Oleh : Abu Aisyah
Menghormati dan memuliakan tamu
adalah salah satu dari bagian dari adab dan etika dalam Islam, ia sangat
ditekankan sehingga menjadi salah satu dari syarat keimanan. Rasulullah
bersabda “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia memuliakan
tetangganya”, begitulah sabda Nabi yang mulia. Nabi Ibrahim Alaihi Salam memberikan
tuntunan bagaimana beliau menghormati dan memuliakan tamunya hingga beliau rela
menyembelih hewan peliharaannya untuk tamunya tersebut.
Contohnya adalah sikap Nabi
Ibrahim Alaihi Salam memuliakan tamunya adalah contoh ideal yang bisa
jadi saat ini sulit untuk diaplikasikan. Namun bukan berarti ia adalah
fatamorgana dan hanya kisah fiksi belaka, ia adalah satu contoh paling sempurna
bagaimana Islam memuliakan tamu. Namun haruskah hanya karena ingin memuliakan
tamu kita melakukan hal-hal yang di luar kemampuan kita?
Sikap memaksakan diri tentu saja
tidak baik, jika memuliakan tamu harus dengan memaksakan diri maka ini menjadi
hal yang menarik untuk dikaji. Tentu saja bukan sekadar tulisan, namun saya
merasa kurang nyaman ketika ada seseorang dan beberapa pihak yang memaksakan
diri untuk memuliakan para tamunya. Tentu saja yang terjadi adalah niat awal
yang perlu dikoreksi kembali, apakah benar mengada-adakan yang tidak ada adalah
karena ingin memuliakan tamu? Atau hanya mencari pujian atau anggapan dari tamu
bahwa kita hebat?
Para pembaca sekalian bisa jadi
bingung membaca tulisan ini, tapi jangan khawatir saya akan jelaskan kisah
sebenarnya. Begini ceritanya, ada beberapa pihak yang dihadiri oleh beberapa
orang tamu terhormat, tamu tersebut sangat istimewa sehingga harus ada
penyambutan khusus. Maka untuk menyambut tamu istimewa tersebut, shahibul
bait melakukan hal-hal yang sifatnya seperti memaksanakan diri. Salah satu
contohnya adalah ia membeli ikan emas yang sangat banyak untuk dilepaskan di
kolamnya, sebelumnya kolam tersebut tidak terawat dan sangat kotor. Maka ketika
tamu itu datang kolam tersebut diisi dengan ikan emas yang sangat banyak dan
menarik untuk dipandang. Selain itu juga sambutan yang tampak dipaksakan
diadakan untuk menyambut tamu tersebut.
Nah… ikan yang dibeli tersebut
setelah sang tamu pergi akhirnya banyak yang mati dan mubadzir di kolam
tersebut, kalau jumlahnya sedikit sih tidak masalah tapi banyak sekali ikan
yang mati di kolam tersebut dan tidak dimanfaatkan. Melihat fenomena ini saya
berfikir bahwa sepertinya konsep memuliakan tamu dalam Islam tidaklah harus
memaksakan diri dan menipu tamu yang datang. Bisa jadi saya bersikap demikian
karena saya lebih senang untuk bersikap apa adanya tanpa perlu mengada-adakan
sesuatu yang tidak ada.
Bisa jadi kita akan memperlakukan
tamu yang datang ke rumah kita berbeda sesuai dengan strata social dan
kepentingan kita kepada mereka. Misalnya tamu yang diharapkan memberikan
bantuan kepada kita akan disikapi dengan berlebihan, berbeda sekali dengan tamu
yang meminta bantuan. Pertanyaannya adalah “Apakah untuk tamu yang akan
memberikan bantuan, kita harus menipu mereka dengan mengada-adakan sesuatu yang
tidak ada?, apalagi harus memoles sesuatu yang sebenarnya tidak sempurna” atau
memberikan fasilitas-fasilitas yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam.
Kesimpulannya adalah bahwa
memuliakan tamu dalam Islam sangat ditekankan akan tetapi harus didasari oleh
keikhlasan karena Allah ta’ala bukan karena kepentingan kita akan tamu
tersebut, apalagi jika kita memuliakan mereka hanya karena tamu tersebut akan
memberikan bantuan kepada kita. Ini jelas tidak selaras dengan nilai-nilai
Islam. Karena itu untuk memuliakan tamu tidak harus menipu, Setuju? Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...