Oleh : Bambang Prawiro
Ketika Nabi Muhammad
Shalallahu Alaihi Wasalam tiba di
Madinah, beliau menyaksikan penduduknya melakukan jual beli dengan system salam.[1] Melihat
hal tersebut beliau tidak melarangnya, namun hanya berpesan 'Barang siapa yang
memesan sesuatu (jual beli salam), maka hendaknya ia memesan dalam jumlah
takaran yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan dalam timbangan yang
telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan hingga tempo yang telah diketahui
(oleh kedua belah pihak) pula’[2].
Melihat kejadian
ini maka kita dapat simpulkan bahwa Islam datang bukanlah untuk menghapuskan
tradisi yang telah berlaku di masyarakat. Ia datang memperbaiki dan meluruskan
sendi-sendi kehidupan manusia agar dapat selaras sesuai dengan fitrahnya.
Sebagai agama yang akomodatif dengan tradisi masyarakat Islam memberikan
kesempatan kepada tradisi yang berlaku di masayarakat untuk tetap
dipertahankan. Sebuah kaidah fiqhiyyah menyebutkan ‘Adat itu bisa menjadi
hukum’[3]
artinya adalah suatu adat/tradisi itu bisa menjadi hukum jika tidak terdapat
nashnya di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Adat yang bisa
menjadi hukum dalam Islam adalah adat yang dilakukan secara terus menerus oleh
masayarakat pada umumnya. Ia berlaku universal dan dapat diterima oleh akal
sehat manusia. Bagaimana dengan adat budaya yang berlaku di Indonesia, terutama
di bidang muamalah?
Selaras dengan
pembahasan sebelumnya Islam memberikan kelonggaran bagi manusia untuk
mengembangkan jual beli, sewa-menyewa dan berbagai bentuk muamalah yang dapat
memberikan kebaikan bagi manusia. Karena itu, tidak heran jika dalam ranah
muamalah Islam dikenal pula sebuah kaidah fiqhiyyah ‘Asal dari segala bentuk
muamalah adalah mubah kecuali ada dalil yang mengharamkannya’[4]
Jika asal dari
muamalah adalah mubah (boleh) maka umat Islam diberi kewenangan secara luas
untuk melakukan berbagai transaksi. Ini berarti Islam bisa menerima berbagai
transaksi yang ada di masyarakat, selama hal tersebut tidak ditemukan
larangannya dalam Islam.
Bagaimana dengan
akad dan transaksi yang berlaku pada masayarakat adat Badui di Kanekes Banten?
Apakah system ekonomi mereka juga bisa diterima oleh Islam? Bagaimana dengan
system ekonomi Islam yang selama ini hanya berkutat pada akad-akad yang “konvensional”?,
apakah system ekonomi Badui dapat dijadikan bagian dari pengembangan ekonomi
Islam? Penelitian ini akan mengkaji mengenai pengembanagn Urf bagi system hukum
Islam, Studi system ekonomi masyarakat Badui Kanekes Banten. Ingin tahu lebih lanjut tentang hal ini? tunggu saja pembahasan berikutnya....
[1]
Jual beli ini berupa
pemesanan barang di mana pembeli memberikan uang terlebih dahulu dan barang diserahkan
kemudian.
[2] HR Bukhari dan Muslim
[3] Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al- Nazhair, Beirut : Daar
Al-Kutub al- Araby Beirut.
[4] Ibid…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...