Oleh : Fathul Khotimah, M.Pd.I
Kekuatan, semangat, motivasi, adalah lahir
dari niat awal ketika ingin mengerjakan suatu aktivitas. Apapun hasil akhir dari karya nyata yang dihasilkan, itulah yang terbaik
apabila dilalui dengan proses dan prosedur yang semestinya harus dilalui. Niat
pula yang kelak akan menentukkan hasil dari karya seseorang, baik dan buruk
hasil karya akan didominasi oleh niat awalnya.
عَنْ أمِريْر اْلمُؤ مِنِيْنَ أبِيْ حَفْصِِ
عُمَرَبْنِ الخطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, قالَ: سَمِعْتُ رَسُوْ لَ الله (ص)
يَقوْلُ: اِنَّمَااْلاَ عْمَالُ بَالنِّيَا تِ وَإنَّمَا لِكُلِّ امْر ىِِ مَا
نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ , فَهِجْرَتُهُ
إلَىاللهِ وَرَسُوْلِهِ. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُ نْيَا يُصِيْبُهَا
أومْرَأَ ةِِ يَنْكِحُهَا , فَهِجْرَتُهُ إلَى مَاهَا جَرَ إلَيْهِ.
( روه بخارى و مسلم)
”Segala amal itu
targantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang
siapa hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang
akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”. (HR. Bukhari Muslim)
Pada kalimat ”segala amal hanya
menurut niatnya” yang dimaksud dengan
amal di sini adalah semua macam amal yang dibenarkan syariat. Maksudnya, segala
macam amal yang dibenarkan syariat yang dilakukan tanpa niat, menjadi tidak
bernilai apa-apa.
Niat seseorang itu sebagai penyempurna,
maksudnya amal atau aktivitas itu akan menjadi sempurna apabila disertai dengan
niat.
Dengan niat yang tertancap serta azam yang
kuat, seseorang bisa melalui kesulitan demi kesulitan yang datang bertubi,
apapun sifat dan bentuk dari tantangan tersebut serta tidak akan cepat putus
asa apabila menghadapi kesulitan.
Al-kisah dua orang murid yang hendak
memuliakan gurunya. Murid pertama, punya niat ingin sekali memberi bingkisan
untuk sang guru sebagai hadiah. Akan tetapi ia sempat bingung, kira-kira
bingkisan apa yang pas yang akan diberikan untuk sang guru, karena ia tergolong
orang yang kurang mampu. Akhirnya ia ingat bahwa di rumahnya ia memiliki
singkong.
Kemudian, berangkatlah ia ke rumah sang
guru sambil membawa singkong. Setelah ia bertemu dengan sang guru dan berbincang,
ia minta pamit pulang. Gurunya pun hendak memberi hadiah pula kepada murid
tersebut dengan seekor kambing. Akhirnya ia pulang dengan membawa kambing
hadiah dari gurunya.
Di perjalanan pulang, ia bertemu dengan
temannya yang sama-sama murid dari satu guru tadi. Ia ditanya sama temannya, ”Dari
mana kamu?” ”Kok pulang bawa kambing?” lalu jawab murid pertama ”Aku baru saja pulang
silaturahim dari rumah guru kita”. Lalu ia ditanya kembali. ”Memangnya kamu
bawa apa tadi ke sana, kok dibawain seekor kambing?” murid pertama menjawab, ”Aku
ke rumah beliau membawa singkong”. Kemudian berlalulah keduanya.
Murid kedua berpikir-pikir dalam benaknya,
”Bawa singkong berbuah kambing, kalau begitu, aku harus datang ke rumah guru dan
membawa hadiah yang lebih baik dari singkong, supaya aku dapat hadiah yang
lebih baik dari kambing”.
Berangkatlah murid tersebut ke rumah
gurunya dengan membawa martabak dan kue-kue lain yang tergolong mahal, (murid
ke dua ini tergolong orang berada dari sisi ekonomi). Setelah sampai di rumah
sang guru bercerita laiknya orang bertamu lainnya. Singkat cerita ia pamit
pulang kepada sang guru. Sang guru pun sama memberikan hadiah pada murid ke dua
ini. Murid ini diberi hadiah oleh sang guru dengan membawa pulang singkong yang
dihadiahkan dari murid pertama tadi. Kemudian
pulanglah murid ke dua ini sambil menyesali dirinya, yang tadinya
berharap mendapatkan yang lebih baik dari kambing.
