Oleh: Bambang Sahaja
Seluruh
manusia di dunia ini mendambakan hidup sejahtera dan bahagia. Sejahtera berarti
tercukupinya kebutuhan lahiriyah atau fisiknya, sementara bahagia adalah
tercukupinya kebutuhan batinnya. Jika kesejahteraan berkaitan dengan kebutuhan
fisik maka kebahagiaan adalah berkaitan dengan kebutuhan mental spiritual. Jika
demikian maka kesejahteraan sering kali tidak berbanding lurus dengan
kebahagiaan. Namun apakah orang yang bahagia itu harus sejahtera? Jawabannya bisa
iya bisa juga tidak. Karena bahagia itu sebenarnya sederhana, jika banyak
manusia mencari kebahagiaan dengan berbagai cara maka resepnya adalah
mensyukuri apa yang ada, itu saja.
Mensyukuri
apa yang ada berarti setiap yang ada dalam diri kita dan yang diberikan oleh
Sang maha Pecipta adalah sesuatu yang harus disyukuri. Tubuh dan fisik kita
dengan segala “kekuranga” dan kelebihannya adalah amanah yang harus dijaga,
diberikan hak-haknya dan disyukuri. Bagaimanapun “jeleknya” tubuh dan fisik
kita semua itu adalah kenikmatan yang harus disyukuri dan tidak boleh dikufuri.
Kenapa kenikmatan tubuh ini harus disyukuri? Karena tidak ada seorangpun yang
bisa “memesan” model tubuh ketika dia akan lahir. Tidak ada seorangpun yang
sewaktu lahir memesan untuk berkulit putih, berhidung mancung, keturunan
bangsawan, dari keluarga kaya dan lain sebagainya. Sehingga tubuh dan fisik
kita adalah kenikmatan yang harus disyukuri, dengan syukur tersebut maka
kebahagiaan akan diraih.
Selanjutnya
adalah mensyukuri setiap yang Allah ta’ala berikan kepada kita, entah itu
bersifat kenikmatan dan anugerah berupa rizqi, anak, kesehatan dan lain
sebagainya. Atau sesuatu itu berupa bala dan cobaan semisal sakit,
musibah, kecelakaan dan hal-hal lain yang di mata manusia disebut musibah. Maka
sejatinya “musibah” yang menimpa kita adalah anugerah yang harus pula kita
syukuri. Saya ingat sekali bagaimana ternyata “musibah” yang menimpa saya
merupakan jalan lebar menuju anugerah yang sangat luar biasa. Seseorang yang
kehilangan harta bendanya bisa jadi hal tersebut adalah yang terbaik untuk
dirinya. Karena bisa jadi ketika harta benda tersebut masih ada akan
menjadikannya sombong, takabur dan berbuat kufur kepada Allah ta’ala. Demikian pula
ketika seseorang tertimpa sakit, maka sakit itu sejatinya adalah baik untuk
dia.
Jadi
bahagia itu sederhana, caranya adalah mensyukuri semua yang ada walaupun di
mata manusia adalah sesuatu yang tidak mengenakan atau terasa menyakitkan kita.
Mudah bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...