Konsep
perubahan sosial Parsons bersifat perlahan-lahan dan selalu dalam usaha untuk
menyesuaikan diri demi terciptanya kembali equilibrium.[9] Dengan kata
lain, perubahan yang dimaksudkan oleh Parsons itu bersifat evolusioner dan
bukannya revolusioner. Konsep tentang perubahan yang bersifat evolusioner dari
Parsons dipengaruhi oleh para pendahulunya seperti Aguste Comte, Hebert
Spencer, dan Emile Durkheim.
Asumsi
dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat menjadi satu
kesatuan atas dasar kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai-nilai
tertentu yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut
dipandang sebagai suatu system yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu
keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan sekumpulan
sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan memiliki
ketergantungan.[10]
Talcott
Parsons menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang
menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya
keteraturan yang ada di Amerika, juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte,
Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang
menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.[11]
Teori
Fungsionalisme Struktural mempunyai latar belakang kelahiran dengan
mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan
struktur social dan berpandangan tentang adanya keteraturan dalam masyarakat.
Teori
Fungsionalisme Struktural Parsons mengungkapkan suatu keyakinan yang optimis
terhadap perubahan dan kelangsungan suatu sistem. Akan tetapi optimisme Parsons
itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya
masa kejayaan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam
sistem yang kelihatannya mencemaskan dan kemudian diikuti oleh pergantian dan
perkembangan lebih lanjut maka optimism teori Parsons dianggap benar.
Sebagaimana dinyatakan oleh Gouldner (1970:142) bahwa untuk melihat masyarakat
sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas strukturalnya,
seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan
dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang
sama-sama kita miliki.
Teori
Struktural Fungsional mengasumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem
yang terdiri dari berbagai bagian atau
subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam
segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus
utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan
kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial.
Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus
perhatian, antara lain: faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi,
pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.
Pemikir
fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian
terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung
tidak sempurna. Artinya, teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi
yang akan berlangsung seperti sebuah siklus yang akan mewujudkan keseimbangan
baru. Variable yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta
berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari
luar sistem sosial.
Gagasan-gagasan
inti dari fungsionalisme ialah perspektif holistis (bersifat menyeluruh), yaitu
sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh bagian-bagian demi tercapainya
tujuan-tujuan dari keseluruhan, kontinuitas dan keselarasan dan tata
berlandaskan consensus mengenai nilai-nilai fundamental.
Teori
fungsional ini menganut faham positivisme, yaitu suatu ajaran yang menyatakan
bahwa spesialisasi harus diganti dengan pengujian pengalaman secara
sistematis.[12] Sehingga dalam melakukan pengkajian haruslah mengikuti aturan
ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian, fenomena tidak didekati secara
kategoris berdasarkan tujuan membangun ilmu dan bukan untuk tujuan praktis.
Analisis teori fungsional bertujuan untuk menemukan hukum-hukum universal
(generalisasi) dan bukan mencari keunikan-keunikan (partikularitas). Dengan
demikian, teori fungsional berhadapan dengan cakupan populasi yang amat luas,
sehingga tidak mungkin mengambilnya secara keseluruhan sebagai sumber data.
Sebagai jalan keluarnya, agar dapat mengkaji relitas universal tersebut maka
diperlukan representasi dengan cara melakukan penarikan sejumlah sampel yang
mewakili. Dengan kata lain, keterwakilan (representatifitas) menjadi sangat
penting.
Pendekatan
fungsionalisme – struktural dapat dikaji melalui anggapan-anggapan dasar
berikut ini.[13]
1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu
sistem dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
2. Hubungan saling mempengaruhi di antara
bagian-bagian suatu sistem bersifat timbal balik.
3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah
dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu
cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang bersifat dinamis.
4. Sistem sosial senantiasa berproses ke
arah integrasi, sekalipun terjadi ketegangan, disfungsi dan penyimpangan.
5. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial,
terjadi secara gradual (perlahan-lahan atau bertahap), melalui
penyesuaian-penyesuaian dan tidak revolusioner.
6. Faktor paling penting yang memiliki daya
integrasi suatu sistem sosial adalah konsensus atau mufakat di antara para
anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
Demi
memudahkan kajian teori-teori yang digagas Parsons, Peter Hamilton berpendapat
bahwa Teori Parsonsian dapat dibagai ke dalam 3 fase.[14]
1.
Fase
Permulaan. Fase ini berisi tahap-tahap perkembangan atas teori Voluntaristik
(segi kemauan) dari tindakan sosial dibandingkan dengan pandangan-pandangan
sosiologi yang positivistis, utilitarian, dan reduksionis.
2.
Fase
Kedua. Fase ini berisi gerakannya untuk membebaskan diri dari kekangan teori
tindakan sosial yang mengambil arah fungsionalisme struktural ke dalam
pengembangan suatu teori tindakan kebutuhan-kebutuhan yang sangat penting.
3.
Fase
Ketiga. Fase ini terutama mengenai model sibernetik (elektronik pengendali)
dari sistem-sistem sosial dan kesibukannya dalam mendefinisikan dan menjelaskan
perubahan sosial.
Dari
ketiga fase tersebut, dapat dinyatakan bahwa Parsons telah melakukan tugas
penting, yaitu: ia mencoba untuk mendapatkan suatu penerapan dari sebuah konsep
yang memadai atas hubungan-hubungan antara teori sosiologi dengan ekonomi. Ia
juga mencari kesimpulan-kesimpulan metodologis dan epistemologis dari apa yang
dinamakan sebagai konsep sistem teoritis dalam ilmu sosial. Ia mencari
basis-basis teoritis dan metodologis dari gagasan tindakan sosial dalam
pemikiran sosial.
Sumber: airinhandicrabby.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...