, makna
hakiki bahwa syaithan betul-betul dibelenggu sehingga tidak mampu untuk
menggoda manusia. Kedua, makna majazi yaitu diikatnya syaithan adalah symbol berkurangnya
maksiat karena pembatasan syaithan untuk menggoda manusia. Jika demikian adanya
kenapa masih ada dosa di bulan mulia? Kenapa Ramadhan mulia ternoda dengan dosa
manusia di dalamnya?
Jawabannya adalah bahwa manusia yang melakukan dosa disebabkan oleh
dua hal, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah
sebab-sebab terjadinya dosa karena dirinya, hawa nafsunya dan keinginannya
sebagai manusia untuk berbuat dosa. Sedangkan faktor eksternal adalah karena
godaan iblis, syaithan dan balatentaranya termasuk dari manusia lainnya agar
seorang manusia berbuat dosa. Apabila faktor ekternal ini sangat mendominasi di
bulan-bulan selain Ramadhan, maka di bulan mulia ini faktor internal yang
menjadi penyebab utama.
Manusia dengan hawa nafsunya selalu mengajak kepada keburukan, dosa
dan kesalahan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ
إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ
…karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. QS. Yusuf: 53.
Maka, di bulan yang mulia ini yang seharusnya hawa nafsu ini
melemah bersamaan dengan jasad yag melemah ternyata tidak semuanya sama pada
manusia. Ada beberapa dari mereka, walaupun sedang berpuasa tetapi hawa
nafsunya begitu kuat menguasai raganya hingga ia memberontak dan mengajak raga
untuk bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Hawa nafsu yang telah membelenggu memang
sering sekali susah untuk dilepaskan, bahkan hingga bulan Ramadhan datang. Hingga
walaupun Ramadhan tiba, tapi para pengikut hawa ini masih saja tergoda dengan
hawanya hingga akhirnya dosa dilakukannya.
Mungkin sedikit perbedaan, bahwa betul ketika dia berpuasa seseorang
akan berusaha untuk tidak melakukan perbuatan dosa, tapi bila waktu berbuka
maka mereka kemudian membebaskan hawa nafsunya hingga dosa pun dilakukannya. Orang
seperti ini di level atas dari orang-orang yang ketika siang hari Ramadhan di
saat orang-orang berpuasa mereka tetap melakukan dosa. Kedua-duanya tentu saja
tidak baik di mata Allah Ta’ala. Ada level di atasnya yaitu seseorang yang
menahan hawa nafsunya selama Ramadhan namun ketika sudah di luar Ramadhan ia
kembali bermaksiat dosa kepada Rabb-nya. Pada level ini berarti puasa yang
dilakukannya tidak secara signifikan memberikan efek pada peningkatan ketakwaan
pada dirinya.
Ramadhan yang ternoda, adalah ketika bulan mulia ini ternyata
dinodai dengan berbagai dosa yang dilakukan oleh umat manusia. Mungkin kita
juga baik sengaja atau tidak sengaja telah menodainya, maka memohon ampun
padaNya (istighfar) dan selalu bertaubat atas semua dosa dan maksiat yang
diperbuat adalah jalan keluar yang utama. Walau terasa berat sejatinya inilah
perjuangan melawan hawa nafsu yang ada dalam diri manusia, rasa susah dan berat
ini akan dibalas dengan rasa ringan dan kebahagiaan di masa yang akan datang
serta di negeri penuh keabadian.
Nasihat untuk diri sendiri dan mereka yang masih terjerat maksiat
dan terbawa dosa di bulan mulia, maka segeralah tahan diri jangan sampai
melakukannya lagi. Mumpun Ramadhan masih di sepuluh akhir, maka perbanyaklah
ibadah, bertaubat kepadanya dan jangan lupa iringi dengan doa semoga Allah Ta’ala
menundukan hawa nafsu kita.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ ، وَالأَعْمَالِ ، وَالأَهْوَاءِ
Allohumma Inni
A’udzu Bika Min Munkarootil Akhlaaqi Wal A’maali Wal Ahwaa’
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amal, dan hawa
nafsu yang jelek. HR. Tirmidzi.
Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga diri kita dari berbuat dosa di
bulan mulia, kalaupun terjatuh maka seger beristighfar, bertaubat dan jangan
mengulanginya di bulan mulia dan bulan-bulan berikutnya. Aameen Ya Rabbal’alameen.
Tulisan ini adalah pengingat diri, semoga bukan lilin yang terbakar ketika
menerangi… Jumat berkah, 22042022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...