Jumat, 01 April 2022

Antara Kelangkaan Minyak Goreng dan Ekonomi Syariah

Oleh: Dr. Abd Misno, MEI

 


Salah satu dari permasalahan di masyarakat yang belum lama terjadi adalah mengenai kelangkaan minyak goreng di masyarakat. Masalah ini diawali dengan pengaturan dari pemerintah yang berlaku sejak mulai 1 Februari 2022, di mana harga minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter. Harga minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 per liter. Harga minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter. Walaupun kebijakan ini bukan satu-satunya, karena masih banyak pemicu lainnya yang memperparah keadaan ini, di mana masyarakat khususnya ibu-ibu sampai antri untuk mendapatkan minyak goreng.

Alhamdulillah, akhirnya pemerintah menetapkan harga minyak goreng dalam kemasan dilepas ke mekanisme pasar. Yang diharapkan bisa memacu kelancaran pasokan minyak goreng di pasar. Dengan demikian, ketentuan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium dan Rp13.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana tidak lagi berlaku. Masalah belum selesai karena tiba-tiba bersamaan dengan beredarnya kembali minyak goreng ternyata harganya membumbung tinggi, walaupun akhirnya dalam beberapa hari kembali normal.

Bagaimana ekonomi syariah menanggapi hal ini? Apakah hanya diam saja atau tidak peduli dengan permasalahan yang dihadapi oleh bangs aini? Jawabannya adalah bahwa ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang memberikan kemashlahatan untuk semua. Sehingga semua permasalahan dibahas secara detail dalam ekonomi syariah, termasuk dalam masalah minyak goreng di negeri ini. Bagaimana solusi ekonomi syariah dalam menghadapi permasalah seperti ini?

Pertama, pemahaman terhadap ekonomi syariah yang benar menjadi sebuah keniscyaan. Ekonomi syariah adalah sistem ekononomi yang datang dari Allah Ta’ala, sehingga ia akan sesuai dengan seluruh sendi kehidupan manusia. Maka, ekonomi syariah mengatur mengenai etika produksi, distribusi dan konsumsi yaitu harus menjunjung tinggi kemashlahatan untuk umat manusia. Maka dalam konteks ini adalah bahwa produsen, distributor dan pedagang ritel haruslah merujuk pada etika ekonomi syariah ini. Mereka tidak boleh memudharatkan masyarakat hanya karena mengejar keuntungan semata, sebagaimana haramnya ihtikar (menimbun) dalam Islam. Analisis saya adalah bahwa kelangkaan ini terjadi karena adanya penimbunan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sehingga mengakibatkan kelangkaan minyak goreng, salah satu pemicunya adalah karena penetapan harga oleh pemerintah yang dianggap sangat rendah dan merugikan para pengusaha minyak goreng.

Kedua, peran pemerintah dalam menetapkan harga sejatinya sudah benar, yaitu untuk memberikan kemashlahatan untuk masyarakat. Namun sayangnya tidak diantisipasi dengan kebijakan lebih detail dan mengikutsertakan para pengusaha minyak goreng dalam kebijakan ini. Maka kebijakan ini terkesan hanya lipsservices untuk menyenangkan masyarakat sesaat. Namun efeknya justru sebaliknya, menyengsarakan rakyat banyak. Maka dalam hal ini pemerintah hendaknya dalam mengeluarkan berbagai kebijakan haruslah didasarkan kepada kemashlahatan yang sebenarnya, bukan hanya untuk pencitraan saja.

Ketiga, perang pemerintah dalam hal ini sangat penting khususnya terkait dengan penegakan hukum terhadap para pelaku usaha yang hanya mementingkan keuntungan semata. Faktanya bahwa ternyata para pengusaha minyak telah menjadi penentu dalam penetapan harga minyak goreng di pasar. Pemerintah bahkan harus memebrikan subsidi yang sangat banyak untuk menekan harga di pasar, tentu saja ini bukan kebijakan yang membawa mashlahat karena faktanya justru menyengsarakan masyarakat. Maka dalam hal ini, pemerintah harus kembali melihat setiap kebijakan yang ada haruslah didasarkan kepada kemashlahatan, buka sekadar pencitraan atau menarik hati masyarakat. Demikian pula pemerintah harus berani bertindak tegas kepada para pengusaha yang hanya mengeruk keuntungan tanpa memperhatikan kemashlahatan untuk masyarakat.

Merujuk pada tiga solusi yang diberikan oleh ekonomi syariah, maka sangat jelas sekali bahwa ekonomi syariah memberikan jalan kelaur yang komprehensif bukan hanya penyelesaian sementara tapi menyeluruh dalam memberikan kemashlahatan kepada masyarakat. Ekonomi syariah memberikan aturan dan etika dalam produksi, distribusi dan konsumsi. Demikian pula ekonomi syariah menempatkan pemerintah sebagai pengayom dalam setiap aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Sehingga kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah hendaknya merujuk kepada kemashlahatan untuk masyarakat.

Selain itu bahwa ekonomi syariah bukan hanya aturan yang sifatnya duniawi, tapi juga ukhrawi yang berarti setiap Tindakan kejahatan akan mendapatkan hukuman tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat sana. Maksudnya adalah bahwa penimbungan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertangggungjawab akan mendapat hukuman di dunia dan juga di akhriat. Hal ini sebagaimana pemerintah yang akan mendapatkan pahala ketika mengeluarkan berbagai kebijakan dan sebaliknya berdosa ketika justru memudharatkan warga negaranya. Walahu’alam. 01 April 2022.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...