Oleh: Dr. Abd Misno, MEI
Salah satu dari permasalahan di masyarakat yang belum lama terjadi
adalah mengenai kelangkaan minyak goreng di masyarakat. Masalah ini diawali
dengan pengaturan dari pemerintah yang berlaku sejak mulai 1 Februari 2022, di
mana harga minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter. Harga minyak goreng
kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 per liter. Harga minyak goreng kemasan
premium sebesar Rp 14.000 per liter. Walaupun kebijakan ini bukan satu-satunya,
karena masih banyak pemicu lainnya yang memperparah keadaan ini, di mana
masyarakat khususnya ibu-ibu sampai antri untuk mendapatkan minyak goreng.
Alhamdulillah, akhirnya pemerintah menetapkan harga minyak goreng
dalam kemasan dilepas ke mekanisme pasar. Yang diharapkan bisa memacu
kelancaran pasokan minyak goreng di pasar. Dengan demikian, ketentuan harga
eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium
dan Rp13.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana tidak lagi
berlaku. Masalah belum selesai karena tiba-tiba bersamaan dengan beredarnya
kembali minyak goreng ternyata harganya membumbung tinggi, walaupun akhirnya
dalam beberapa hari kembali normal.
Bagaimana ekonomi syariah menanggapi hal ini? Apakah hanya diam
saja atau tidak peduli dengan permasalahan yang dihadapi oleh bangs aini? Jawabannya
adalah bahwa ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang memberikan
kemashlahatan untuk semua. Sehingga semua permasalahan dibahas secara detail
dalam ekonomi syariah, termasuk dalam masalah minyak goreng di negeri ini. Bagaimana
solusi ekonomi syariah dalam menghadapi permasalah seperti ini?
Pertama, pemahaman terhadap ekonomi syariah
yang benar menjadi sebuah keniscyaan. Ekonomi syariah adalah sistem ekononomi
yang datang dari Allah Ta’ala, sehingga ia akan sesuai dengan seluruh sendi
kehidupan manusia. Maka, ekonomi syariah mengatur mengenai etika produksi,
distribusi dan konsumsi yaitu harus menjunjung tinggi kemashlahatan untuk umat
manusia. Maka dalam konteks ini adalah bahwa produsen, distributor dan pedagang
ritel haruslah merujuk pada etika ekonomi syariah ini. Mereka tidak boleh
memudharatkan masyarakat hanya karena mengejar keuntungan semata, sebagaimana haramnya
ihtikar (menimbun) dalam Islam. Analisis saya adalah bahwa kelangkaan
ini terjadi karena adanya penimbunan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab
sehingga mengakibatkan kelangkaan minyak goreng, salah satu pemicunya adalah
karena penetapan harga oleh pemerintah yang dianggap sangat rendah dan
merugikan para pengusaha minyak goreng.
Kedua, peran pemerintah dalam menetapkan
harga sejatinya sudah benar, yaitu untuk memberikan kemashlahatan untuk
masyarakat. Namun sayangnya tidak diantisipasi dengan kebijakan lebih detail
dan mengikutsertakan para pengusaha minyak goreng dalam kebijakan ini. Maka kebijakan
ini terkesan hanya lipsservices untuk menyenangkan masyarakat sesaat. Namun
efeknya justru sebaliknya, menyengsarakan rakyat banyak. Maka dalam hal ini
pemerintah hendaknya dalam mengeluarkan berbagai kebijakan haruslah didasarkan
kepada kemashlahatan yang sebenarnya, bukan hanya untuk pencitraan saja.
Ketiga, perang pemerintah dalam hal ini
sangat penting khususnya terkait dengan penegakan hukum terhadap para pelaku usaha
yang hanya mementingkan keuntungan semata. Faktanya bahwa ternyata para
pengusaha minyak telah menjadi penentu dalam penetapan harga minyak goreng di
pasar. Pemerintah bahkan harus memebrikan subsidi yang sangat banyak untuk
menekan harga di pasar, tentu saja ini bukan kebijakan yang membawa mashlahat
karena faktanya justru menyengsarakan masyarakat. Maka dalam hal ini,
pemerintah harus kembali melihat setiap kebijakan yang ada haruslah didasarkan
kepada kemashlahatan, buka sekadar pencitraan atau menarik hati masyarakat. Demikian
pula pemerintah harus berani bertindak tegas kepada para pengusaha yang hanya
mengeruk keuntungan tanpa memperhatikan kemashlahatan untuk masyarakat.
Merujuk pada tiga solusi yang diberikan oleh ekonomi syariah, maka
sangat jelas sekali bahwa ekonomi syariah memberikan jalan kelaur yang
komprehensif bukan hanya penyelesaian sementara tapi menyeluruh dalam
memberikan kemashlahatan kepada masyarakat. Ekonomi syariah memberikan aturan
dan etika dalam produksi, distribusi dan konsumsi. Demikian pula ekonomi
syariah menempatkan pemerintah sebagai pengayom dalam setiap aktifitas ekonomi
yang dilakukan oleh masyarakat. Sehingga kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah hendaknya merujuk kepada kemashlahatan untuk masyarakat.
Selain itu bahwa ekonomi syariah bukan hanya aturan yang sifatnya
duniawi, tapi juga ukhrawi yang berarti setiap Tindakan kejahatan akan
mendapatkan hukuman tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat sana. Maksudnya
adalah bahwa penimbungan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
bertangggungjawab akan mendapat hukuman di dunia dan juga di akhriat. Hal ini
sebagaimana pemerintah yang akan mendapatkan pahala ketika mengeluarkan
berbagai kebijakan dan sebaliknya berdosa ketika justru memudharatkan warga
negaranya. Walahu’alam. 01 April 2022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...