Kita bisa lihat dan mengambil pelajaran dari
kisah di atas. Betapa keduanya sama-sama memberi hadiah kepada guru mereka.
Keduanya sama-sama datang ke rumah sang guru. Akan tetapi kedua murid tersebut
memiliki dua kepentingan yang berbeda. Yang pertama memiliki rasa semata-mata
memberi tanpa pamrih, sedangkan yang kedua memiliki rasa pamrih dari
pemberiannya, sekalipun pemberiannya itu secara kasat mata lebih baik dari yang
pertama. Akan tetapi di sinilah makna dari keutamaan niat yang ikhlas dari awal.
Betapapun sulit dikerjakan mengingat kondisi yang tidak memungkinkan, akan
tetapi apabila memiliki niat yang baik dan keyakinan mendalam akan balasan yang
lebih baik hanya dari Allah SWT bukan dari yang lainnya.
Hendaknya setiap muslim memiliki keyakinan
bahwa dalam beraktivitas sehari-hari tancapkanlah dalam-dalam di relung hati
bahwa ”saya bekerja, dihargai maupun tidak dihargai, saya tetap hamba Allah
SWT. Dengan demikian makna niat yang baik dan ikhlas tidak mempengaruhinya dari
fluktuasi penghargaan dari manusia, ia akan bekerja secara stabil karena ia
yakin betul akan balasan yang setimpal dari Rabbnya, serta etos kerjanya tidak
tertumpu pada fluktuasi penghargaan manusia pada dirinya, yang apabila tidak
mendapat penghargaan manusia ia hanya akan membawa kekecewaan dan stres belaka,
na’udzubillah.
Demikian
halnya dengan ilmuan Islam, hendaknya menjadikan aktivitas penelitiannya
semata-mata untuk mendekatkan diri pada Sang Penciptanya. Mempersembahkan
penelitiannya untuk kepentingan umat manusia, karenanya penelitian hendaknya
dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan
dalam masyarakat keilmuan yang berlaku.
Dengan
begitu akan terhindar dari praktek-praktek plagiarisme dalam penelitian. karena
dalam pribadi para ilmuan muslim telah tertanam jauh di lubuk hatinya dan telah
dinyatakan setiap harinya sebanyak lima kali yaitu dengan kalimat:
اِ نَّ صَلا ةِ وَنُسُكِى وَ مَحْيَا يَ وَ مَمَاتِ لِ اللهِ رَبِّ ا ْلعَالَمِيْن
Sesungguhnya shalatku, dan ibadahku, dan hidupku, dan matiku hanya untuk
Rabb sekalian alam”.
Kalimat
di atas mengandung makna yang mendalam. Dalam kata ”hidupku” yang dimaksud
adalah segala aktivitas hiruk-pikuk kehidupan dari yang terkecil sampai yang
terbesar adalah muaranya hanya teruntuk Allah SWT. Betapapun padatnya aktivitas
yang dijalaninya, namun apabila di dalamnya tidak ada unsur dan nilai ibadah
semua akan sia-sia. Karenanya segala aktivitas hendaknya niatkan untuk ibadah
dan ketaatan pada Tuhan.
Kalimat
di atas merupakan keharusan yang melandasi seluruh aktivitas kehidupan termasuk
civitas akademika setiap ilmuan Muslim.
Adapun apabila mendapatkan penghargaan
dari penelitiannya atau mendapat nobel atau sejenisnya..hal itu lebih
dikarenakan sebagai imbas dari hasil kerjanya yang benar.
Begitu
pentingnya makna niat ikhlas, sehingga para ulama tidak jarang yang menulis
buku karangannya mengawalinya dengan menuliskan hadits ini.
Diharapkan
dengan mengawali menulis hadits tersebut dalam
buku kecil ini, akan meluruskan niat para peneliti khususnya para
peneliti muslim. Bahwa hanya dengan memiliki niat yang ikhlas, apapun proses
yang akan dilalui sekalipun kesulitan dalam penelitian nanti, ia akan terus
membobol kesulitan tersebut sampai mendapatkan kesuksesan dalam penelitiannya,
dengan bekal niat yang ikhlas, ketaatan dan ketundukan penuh hanya pada Allah SWT,
serta memiliki tanggung jawab moral yang tinggi di tengah-tangah masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...