Oleh Abdurrahman Misno
Problema
kontemporer yang dihadapi oleh umat Islam dan para pembaharu tafsir Al Qur’an pada
khususnya di berbagai wilayah Islam lainnya saat ini adalah semakin kompleknya
permasalahan hidup manusia. Maka kecenderungan para mufasir untuk menyesuaikan
pemahamannya terhadap Al-Qur’an dengan menggunakan ilmu-ilmu mutakhir tidak
bisa dihindarkan.
J.J.G.
Jansen mendefinisikan kecenderungan ini sebagai tafsir ilmiah (scientific
exegesis), yaitu penafsiran yang berusaha untuk membuktikan bahwa
sains-sains modern tidak bertentangan dengan al-Qur’an atau bahkan sains-sains
tersebut dapat dideduksi dari al-Qur’an. Sedangkan Muhammad Husain al-Dzahabi
mendefinisikan corak tafsir ini dengan ungkapan bahwa corak ini
menjustifikasikan istilah-istilah ilmiah sebagai penjelasan al-Qur’an dan
berijtihad dalam mengeluarkan pendapatnya yang berbeda dengan berbagai disiplin
ilmu dan pendapat para filsafat.[1]
Tafsir
ilmiah atau tafsir ilmu diperkenalkan oleh beberapa ahli tafsir modern,
diantaranya adalah Ahmad Khan. Dengan meletakkan prinsip “The word of Gog
(Al Qur’an) must be in harmony with the work of God (nature),” dan bahwa al
Qur’an juga menggunakan ungkapan-ungkapan metaforik, figurative, alegoris dan
lainnya. Ia telah menyiapkan landasan berkembangnya arah tafsir ilmiah.
Landasan lainnya juga diletakkan Asaf A.A. Fayzi dalam prinsip “Penafsiran
Kembali Fakta-fakta Kosmologis dan Saintifik,” di mana ia mengungkapkan: Dalam
konteks apa pun Kitab Suci atau tradisi-tradisi lama berbicara tentang fenomena
kealaman atau fakta-fakta ilmiah, maka corak dogmatiknya terbuka untuk
dipermasalahkan. Ayat-ayat Kitab Suci Tersebut harus diinterpretasikan dan
diterima, dimodifikasi atau ditolak, dalam terma-terma sains modern, termasuk
antropologi, biologi, fisika, matematika, kimia, dan kedokteran. Konsep-konsep
tentang dunia, waktu dan alam semesta telah berubah secara radikal sejak zaman
Copernicus. Islam harus memperhatikan perubahan-perubahan ini dan hal-hal yang
tidak ilmiah harus dihilangkan dari struktur agama.
Walaupun
Fayzi telah meletakkan landasan tafsir ilmiah, namun ia tampak belum menerapkan
prinsip tersebut dalam penafsirannya. Hal ini berbeda dengan Ahmad Khan. Ketika
menafsirkan terma al-‘alaq, Ahmad Khan berpendapat bahwa dalam al-Qur’an
telah disebutkan adanya spermatozoon. Al-‘alaq, tahap kedua dari perkembangan
embrio dalam al-Qur’an, diartikannya sebagai leeches, yang merupakan kumpulan
dari sekian banyak spermatozoon dalam sperma seorang laki-laki. Demikian juga,
Hafiz Ghulam Sarwar mengemukakan, penciptaan manusia dari lempung basah sebagai
asal mula spesies telah dikemukakan al Qur’an jauh sebelum Darwin
memimpikannya.
Kehadiran
tafsir ilmi bukanlah sesuatu yang baru, Al-Qur’an sebagai kitab pedoman
mengandung berbagai ilmu pengetahuan
yang meliputi ilmu-ilmu agama, teologi dan ilmu-ilmu praktis lainnya. Abu Hamid
al-Ghazali menyebutkan bahwa di dalam Al-Qur’an mengandung tujuh puluh tujuh
ribu dua ratus macam ilmu.[2]
Pendukung
tafsir ilmi lainnya adalah Jalaludin al-Suyuti yang mengajukan argumentasi Al-Qur’an
dan hadits berikut:
1. Surat Al-An’am ayat 38 :
وَمَا
مِن دَآبَّةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا طَٰٓئِرٍۢ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّآ
أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَٰبِ مِن شَىْءٍۢ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ
رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga)
seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
2. Surat An-Nahl ayat 89 :
وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ تِبْيَٰنًۭا لِّكُلِّ شَىْءٍۢ وَهُدًۭى وَرَحْمَةًۭ
وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.
