Oleh :
Abdurrahman MBP*
Menarik statement yang disampaikan
Bapak Walikota Bandung Ridwan Kamil pada saat menghadiri acara Indonesia Halal
Expo Jabar (Indhex) 2013 di Lapangan Gasibu Bandung. Beliau menyatakan bahwa
Bandung akan menjadi kota Wisata Syariah, alasan utamanya adalah banyaknya
wisatawan muslim yang datang ke Bandung. Sebagian wisatawan tersebut berasal
wilayah Asia dan Timur tengah yang menginginkan layanan wisata berbasis
nilai-nilai Islam. Tentu saja statement ini mengundang kontroversi,
apalagi membawa-bawa nama syariah yang notabene terkesan sektarian dan memihak
hanya pada satu agama tertentu saja.
Terlepas dari
kontroversi tersebut, ternyata Program Wisata Syariah telah dicanangkan oleh
pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf) pada mediu Desember 2012 lalu. Alasanan utama dikembangkannya
program ini adalah karena meningkatnya minat masyarakat baik lokal maupun
internasional terhadap Wisata Syariah. Kemenparekraf mencatat, setidaknya
kunjungan wisatawan Muslim ke Indonesia saat ini mencapai 1.270.437 orang per
tahun yang antara lain berasal dari Arab Saudi, Bahrain, Malaysia, dan
Singapura. Seperti juga negara-negara lain di dunia, produk dan pelayanan
wisata dengan nilai-nilai syariah ini diminati oleh wisatawan muslim yang
populasinya mencapai 1,8 milyar atau 28% total populasi dunia.
Wisatawan muslim dunia berkontribusi
sekitar US$ 126 miliar pada tahun 2011. Para ahli telah membuat perkiraan, jika
wisata syariah dikategorikan sebagai segmen, maka turis muslim akan
membelanjakan US$ 192 miliar tahun 2020; itu merupakan 13,4% dari pengeluaran
wisatawan global; wisman muslim diproyeksikan delapan tahun ke depan ini tumbuh
4,8% per tahun, sementara wisman global diproyeksikan pertumbuhannya 3,8%. Dan
50% dari penduduk muslim di dunia yang saat ini berjumlah 1,8 miliar berada di
usia kurang dari 25 tahun. Sebagian besar berarti usia produktif dan potensial
bepergian menjadi wisman.
Badan Pusat Statistik
(BPS) dalam laporannya menyebutkan bahwa jumlah wisatawan mancanegara muslim
yang masuk Indonesia per Oktober 2012 sebanyak 1.270.437 juta. Mereka berasal
dari Singapura, Malaysia, Rusia, Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat. Total jumlah
perjalanan wisman muslim tahun lalu sebanyak 239 juta perjalanan dengan spending
money Rp 158 triliun. Potensi dalam negeri juga tidak bisa dipandang remeh,
mayoritas muslim Indonesia pada 2011 telah
menghabiskan uang (spending money) sebesar Rp 139 triliun atau 16,6
miliar dolar AS untuk berwisata. Hingga saat ini banyak wisatawan yang menuntut
jaminan kehalalan dan suasana keislaman di daerah-daerah wisata.
Berangkat dari
fakta-fakta ini maka konsep dari Wisata Syariah sejatinya sangat layak untuk
dikembangkan, hanya saja penetapan wilayah memerlukan adanya pertimbangan
khusus termasuk pertimbangan budaya masyarakat di mana area Wisata Syariah itu
berada. Kampung Adat menjadi pilihan tepat untuk dijadikan obyek Wisata
Syariah, tradisi yang masih dipegang teguh oleh masyarakatnya dan kondisi
wilayahnya yang asri dan eksotik adalah keunggulan yang bisa “dijual” kepada
wisatawan domestik dan manca negara. Sebagaimana disebutkan oleh Wakil Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar bahwa Wisata Syariah adalah paket wisata yang
mensyaratkan tidak ada kemungkaran dan maksiat, kemusyrikan dilokasi obyek
wisata, tersedia mushola dan toilet basah yang bersih , tersedia resto dan cafe
halal di hotel, tersedia hiburan yang tidak pornografi, bila ada kolam rengan
wanita dan pria dipisah, massage sesama jenis, fitnes terpisah yang
intinya membuat orang Islam merasa nyaman dan tidak takut wisatanya melanggar
aturan syariat Islam.
Penelitian yang penulis
lakukan di beberapa Kampung Adat di Jawa Barat seperti Kampung Naga, Kampung
Pulo, Kampung Dukuh, Kampung Kuta, Kampung Mahmud, Kampung Urug dan beberapa
kampung adat lainnya menunjukan bahwa adat-istiadat mereka senantiasa
didasarkan kepada nilai-nilai Islam yang mereka anut. Sebagai contoh masyarakat
Kampung Naga akan memisahkan antara tamu laki-laki dan perempuan ketika akan
menginap, demikian juga jika kita akan menginap di Kampung Dukuh maka adat
mereka mengatur mengenai pakaian yang boleh dan tidak boleh dikenakan di sana. Pada
kampung adat yang memiliki adat-istiadat karuhun yang cukup kuat seperti
Cigugur Kuningan dan Cipta Gelar Sukabumi juga memiliki tradisi yang selaras
dengan nilai-nilai syariah tersebut.
Tentu saja para pelaku
wisata konvensional tidak perlu khawatir dengan Program Wisata Syariah ini, karena
program ini tidak akan menggantikan bisnis wisata konvensional tapi merupakan
pilihan bagi para wisatawan untuk menikmati obyek wisata sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing. Selain itu program ini juga menjadi jaminan
keberadaan masyarakat adat di sekita obyek wisata sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal ke 5 “Kepariwisataan
diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya
sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara
manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia,
dan hubungan antara manusia dan lingkungan”.
*
Mahasiswa S3 Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
dan Pemerhati Budaya Kampung Adat Sunda Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...