Oleh: Misno
Terdapat
beberapa pendapat mengenai teori jalur masuknya Islam ke Nusantara. Secara
umum, pendapat-pendapat tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat teori yaitu:
Teori India, Teori Persia, Teori Arab dan Teori China. Berikut adalah
ulasannya:
Pertama,
Teori Jalur India menyatakan bahwa Islam datang melalui jalur India. Teori inipun
terbagi menjadi dua yaitu teori India Utara dan Teori India Selatan. Teori
India Utara menyebutkan bahwa Islam yang masuk ke Nusantara berasal dari
Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh Pinjapel,[1]
Snouck Hurgonje,[2]
dan Stutterheim.[3]
Pinjapel berpendapat bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari orang-orang
Arab yang menganut madzhab Imam Syafi’i yang melakukan migrasi ke Gujarat dan
Malabar.[4]
Lebih lanjut Pinjapel justru menawarkan logika terbalik dari pernyatannya tadi,
yaitu bahwa walaupun Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh orang-orang Arab,
namun hal ini tidak langsung datang dari Arab ke Nusantara melainkan dari
India, terutama dari pesisir barat India yaitu Gujarat dan Malabar.[5]
Versi
lain dari teori jalur India ini adalah yang dikemukakan oleh Christian Snouck
Hurgronje. Ia berpendapat bahwa ketika Islam telah berkembang dan cukup kuat di
berbagai kota dan pelabuhan di anak benua India. Sebagian kaum muslim Deccan
tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah
dengan Nusantara. Orang-orang muslim Deccan inilah yang datang ke Nusantara sebagai
penyebar Islam pertama.[6] Sementara
W. F. Stutterheim, pendukung teori ini dengan jelas menyatakan bahwa Gujarat
sebagai negeri asal Islam yang masuk ke Nusantara. Mengenai Aspek waktunya, W. F.
Stutterheim berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi.
Kesimpulan ini didasarkan pada penelitiannya terhadap kesamaan batu nisan yang
ada di Nusantara dan India khususnya di Gujarat.[7]
Teori
India selatan menyatakan bahwa asal mula Islam Nusantara adalah dari wilayah Bengali
(Bangladesh), pendapat ini dikemukakan oleh Fatimi.[8]
Menurutnya Islam pertama kali muncul di semenanjung Melayu dari arah Timur
Pantai, bukan dari sebelah Barat semenanjung Malaka, dari Canton, Pharang,
Leran, dan Trengganu. Proses awal Islamisasi ini terjadi pada abad ke-11. Masa
ini dibuktikan dengan penemuan batu nisan seorang muslimah bernama Fatimah
binti Maimun yang wafat pada tahun 475 H/ 1082 M di Leran, Gresik. Ricklefs
berpendapat bahwa nisan tersebut adalah batu nisan tertua milik seorang muslimah
yang masih dapat ditemukan di wilayah tersebut. Fatimi berpendapat bahwa batu nisan
yang ditemukan di Leran, Gresik tersebut yang disinyalir oleh Stutterheim berasal
dari Gujarat atau India sekarang,[9]
sebenarnya berasal dari Bengali, Bangladesh bukan dari Gujarat, India.
Kedua,
Teori
Persia. Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dan
pembawanya berasal dari Persia. Argumenatasi teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan
budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
1.
Peringatan 10
Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi
Muhammad, yang sangat dijunjung tinggi oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra
Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan
di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur pada bulan Syuro (Muharam).
2.
Kesamaan ajaran
Sufi yang dianut Syaikh Siti Jenar dengan sufi dari Iran yaitu Al-Hallaj.
3.
Penggunaan
istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi harakat.
4.
Ditemukannya
makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
Teori
ini disebutkan oleh Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Ia
berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam yang ada di Nusantara memiliki persamaan dengan tradisi dan kebudayaan di Persia.
Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu
ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai pada kuburan
Islam awal di Nusantara. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia
menganut mazhab Syafe’i, sama seperti kebanyakan muslim di Iran. Persia yang
dimaksud adalah wilayah di sekitar Iran dan Irak dan sekitarnya yang merupakan
sisa-sisa wilayah kerajaan Persia pada masa lalu.[10]
Ketiga,
Teori Jalur Arab yaitu Islam masuk ke Nusantara secara langsung dari Jazirah
Arab (khususnya Mekkah, Yaman dan Mesir). Pendapat ini dikemukakan oleh Haji
Abdul Karim Amrulah (Hamka),[11]
Azyumardi Azra,[12]
dan Al-Attas.[13]
Argumentasi mereka adalah bahwa pada abad ke-7 terdapat sekelompok orang yang
disebut Ta Shih yang bermukim di Canton China dan Fo-lo-an sebagai
bagian dari kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Selain itu adanya utusan dari Raja Ta
Shih kepada Ratu Sima di Kalingga yang berkedudukan di Pulau Jawa pada
tahun 654/655M. Menurut Hamka Raja Ta Shih ini adalah Muawiyah Bin Abi
Sofyan yang waktu itu menjabat sebagai Khalifah Bani Umayyah.[14]
Azyumardi
Azra seorang ahli Islam Asia Tenggara mengungkapkan bahwa Islam pertama kali
hadir di Nusantara dibawa oleh para pedagang. Hal ini dibuktikan oleh tulisan seorang
agamawan dan pengembara terkenal dari China bernama I-Tsing pada tahun 51 H/
671 M. Ia menumpang kapal Arab dan Persia dari Canton, kemudian berlabuh di
pelabuhan sungai Bhoga, disebut pula dengan nama Sribogha atau Sribuza yang
sekarang lebih dikenal dengan nama sungai Musi. Para Ahli modern
mengidentifikasikan Sribuza sebagai Palembang, Ibukota Kerajaan Budha
Sriwijaya.[15]
Teori
jalur Arab menyatakan bahwa Islam dibawa langsung oleh para musafir dari
Jazirah Arab khususnya Mekkah, Yaman dan Mesir. Dorongan menyebarkan agama
Islam (dakwah) sambil berdagang membawa mereka sampai ke wilayah Nusantara yang
jauh dari wilayah asalnya. Teori ini membantah pendapat para orientalis barat
yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui India.