3. Hadits riwayat Turmudzi dan lain-lain yang menyatakan bahwa
Rasulullah bersabda “Kelak akan tejadi fitnah…”, kemudian Rasulullah ditanya
mengenai jalan keluar dari fitnah itu. Maka Rasulullah bersabda “Kitab Allah,
di dalam Al-Qur’an itu ada berita tentang orang sebelum kamu dan sesudah kamu
serta hukum di antara kamu.
4. Hadits riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan bahwa Rasulullah bersabda “Di
dalam Al-Qur’an itu diturunkan setiap ilmu dan di dalamnya ada segala sesuatu.
Akan tetapi ilmu kita terbatas tentang apa yang terkandung dalam Al-Qur’an itu.[3]
Di antara contoh
ayat yang dapat menggunakan corak tafsir ilmi
adalah firman Allah ta’ala :
سَنُرِيهِمْ ءَايَٰتِنَا فِى ٱلْءَافَاقِ وَفِىٓ أَنفُسِهِمْ
حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ
أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ شَهِيدٌ
Akan
Kami tunjukkan kepada mereka bukti-bukti kebenaran Kami di segenap ufuk
(penjuru) dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas kepada mereka bahwa
al-Quran itu benar. QS Fushilat: 53.
Dalam kitab Tafsir al-Quran al-‘Adzim, al-Imam Ibn Katsir
berkata, “(Allah) akan tunjukkan bukti-bukti serta dalil-dalil di alam ini yang
menunjukkan bahwa al-Quran ini adalah benar datang dari Allah ta’ala. Ia
diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam, bukti-bukti
tersebut berasal dari luar diri manusia berupa alam semesta, penaklukan-penaklukan
Islam atas berbagai wilayah dan beberapa agam.[4]
Selanjutnya berkaitan dengan ayat berikutnya yaitu firman
Allah ta’ala : “Dan pada diri mereka sendiri,” Ibn Katsir berkata, “Yang
dimaksud dalam ayat ini adalah apa yang terdapat dalam tubuh badan manusia yang
menakjubkan, sebagaimana yang dapat dilihat dalam ilmu tasyrih (anatomi).
Kesemua ini akan menampakkan kebijaksanaan Yang Maha Pencipta, berupa organ tubuh
dan sistem kerjanya.
Dalam al-Asas fi al-Tafsir, Sa’id Hawwa berkata, “Dalam
buku saya bertajuk ‘Ar-Rasul’ saya membuktikan bagaimana Allah menunaikan
janjinya yang terdapat dalam ayat ini. Jika manusia melihat kepada segenap
penjuru alam dan diri mereka sendiri, mereka akan melihat sesuatu yang
membenarkan al-Quran. Apabila apa yang mereka lihat itu dikaitkan dengan apa
yang terdapat dalam al-Quran, mereka akan meyakini bahwa al-Quran sebenarnya
datang dari Allah ta’ala. Saya telah memberikan banyak contoh berhubung perkara
ini dan siapa saja yang membaca kitab tafsir ini (al-Asas fi al-Tafsir) ia
akan memahaminya secara jelas dan gamblang.”
Dalam Tafsir al-Azhar Hamka berkata, “Dalam ayat ini
dinyatakan bahawa al-Quran ini kian lama kian nyata kebenarannya. Bukti
kebenaran itu akan muncul di segenap penjuru bahkan pada diri mereka (manusia)
sendiri. Mungkin beberapa perkara yang diterangkan Quran tatkala ia mula diturunkan
belum difahami tetapi kelak (ketika zaman berubah) dan otak manusia menjadi
(semakin maju) akan nampaklah kebenaran itu. Sudah 14 abad al-Quran diturunkan
dan semakin berkembang pengetahuan manusia tentang alam (semakin) bersinarlah
rahasia kebenaran Quran.”
[1]
Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsir
wal Mufasirun, hal. 349.
[2]
Juhaya S. Praja, Tafsir Hikmah, hal. 18.
[3]
Juhaya S. Praja, Tafsir Hikmah, hal. 19.
[4]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Maktabah Syamilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...