Keempat, Teori
Jalur China. Teori ini adalah teori terakhir yang muncul dan menyatakan bahwa
Islam masuk ke Indonesia dari daratan China. Teori ini diungkapkan oleh Prof.
Slamet Mulyono yang didukung oleh Nurcholis Madjid, Slamet menyebutkan bahwa
ada beberapa indikasi yang mengarah pada pembenaran bahwa Islam masuk ke
Nusantara dari wilayah China. Indikasi tersebut adalah:
1.
Ada kesamaan
madzhab fiqh yang dianut oleh Muslim di Tiongkok dan di Indonesia, yaitu
sama-sama menganut madzhab Imam Syafi’i.
2.
Segi Kebudayaan
dan kebahasaan, teori ini memiliki kecocokan yaitu bangsa-bangsa Muslim Asia
Tengah dan China berada dalam Kawasan pengaruh budaya dan bahasa Muslim Persia
(kemudian pengaruh itu meluas ke bangsa muslim kawasan Balkan seperti Turki,
Bosnia, Albania, Macedonia, dll).
3.
Banyak bukti
sejarah yang menunjukan bahwa Islam di Nusantara berasal dari China, seperti
situs-situs sejarah dan naskah-naskah sejarah yang menunjukan kebenaran itu,
seperti situs sejarah Laksamana Cheng Ho, Kelenteng Gedung Batu, dan Masjid
Mantingan.[16]
Berdasarkan
keempat teori jalur masuknya Islam ke Indonesia maka dapat diambil jalan tengah
bahwa Islam masuk ke Indonesia tidak hanya melalui satu jalur kedatangan,
melainkan melalui beberapa jalur yaitu dari India, Persia, Arab dan China. Hal
ini sebagaimana pendapat Azyumardi Azra, yang menyatakan bahwa sesungguhnya
kedatangan Islam ke Indonesia dalam kompleksitas; artinya tidak berasal dari
satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.[17]
[1] Alwi Ibnu Thahir Al Haddad, Sejarah
Masuknya Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Lentera, 2001), hal. 83 dan 92.
[2]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad
Ke-VII dan VIII, (Bandung; Mizan, 1999), hlm. 40
[3]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, hlm. 40
[4]
Alwi Ibnu Thahir Al Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh,
(Jakarta: Lentera, 2001), hal. 83.
[5] Alwi Ibnu Thahir Al Haddad, Sejarah
Masuknya Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Lentera, 2001), hlm. 92.
[6]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, hlm. 40
[7] Musyrifah Sunanto, Sejarah
Peradaban Islam di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 8.
[8] M.C. Ricklefs, A History of
Modern Indonesia Since C. 1300, (California: Stanford University Press,
1993), hlm. 3
[9] Pendapat Stuterheim ini didasarkan pada argumen bahwa Islam
disebar melalui jalur perdagangan antara Nusantara – Cambay/ Gujarat – Timur
Tengah – Eropa. Argument tersebut diperkuat dengan hasil membandingkan berbagai
batu nisan yang ada di pemakaman Nusantara dengan berbagai macam batu Nisan
yang ada di pemakaman Gujarat. Menurut Stuterheim, relief nisan sultan pertama
dari kerajaan Samudera Pasai yaitu Al Malik Al-Shaleh yang Wafat pada 1297
Masehi bersifat Hinduistis dan mempunyai kesamaan dengan batu nisan yang ada di
Gujarat. Sementara dari aspek waktu, Stuterheim berpendapat bahwa Islam masuk
ke Nusantara pada abad ke 13 M. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, (Bandung;
Mizan, 1999), hlm. 25
[10] Jaih Mubarak, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Islamika, 2008), cet. 1 hlm. 255.
[11] Haji Abdul Karim Amrullah, Dari
Perbendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), hlm. 5. Hamka
menuliskannya dengan Ta-Cheh.
[12] Azyumardi Azra, Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abd XVII dan XVIII: Melacak
Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia, ( Bandung; Mizan,
1999), hlm. 38
[13] Naquib Al-Attas, Islam dalam
Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Bandung: Mizan, 1997). Cet. II, hlm. 29-54.
[14] Uka Tjandrasasmita (ed.), Sejarah
Nasional Indonesia III, ( Jakarta: Depdikbud, 1975), hlm. 110-112.
[15]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, hlm. 38
[16] Sumanto Al-Qurtuby, Arus
China-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama
Islam di Nusantara Abad XV dan XVI, (Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press,
2003), hlm.
[17] Azyumardi Azra, Jaringan
Ulama, hlm. 45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...